Mohon tunggu...
Andri Mastiyanto
Andri Mastiyanto Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Penyuluh Kesehatan

Kompasianer Of the Year 2022, 105 x Prestasi Digital Competition (70 writing competition, 25 Instagram Competition, 9 Twitter Competition, 1 Short Video Competition), Blogger terpilih Writingthon 2020, Best Story Telling Danone Blogger Academy 2, Best Member Backpacker Jakarta 2014, ASN, Email : mastiyan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Cerita Fiksi 'Ibu Kita Kartini' di Film 'Surat Cinta untuk Kartini'

19 April 2016   12:39 Diperbarui: 19 April 2016   22:59 1659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Deskripsi : Cerita Fiksi Ibu Kita Kartini di Film Surat Cinta Untuk kartini I Sumber Foto : MNC Pictures"][/caption]

Terakhir kali daku (Saya/Aku) menerima surat yaitu dari Bapak ketika sedang bertugas di Frankfrut, German. Beliau mengirimkan surat kepada daku pada saat daku masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) di era 90an. Yang membuat kaget adalah surat tersebut dikirimkan kepada daku melalui seorang guru di SMP.  Surat itu Bapak kirimkan ke alamat SMP 87 Pondok-Pinang, Jakarta, tidak ke alamat rumah. 

Bapak sepertinya ingin membuat bangga daku sebagai seorang anak. Teman-teman mengerumuni daku saat itu dan ikut membaca. Bapak menyampaikan kalau dia sehat dan kangen terhadap diri daku. Dia menjanjikan akan membelikan sebuah jam tangan dari German. Daku begitu senang menerima surat itu, apalagi teman-teman daku ikut ceria dan memberi selamat serta mengatakan keren ya Bapaknya Andri kerja di German.

Ada kesan tersendiri dari sebuah surat dimana kita bisa membuat pesan yang berpanjang lebar. Isi dari surat bisa membuat yang membaca seperti terbawa ke sebuah situasi, lokasi yang di imajinasi oleh otak kita. Pada saat ini dimana dunia sudah mencapai titik "New Media Era" dan generasi sudah berubah menjadi Generasi X, pesan disampaikan melalui media yang lebih maju (WA, BBM, dll).

Pesan yang lebih singkat / short massage langsung fokus ke tujuan pesan tersebut sudah menjadi budaya. Tidak perlu kata pembuka yang panjang lebar, mendoakan, kata penutup yang penuh makna untuk menjalin silahturahmi telah hilang dengan media penyampaian pesan saat ini.  Surat menjadi alat pemberi pesan yang sudah ditinggalkan. Mungkin saja saat ini masih ada beberapa orang yang menggunakan surat sebagai alat pemberi pesan. 

Panggilan Tukang Pos sebagai pengantar surat sudah berubah menjadi pengirim paket. PT.Pos Indonesia yang sempat memonopoli pada saat masa-masa surat berjaya sekarang mendapat saingan dari pihak swasta seperti TIKI, JNE, dll. Pengantaran surat berubah menjadi pengantar dokumen dan paket. Surat sudah menjadi legenda bagi anak-anak muda saat ini. Bisa jadi banyak dari anak muda zaman sekarang tidak mampu membuat sebuah surat kepada orang lain.

 

Sekumpulan Surat mengantarkan Raden Adjeng Kartini Menjadi Pahlawan Nasional

Sekumpulan surat ini mengantarkan seorang perempuan Jawa bernama Raden Adjeng Kartini begitu dikenal dan akhirnya ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional. Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.

[caption caption="Deskripsi : Raden Adjeng Kartini sang Penulis Surat Legenda dan Ibunya Emansipasi Wanita I Sumber Foto : PT. Pos Indonesia"]

[/caption]

Habis Gelap Terbitlah Terang adalah buku dari hasil kumpulan surat yang ditulis oleh Kartini. Kumpulan surat tersebut kemudian dibukukan oleh J.H. Abendanon dengan judul 'Door Duisternis Tot Licht' . Setelah Kartini wafat, Mr. J.H. Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa. Abendanon saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun