[caption caption="Deskripsi : Kaldera Galunggung dengan danaunya / Sumber Foto : Andri M"][/caption]
“Hallo bang ade, si pengumpul coin”
Begitu sapaan bang Bony – lelaki berbadan tegap dengan sikap ramah yang aku kenal di kegiatan komunitas Backpacker Jakarta. Dia menyapa ku diparkiran UKI tempat dimana bus pariwisata berukuran sedang (Kapasitas 20 penumpang) bersandar sebelum Tiga Puluh Delapan orang backpacker menuju gunung Galunggung. Hanya segelintir orang yang ku kenal di trip kali ini dan beberapa lupa nama, mungkin saja ini diakibatkan karena sewaktu balita diriku pernah koma gara-gara jatuh dari baby walker sehingga membuat dagu dan mulut ku mencong.
Sebelum berangkat Yuti dan Cahyadi sebagai Contact Person (CP) trip Galunggung mempersilahkan teman-teman untuk berdoa terlebih dahulu sebelum berangkat agar perjalanan ini dilindungi Yang maha Kuasa “ALLOH SWT”. Setelah selesai berdoa kami menaiki bus pariwisata menuju Galunggung pukul setengah sebelas malam.
Saat aku menaiki dan duduk di bus pariwisata ada sosok wanita berjilbab menyapa ku
“Hai bang ade, kita pernah ngetrip bareng di Untung Jawa” ucap’nya
Aku langsung membalas sapaannya “Bukan Pulau Untung jawa tetapi Pulau Rambut”,
“oh, iya Pulau Rambut bukan Untung Jawa “, ia menjawab sambil tersenyum ramah.
Sedangkan disebelah ku persis ada seorang wanita berpenampilan modern dengan berambut panjang sebahu mengenakan kaos casual dan celana pendek slim fit. Di awal percakapan tatapannya tajam dan jarang menebar senyum, menurut ku wajar melihat cowok berpenampilan seperti ku duduk disebelahnya. Apalagi aku sengaja memposisikan duduk disamping pintu yang ternyata bersebelahan dengannya. Percakapan antara diriku dengan wanita berpenampilan modern ini karena wanita berjilbab yang menyapaku menanyakan
“Dari cikeas ya bang ade”, dan aku merespon dengan ucapan “Bukan, gue dari acara peluncuran Sony Xperia M5 dan C4 di Sudirman”.
Ternyata wanita berpenampilan casual yang duduk disebelah ku ini adalah pengguna Sony Xperia dan tertarik terhadap acara yang ku ikuti tersebut. Setelah itu percakapan lebih rileks pun berlanjut sekitar tiga puluh menit menyangkut gadget dan android, kemudian hawa dingin AC bus pariwisata membuat mata ku mengantuk dan berlanjut dengan keheningan.
********
Menjelang pukul setengah enam pagi, kami meninggalkan parkiran gunung Galunggung menuju puncaknya untuk mengejar matahari terbit. Anak-anak tangga yang mendaki akan mengarahkan kami ke puncak –menuju puncak tangga yang langsung berhadapan dengan kaldera Galunggung. Kaldera Galunggung terbentuk karena letusan massif sekitar 4.200 tahun silam, Galunggung purba meletus hebat. Letusan itu mengakibatkan terbentuknya kaldera tapal kuda dan mengeluarkan material vulkanik hingga 20 kilometer kubik. Kaldera menyebabkan sebagian dasar kawah tergenang air, karena terbentuk cekungan.
Anak-anak tangga yang kami pijak berjumlah 620 step, otot-otot paha dan betis mengencang dan berulang nafas kami tersengal-sengal. Sebuah perjuangan yang harus diterima demi mencapai puncak untuk melihat terbitnya sinar emas mentari dan keindahan kaldera Galunggung.
[caption caption="Deskripsi : Anak Tangga Galunggung / Sumber Foto : Andri M"]
[caption caption="Deskripsi : Lelahnya traveller menaiki anak tangga / Sumber Foto : Andri M"]
Suhu yang dingin dan suasana berkabut dipuncak galunggung membuat nafas ku berat, , ditambah kaki yang nyut-nyutan sehabis menanjak 640 langkah. Aku menyebutnya 640 langkah karena aku sempat turun 10 anak tangga dari tempat diriku menjejakkan kaki karena melihat momen salah satu backpacker berlari untuk naik tangga. Total 640 langkah ku jejakkan karena 620 anak tangga ditambah 10 langkah turun anak tangga dan tambahan 10 langkah naik anak tangga.
Aku hanya bisa berkata dalam hati “dahsyat nih dengkul, bisa jadi tumpuan tubuh gue dan nemenin langkah kaki menanjak menaiki anak tangga sejumlah 640 step ke puncak galunggung”.
Sebetulnya menanjak melewati tangga seperti ini pernah aku alami di Gunung Bromo, Jawa Timur tetapi jumlahnya tidak sebanyak ini. Ketika diriku melihat kebawah, barulah ku menyadari terdapat anak-anak tangga curam yang terbuat dari campuran bebatuan dan semen dengan pegangan dari besi bolong yang sebagian sudah patah karena tidak terawat.
Dibibir tebing aku berdiri melamun memandangi kaldera yang masih tertutup kabut, menarik nafas untuk mengisi paru-paru yang membutuhkan oksigen ketika secara perlahan kabut mulai turun dan gambaran tebing mulai tampak. Puncak Galunggung perlahan dengan terbitnya sang surya dibasuh oleh kilaunya cahaya emas, pendaran cahayanya menampilkan eksotiknya tebing-tebing kaldera yang lambat laun menampilkan dasar kaldera dimana sebagian tergenang air berwarna hijau. Beberapa kali diriku menjepretkan kamera smartphone sebelum akhirnya tersadar untuk sebaiknya menikmati keindahan ciptaan ALLOH SWT yang terpampang dihadapan ku.
[caption caption="Deskripsi : Kabut di Puncak Galunggung / Sumber Foto : Andri M"]
Aku menghirup nafas dalam menikmati kesegaran udara di puncak galunggung, seperti ada bulir-bulir es yang mengalir dari hidung ke ujung tenggorokan dan berakhir di pusat perut. Aku menggerakkan tangan dan badan mencoba melawan hembusan angin yang semilir memberikan suhu dingin menusuk tulang …..ini moment yang bikin nagih….... Aku sudah sering melihat episode matahari terbit yang indah tetapi entah kenapa aku tidak tertarik untuk memandangi prosesnya keluar dari garis horizon, aku lebih menikmati suhu dingin dan pemandangan indah kaldera.
[caption caption="Deskripsi : Kaldera Galunggung dengan danaunya yang hijau toska / Sumber Foto : Andri M"]
[caption caption="Deskripsi : Pemandangan Kaldera / Sumber Foto : Andri M"]
Memandang kaldera dengan kabut yang masih mengelilingi membuat detak jantung bergerak cepat, tebing-tebing ini tidak diberi kayu pengaman sebagai pembatas antara bagian yang aman dengan jurang kaldera. Pemandangan kaldera memancing kami kedasarnya yang kemudian membawa kami kesana.
Para traveller dari Komunitas Backpacker Jakarta (BPJ) terkenal dengan narsis foto, ada yang membawa kamera DSLR dan ada yang menggunakan smartphone serta GoPro. Bahkan agar lebih narsis Tongkat Narsis (Tongsis) tidak lupa ikut serta. Sebelum turun ke kaldera Galunggung, kami menyisiri jalan setapak yang aku perkirakan lebarnya sepuluh meter persegi antara pinggir gunung dengan jurang kaldera. Pada saat menyisir jalan setapak dimana dikanan kiri ditumbuhi ilalang yang mulai menguning karena kurangnya curahan air hujan, para traveller bernasis ria berfoto di pinggir anak tangga yang turun ke danau kaldera dan tonggak-tonggak kayu warung penduduk sekitar yang belum selesai dibangun.
[caption caption="Deskripsi : Admin BPJ trip Galunggung "YUTI" di Puncak Galunggung / Sumber Foto : Andri M"]
[caption caption="Deskripsi : Foto Backpacker Jakarta di Puncak Galunngung"]
Puncak dari sensasi trip galunggung ini ketika kami menuruni tebing kaldera dengan memutuskan melalui jalur alami dibandingkan melalui anak tangga, awalnya terlihat biasa dengan tingkat kemiringan yang masih landai, tetapi lambat laun semakin curam. Tangan-tangan saling berpegangan ketika trek yang kurang kooperatif bagi para traveller yang tidak biasa mendaki. Acap kali pergerakan manusia melambat dan candaan mulai terdengar ketika ada wanita yang meminta pertolongan traveller pria
[caption caption="Deskripsi : Jalan Setapak / Sumber Foto : Andri M"]
Suara gerombolan itu pun terdengar “Ciyeee….Ciyeee…. “ canda para traveller BPJ
Beruntungnya diriku menggunakan jaket lengan panjang, celana panjang dan sepatu trekking serta tidak lupa sarung tangan. Hantaman suhu dingin dan gesekan ilalang mampu ditahan oleh pakaian ku ini. Banyak traveller yang ikut trip ini menggunakan busana dan alas kaki yang kurang tepat untuk trekking yang berujung menyulitkan mereka sendiri. Aku hanya tersenyum simpul ketika ada wanita yang menggunakan sepatu casual dan celana pendek ketat seperti sebuah film nasional yang mengusung tema pendakian ke gunung Rinjani.
Pada saat dilereng curam berpasir yang membenamkan kaki ketika dipijak ini sebuah moment yang tidak akan terlupakan, ada sekitar tujuh orang saling berpegangan tangan menuruni lereng kaldera. Beberapa traveller memilih menggunakan jalur yang lebih aman dengan jarak yang lebih panjang dibandingkan dengan trek yang coba dilalui oleh tujuh traveller yang semuanya awalnya belum tentu berani menempuh trek curam berpasir ini. Sensasi saling berpegangan, melindungi satu sama lain dan yang terpenting tawa canda melengkapi aksi meluncur dilereng berpasir ini.
Beberapa kali Yuti berteriak “Aduuuhh, kaki gue tenggelem nih,…..”
[caption caption="Deskripsi : Trek yang harus ditempuh / Sumber Foto : Andri M"]
Tidak sia-sia diri ku harus pulang ke rumah orang tua di Pondok-Pinang untuk mengambil sepatu trekking, karena beberapa traveller merasa salah menggunakan alas kaki yang terbuka.
Ketika sampai dipermukaan kaldera yang terlihat hamparan pasir dengan dinding-dinding tebing kaldera mengelilingi kami seperti sebuah benteng alam. Pikiran ku terbawa kedalam serial TV Hercules, pemandangan ini mirip serial TV yang pernah tayang disalah satu TV swasta nasional di awal tahun 2000. Pemandangan semakin eksotik sekitar tiga ratus meter dari turunan lereng berpasir, kami menemui danau alam yang berwarna hijau toska. Entah kenapa tidak ada di otakku untuk mencoba berenang dan merasakan sensasi danau di kaldera galunggung ini, sebuah moment yang gagal ku rasakan dan akhirnya ku sesali.
[caption caption="Deskripsi : Hamparan Pasir Galunggung / Sumber Foto : Andri M"]
[caption caption="Deskripsi : Tebing Kaldera Galunggung / Sumber Foto : Andri M"]
[caption caption="Deskripsi : Danau Kaldera Galunggung / Sumber Foto : Andri M"]
[caption caption="Deskripsi : Pemandangan Kaldera dan Danau'nya di Jalur Trekking / Sumber Foto : Andri M"]
Saat kami tiba di pinggir danau, sudah ada pengunjung yang sudah terlebih dahulu menjejakkan kaki. Beberapa tenda terpasang dengan muka-muka para pendaki yang terlihat ramah menyambut kami. Bahkan salah satu pendaki yang berasal dari tasikmalaya bersedia memotret kami.
[caption caption="Deskripsi : Foto BPJ / Sumber Foto : BPJ"]
Pada saat meninggalkan dasar kaldera, kami menggunakan jalur yang berbeda yang berada di sebelah utara gunung. Diriku masih menyempatkan memotret pemandangan didasar kaldera walaupun smartphone sudah mulai low battery (Low-Bat). Jalur ini lebih aman dari jalur dimana kami turun walaupun sama-sama curam. Tanjakan yang curam membuat ku harus berhenti sejenak dan sepertinya traveller dibelakang ku juga mengerti dan merasakan, paha dan dengkul terasa pegal dan tegang ditambah dengan nafas yang kembang kempis walaupun ini bukan trek yang berat.
Perjalanan ini menyusuri puncak dan kaldera galunggung berakhir dengan menuruni anak tangga yang berjumlah 620 step. Pada saat menuruni tangga, aku bertemu dengan beberapa orang yang sedang naik ke puncak. Muka-muka mereka terlihat lelah, aku pun menyemangati “ Ayoooo semanagat, sudah dekat…..” diriku menggoda
Ternyata turun tangga itu melelahkan, 620 step anak tangga dengan terik matahari yang terasa panas di pukul sepuluh pagi membuat tenggorakan ku kering. Sesampainya di area parkir kendaraan, aku mencari warung penduduk untuk membeli teh dingin untuk menghilangkan dahaga dan gorengan untuk mengisi perut yang keroncongan. Ternyata harga yang harus dibayarkan termasuk wajar, menurut ku tidak mahal. Ada yang aneh teteh penjaga warung lakukan, dia membuat teh dingin dengan menyiapkan 3/4 gelas air panas beserta teh celup lalu kemudian diberikan es. Seduhan teh panas diberikan es ini membuat diriku anyeng-anyengan.
Wisata Galunggung merupakan lokasi wisata yang lengkap bagi para pecinta pemandangan pegunungan tanpa harus berjam-jam mendaki gunung dan mengangkat beban dipunggung. Dipuncak Galunggung kita dapat menikmati terbitnya sang surya sambil memancarkan sinar keemasannya. Merasakan berdiri didalam awan dan suhu yang dingin ciri khas berada diketinggian. Menuruni lereng gunung yang berpasir seperti Gunung Bromo dan Gunung Krakatau,. Terdapat danau didasar kaldera tanpa harus jauh-jauh ke gunung rinjani. Yang tidak akan terlupakan adalah wisata anak tangga yang menguji ketahanan kaki kita seperti makam Imogiri.
----Next “Wisata kampong Naga"----
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H