Mohon tunggu...
Andri Mastiyanto
Andri Mastiyanto Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Penyuluh Kesehatan

Kompasianer Of the Year 2022, 104 x Prestasi Digital Competition (69 writing competition, 25 Instagram Competition, 9 Twitter Competition, 1 Short Video Competition), Blogger terpilih Writingthon 2020, Best Story Telling Danone Blogger Academy 2, Best Member Backpacker Jakarta 2014, ASN, Email : mastiyan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menembus Kenangan di Gunung Bromo

17 Oktober 2015   07:06 Diperbarui: 17 Oktober 2015   15:31 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ku lihat Erwin bersandar di sebuah tiang bersama dua orang disampingnya yang terlihat sangat mengantuk. Aku pun menyapa Erwin dan temannya, kami saling berjabat tangan. Dua teman erwin terlihat menatap wajah ku tajam, terlihat kekurangsukaan terhadap diriku. Ternyata setelah kami mengobral, mereka begadang tengah sampai pagi untuk mencari tiket yang tersedia untuk diriku berangkat. Ini sebuah perjalanan yang ku rencanakan jauh hari dan ku telah mengambil cuti karenanya, berdasarkan hal tersebut aku memaksakan mereka harus bertanggung jawab pada tengah malam itu.

Terlihat berkerumun didepan kami tiga puluhan orang peserta trip Bromo yang diselenggarakan oleh Bandar Wisata, kami pun sesama peserta mengobrol ringan tanpa sadar aku lupa bahwa Dyah sedang mengantri di loket refund. Erwin bertanya kepada ku "Mas Andri...Dyah mana ????"

Aku pun tersadar "OOOhhhhh iyaks, dia ngantri refund...." sambil ku menepuk jidad, salah seorang kru Bandar Wisata berbadan tinggi dan kurus mengajak ku mencari Dyah di loket refund, ketika bertemu kami akhirnya meminta Dyah untuk bergantian mengantri. Badannya terlihat lelah dan matanya sayu. Dia meminta izin kembali ke kantor kepada ku, akupun mempersilahkannya. Sebuah bentuk tanggung jawab yang ku lihat pada dirinya dan pihak Bandar Wisata ketika ada situasi yang ditimbulkan secara tidak langsung yang berdampak kepada ku.

***********************

Panggilan Kereta Matarmaja pada pukul 15.15 WIB membuat para peserta rombongan trip Bromo yang diselenggarakan oleh Bandar Wisata bergegas berdiri dan masuk melewati penjagaan petugas sambil memperlihatkan KTP, sebuah standar keamanan baru pada saat itu. Aku dan Erwin menatap para peserta trip melewati peron dan kemudian mereka menaiki kereta Matarmaja. Kereta yang ku naiki bukan Matarmaja tetapi Majapahit, kereta kelas bisnis yang berangkat lebih sore, seingat ku waktu pemberangkatan dari Stasiun Senen dikisaran jam lima sore. Erwin menemani ku, dua jam kami duduk berdua sambil menceritakan kisah hidup masing-masing.

Kereta Majapahit jurusan Jakarta -Malang pun tiba sekitar pukul lima sore, diriku pun pamitan kepada Erwin, ternyata dia tidak ikut dalam trip Bromo kali ini. Dia berada di Stasiun Senen karena menemani ku, tanda tanggung jawab atas error yang terjadi, kejadian ini membuat ku respect terhadap Dyah dan Erwin 

Aku menaiki kereta Majapahit, saat itu memory ku kembali ke masa lalu. Seingat ku, menaiki kereta terakhir kali pada saat Sekolah Menengah Pertama (SMP), mudik ke tanah kelahiran Bapak di Jogjakarta. Sebelumnya ketika berpergian diriku menggunakan moda transportasi bus atau pesawat terbang. Ini sebuah sensasi nostalgia berada di dalam gerbong kereta api, bayangan-bayangan masa lalu seperti diputar kembali ketika ku duduk sambil melihat ke luar jendela dimana terlihat cahaya lampu rumah-rumah diwaktu malam. Suasana memory itu makin dalam diakibatkan didalam gerbong tersebut hanya terdapat segelintir orang sehingga cukup hening, bahkan aku bagaikan pangeran karena bangku disamping dan depan ku kosong tidak ada penumpang yang lain.

Tanpa sadar, waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Screen shoot masa lalu masih tergambar dipikiran ku, tetapi kantuk membuat diriku harus menghentikan film hitam-putih di otakku. Hawa dingin menyerebak, panas tubuh manusia yang segelintir tidak mampu menghangatkan gerbong kereta Majapahit ini. Dingin itu menghantarkan ku ke mimpi - mimpi berdurasi enam jam.

************************

Dingin menyerebak disaat tengah malam di Desa Gubugklakah, Kab Malang. Desa tersebut adalah homestay dimana kami menginap. Disebuah kamar kecil berukuran empat kali tiga meter dengan tempat tidur berukuran size no.2 aku merebahkan badanku bersebelahan dengan seorang mahasiswa  IPB. Dalam paket perjalanan Bromo ini untuk satu kamar diisi oleh dua orang dan sama kelamin, tidak boleh beda kelamin kecuali sudah menikah atau dengan orang tuanya. Di trip kali ini di rumah yang kami tinggali selama dua hari terdapat seorang lulusan S2 bersama Ibunya.

Ketukan pintu kamar pada pukul setengah satu malam membangunkan ku, aku membuka mata dengan kantuk yang masih dirasakan. Aku tidak berani cuci muka karena suhu dingin yang begitu menusuk tulang-tulang dan menyerang sendi-sendi ku. Citirizin pun aku minum untuk menghilangkan alergi dingin yang kumiliki pada DNA tubuh ini. Sebelum menaiki jeep, ku balut tubuh dengan tiga lapisan agar badan ku tetap hangat, diriku mengikuti tips dari ibu pemilik rumah. Tidak lupa masker dan kaos tangan ku gunakan sebagai pelengkap menahan terjangan suhu dingin di puncak gunung Bromo nantinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun