Daku teringat ketika duduk diantara orang-orang yang menunggu kehadiran bus Trans jakarta. Shelter BNN menjadi lokasi tempat biasa daku menunggu bus Trans Jakarta jurusan Kampung Melayu - Kampung Rambutan. Moda transportasi ini menjadi kendaraan wajib bagi daku ketika berada di jantung kota Jakarta. Apa yang membuat daku lebih tertarik menggunakan layanan moda transportasi publik ini karena jujur saja lebih nyaman dari transportasi publik lainnya seperti metromini atau kopaja bahkan mikrolet.Â
Jakarta yang dikenal dengan kemacetannya merupakan sebuah momok bagi warganya dan masyarakat yang berkerja di kota metropolis ini. Sebagai seorang yang tinggal didaerah di luar kota Jakarta yaitu di Gunung Putri-Kabupaten Bogor yang acapkali mengunjungi jantung pusat kota Jakarta pastinya membutuhkan kendaraan yang nyaman ketika berada disana. Karena kemacetan maka perlulah pilihan moda transportasi yang menghindari kemacetan atau mengurangi dampak macetnya jalan.
Sejarah TransJakarta
Ide pembangunan proyek Bus Rapid Transit di Jakarta muncul sekitar tahun 2001. Kemudian ide ini ditindak lanjuti oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Bapak Sutiyoso. Sebuah institut bernama Institute for Transportation &Development Policy (ITDP) menjadi pihak penting yang mengiringi proses perencanaan proyek ini.Â
Konsep awal dibuat oleh PT Pamintori Cipta, sebuah konsultan transportasi yang sudah sering bekerjasama dengan Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Selain pihak swasta, terdapat beberapa pihak lain yang juga mendukungkeberhasilan dari proyek ini, di antaranya adalah badan bantuan Amerika (USAID) dan The University of Indonesia’s Center for Transportation Studies(UI-CTS).
Trans Jakarta memulai operasinya pada 15 Januari 2004 ditandai dengan peresmian Koridor 1, dengan tujuan memberikan jasa angkutan yang lebih cepat,nyaman, dan terjangkau bagi warga Jakarta. Sejak awal pengoperasian Trans Jakarta, harga tiket ditetapkan untuk disubsidi oleh pemerintah daerah.Â
Dalam rangka sosialisasi dan pengenalan angkutan massal ini kepada masyarakat, pada 2 (dua) minggu pertama pengoperasiannya (15-30 Januari 2004) pengguna Transjakarta tidak dikenakan tarif. Mulai 1 Februari 2004, tarif Transjakarta mulai diberlakukan seharga Rp2000. Pada tahun 2012, Dinas Perhubungan DKIJakarta memutuskan untuk menaikkan tarif Transjakarta seharga Rp3500. Tarif iniberlaku sampai hari ini (2016).
Sistem TransJakarta dibangun berdasarkan adopsi  sistem Trans Milenioy ang sukses di Bogota, Kolombia. Transjakarta dirancang sebagai moda transportasi massal pendukung aktivitas ibukota yang sangat padat. Transjakarta merupakan sistem BRT dengan jalur lintasan terpanjang di dunia (208 km), serta memiliki 228 halte yang tersebar dalam 12 koridor (jalur), yang awalnya beroperasi dari 05.00 - 22.00 WIB, dan kini beroperasi 24 jam.
Bincang-Bincang Santai Layanan TransJakarta
Daku sebagai pengguna setia TransJakarta bila berada di Jakarta mendapatkan kesempatan memberikan pernyataan kepada pengelola Transjakarta menyangkut armada TransJakarta jurusan Kampung Melayu - Kampung Rambutan yang secara fisik sudah daku anggap kurang layak. Selain itu daku juga menanyakan menyangkut APTB jurusan Blok-M - Cileungsi dimana saat ini sudah tidak masuk kembari ke jalur Busway apakah nantinya akan ada solusinya.
Dengan senyuman Prasetya 'Prabu' Budi (Direktur Humas TransJakarta) menanggapi apa yang daku sampaikan bahwa armada TransJakarta yang beroperasi jurusan Kampung Melayu - Kampung Rambutan akan mengalami penggantian armada di bulan July ini. Sedangkan untuk permasalahan menyangkut APTB sedang dicarikan solusinya. Karena APTB berkerjasama dengan Departemen Perhubungan tidak dengan TransJakarta. Pihak TransJakarta sejatinya menginginkan agar para operator APTB bersedia untuk bergabung dengan sistem manajemen bus Transjakarta yang dikelola oleh PT Transjakarta.
Selain daku banyak rekan blogger yang memberi masukan kepada pengelola TransJakarta. Tidak hanya masukan tetapi kritik dan saran yang membangun. Salah-satu rekan blogger bahkan ada yang memberikan usulan untuk shelter Busway TransJakarta di titik-titik tertentu ada baiknya menyediakan toilet. Menurut daku usulan tersebut rasional karena daku mengalami bagaimana kebelt buang air kecil ketika dalam antrian menunggu bus TransJakarta.Â
Diskusi berlangsung cukup menarik karena terjadi secara dua arah dan terlihat tidak ada jarak antara komunitas yang hadir dengan narasumber. Narasumber memberikan tanggapan yang menurut daku masuk akal dan rasional tidak memberikan bahasa dewa yang berujung hanya mimpi. Setiap blogger berusaha menyampaikan perasaannya saat menggunakan transportasi publik ini.
Pak Prabu menyampaikan untuk kedepannya akan mengadakan kegiatan serupa dengan menghadirkan pihak-pihak terkait. Daku mengharapkan pihak pengelola TransJakarta kedepannya menghadirkan Dinas Perhubungan dan Pemprov DKI Jakarta agar tidak saling lempar "ini peran ini atau ini peran itu"
---oo00oo----
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H