Mohon tunggu...
Rakhmasari Kurnianingtyas
Rakhmasari Kurnianingtyas Mohon Tunggu... Lainnya - Mencoba melukis cerita lewat aksara

belajar dari mendengarkan dan melihat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Batas Tipis antara Bangga dan Pamer

14 Maret 2022   17:58 Diperbarui: 17 Maret 2022   21:15 1266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pamer. (Pixabay.com/NettPix)

Belakangan ini hampir tiap hari berita di media massa dipenuhi kabar tentang beberapa orang yang disebut crazy rich.

Segala jenis berita berseliweran. Ada crazy rich sedang berlibur dengan private jet, crazy rich membeli mobil baru harga selangit yang nol nya banyak sekali, crazy rich yang sedang membangun rumah yang luasnya seperti stadion olahraga, tapi ada juga crazy rich yang sedang diperiksa penegak hukum.

Sebenarnya sejak kapan sih istilah crazy rich itu jadi tren di Indonesia?

Istilah ini muncul pertama kali tahun 2018 ketika film berjudul Crazy Rich Asians yang diperankan oleh Henry Golding ramai diperbincangkan. 

Film ini diangkat dari novel dengan judul yang sama karangan Kevin Kwan yang diterbitkan tahun 2013. Film yang bercerita tentang kehidupan orang-orang kaya Asians khususnya Singapura.

Setelah film ini banyak ditonton, mulailah bermunculan crazy rich lokal. Dari crazy rich Indonesia, sampai crazy rich antar kota antar propinsi. (kok seperti bis malam) 

Entah siapa yang memulai tapi pada kenyataanya di setiap kota di Indonesia bermunculan crazy rich-crazy rich baru yang seperti berlomba memproklamirkan diri. Membuat rakyat jelata hanya bisa ternganga-nganga... ooh ternyata banyak juga orang kaya di sekitar kita to...

Di balik sebutan mba dan mas crazy rich itu, terselip juga cerita hidup yang membawa mereka ke puncak kepuasan duniawi yang bernama materi. Dari yang semula manusia dengan harta pas-pasan, menjadi manusia tidak biasa yang tinggal tunjuk jari semua bisa dimiliki.

Lalu bahagiakah mereka dengan sebutan itu?

Bagi seseorang yang sudah bekerja keras belasan atau bahkan puluhan tahun wajar jika memiliki rasa bangga dengan pencapaian yang mereka raih. Pencapaian yang sesuai atau melebihi target di luar ekspektasi mereka. Lalu bagaimana mereka menunjukkan rasa puas mereka itu?

Diakui, dihargai adalah termasuk kebutuhan dasar manusia. Dalam teori psikologi, dikenal Hierarki Kebutuhan Maslow, mulai dari yang paling dasar kebutuhan fisiologis, rasa aman, kasih sayang, penghargaan dan paling akhir adalah aktualisasi diri.

Seseorang yang sudah tercukupi kebutuhan dasarnya akan merangkak naik untuk meraih kebutuhan selanjutnya. 

Jadi kalau di media sosial berseliweran orang-orang dengan segala macam atribut mewahnya, mungkin memang bukan untuk pamer. Tapi dia sedang bangga dengan usahanya dan ingin mendapat pengakuan dari orang bahwa dia sudah berhasil menjadi orang kaya.  

Pamer menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah menunjukkan (mendemonstrasikan) sesuatu yang dimiliki kepada orang lain dengan maksud memperlihatkan kelebihan atau keunggulan untuk menyombongkan diri.

Sedangkan memamerkan adalah mempertunjukkan dan membanggakan (kekayaan, kehebatan, dan sebagainya).

Jadi disaat seseorang mempertontonkan harta atau apapun di media sosial, maka itu adalah representasi dirinya untuk membanggakan keberhasilan. 

Ada banyak faktor lain yang membuat orang ingin menunjukkan kebanggaan dirinya melalui pamer ini. Pengalaman buruk diremehkan orang di masa lalu, bullying yang diterima karena ketidakmampuan dalam hal apapun atau tidak pernah bisa masuk ke suatu grup karena dianggap tidak pantas.

Hal-hal seperti itulah yang membuat orang menjadi seperti membabi buta untuk menunjukkan eksistensi dirinya kepada dunia melalui media sosial. Entah itu melalui rumah, mobil, baju, sepatu, tas, jam tangan dan segala aktivitas mereka yang membutuhkan modal tidak sedikit.

Bagaimana kalau kita tidak suka melihatnya? Skip saja... Selesai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun