Selama ini pelaku korupsi identik dengan orang-orang berdasi. Modusnya seperti suap, penggelapan, atau perampasan harta yang bukan haknya dan nilainya fantastis. Tapi tahukah anda, rakyat biasa pun secara tidak sadar kerap melakukan tindakan korupsi? Seperti yang sering terjadi di rangkaian Commuter Line Merak, relasi stasiun Rangkasbitung-Merak.
Kereta yang semula bernama KA Lokal Merak, acap kali menjadi tempat praktik korupsi. Korupsi yang dimaksud bukanlah seperti yang dewasa ini dilakukan oleh para tokoh penting, tetapi yang terjadi di Commuter Line Merak adalah: penumpang menempati kursi milik orang lain.
Kereta dengan jadwal keberangkatan masing-masing 7 kali dari stasiun Rangkasbitung dan Merak, memiliki 2 jenis tiket yang berbeda, yakni jenis tiket dengan kursi dan tiket tanpa kursi. Jenis tiket dengan kursi tentulah dilengkapi nomor kursi yang berbeda pada setiap tiket. Akan tetapi, penumpang yang memiliki tiket dengan kursi, tidak jarang mendapati kursi yang menjadi haknya sudah terisi. Entah oleh penumpang dengan jenis tiket yang sama, entah oleh penumpang yang memiliki tiket tanpa kursi.
Senin (11/12/2023) saya dan 6 orang teman merasa dirugikan oleh praktik korupsi seperti di atas. Saat itu kami naik dari stasiun Serang menuju Merak. Begitu kami tiba di kursi yang menjadi hak kami, betapa menyebalkannya—kursi kami sudah terisi. Hak kami dirampas oleh sebuah keluarga yang kami tidak tahu jenis tiket apa yang mereka miliki.
Sadar bahwa kursi itu milik kami, beberapa teman mencoba menegur. Tetapi usahanya sia-sia. Saya yang penasaran, mencoba menegur kembali, "Pak, punten. Ini kursi kami." Si kepala keluarga dengan santai menyaut, "emangnya gak ada kursi kosong lagi?" Saya jawab, "tetapi ini kursi kami, Pak." Dengan santainya dia berujar, "duduk di situ dulu, saya turun di Cilegon." Sambil menunjuk kursi kosong di sebelahnya. Bisa dibayangkan betapa menyebalkannya bapak dengan dua orang anak itu.
Kami yang tidak mau ada drama, manut pada si bapak. Namun, yang menjadi masalah adalah: kami duduk di tempat yang bukan menjadi hak kami. Berdosakah kami? Atau si bapak yang akan menanggung dosa kami?
Fenomena seperti di atas tidaklah terjadi sekali-dua kali. Kasus semacam ini sering terjadi dan dianggap normal oleh oknum penumpang yang tidak bertanggung jawab.
Saya ingat ketika tahun lalu menumpang kereta yang sama. Saat itu saya mengalami hal serupa dengan yang terjadi baru-baru ini. Saya diperintahkan untuk duduk di sembarang kursi kosong. Akan tetapi, saat itu apesnya saya ditegur oleh petugas karena duduk di kursi yang bukan menjadi hak saya.
Menjadi korban dalam kasus seperti ini memanglah menyebalkan. Vita, salah satu teman yang sering menggunakan layanan Commuter Line Merak mengaku kesal karena untuk pertama kalinya mengalami kejadian semacam ini. "Kesal lah, ngebuat bete. Walaupun beliau (si bapak pelaku) lebih tua, tapi kan karena sistem KA harus beli tiket dulu, jadi beda dari KRL yang sistemnya harus ngalah sama yang lebih tua. Kecuali kalau beliau ngomong (izin untuk menggunakan kursi) baik-baik." Kata Vita saat dihubungi melalui WhatsApp.
Berbeda dengan Vita, Rizki dan seorang teman yang tidak ingin disebutkan namanya mengaku sudah sering mengalami kejadian kursi diambil orang. Tetapi selama ini, penumpang yang mengambil kursi mereka langsung sadar dan mencari kursi kosong lain ketika ditegur. "Pernah (mengalami kursi diambil orang), tapi orangnya masih bilang 'maaf'. Beda dengan yang kemarin (11/12/2023/)." Kata teman yang tidak ingin disebutkan namanya.