Artinya: "jangan kalian menjual satu dinar dengan dua dinar, jangan pula menjual satu dirham dengan dua dirham, dan jangan pula satu sha' dengan dua sha'."(HR. Ahmad)Â
sehingga dalam hadis diatas emas diangap sebagai takaran atau timbangan dalam jenis yang sama karena terwujudnya sebab. Menurut jumhur ulama, bahwa emas dan perak memiliki kesamaan illat, sedangkan kurma, gandum, sya'ir, dan garam juga memiliki illat tersendiri.
Berbeda hal nya dengan pendapat yang kemukakan oleh Ibnu Taimiyah (w: 728 H) dan Ibnu Qayyim (w: 751 H) berpendapat dibolehkan jual beli emas yang sudah diolah (al-musawwag) dengan angsuran.
Ibnu Taimiyah Mengatakan:
Artinya: "Boleh melakukan jual-beli emas dan perak yang sudah diolah dengan semisalnya (emas/perak), tanpa adanya syarat kesamaan (tamatsul), kelebihan tersebut sebagai upah pembuatan, tidak ada beda apakah jual-beli tersebut kontan ataupun secara kredit selama emas (olahan) tersebut tidak dimaksudkan sebagai alat tukar"
Adapun Ibnu Qayyim menyatakan:
Artinya: "Jelas bahwa perhiasan yang diperbolehkan dan dibuat dengan cara yang diperbolehkan juga, termasuk seperti baju dan barang, bukan sebagai alat-tukar. Maka dari itu, tidak diwajibkan pada perhiasan zakat, dan tidak terjadi riba antara perhiasan dan alat-tukar, sebagaimana tidak terjadi riba antara alat-tukar dan harta benda"
Kesimpulan dari pendapat Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim bahwa dalil memperbolehkan jual beli perhiasan dengan tidak tunai yaitu sudah hilangnya 'illat hukum pada emsa sebagai alat tukar (stamaniyah) yang saat ini menjadikanya hanya sebagai komoditas biasa (sil'ah), hal ini sesuai dengan kaidah ushul: "Hukum berputar (berlaku) bersama ada atau tidak adanya 'illat."
Dapat dilihat dalam fatwa DSN-MUI No. 77 Tahun 2010 menggunakan pendapat dari Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim menjadikan sebagai salah satu dasar dalam merumuskan fatwa tersebut, bahkan memperluas cakupannya kedua pendapat ulama diatas dengan memperbolehkan angsuran emas dalam bentuk Batangan.
Secara keseluruhan pendapat para ulama tentang jual belie mas tidak tunai berpendapat haram. Hal ini merupakan pendapat para mayoritas para ulama dengan argument bahwa uang kertas dan emas merupakan alat tukar (stamaniyah) sedangkan alat tukar tidak boleh ditransaksikan kecuali secara tunai. Ini merujuk kepada pendapat hadits 'Ubadah bin al_Shamit bahwa Nabi SAW pernah bersabda "Jika jenis (harta ribawi) ini berbeda, maka jualbelikanlah sesuai kehendakmu apabila dilakukan secara tunai."
Meskipun para ulama memberikan argumen yang bervariasi pada pandangan tersebut, hanya saja argumen yang menjadi landasan paling utama yang dugunakan DSN-MUI adalah pendapat yang dikemukakan oleh Syeikh al-Islam Ibnu Taymiyah dan Ibnul Qayyim mengenai kebolehan jual beli perhiasan (terbuat emas) dengan emas, dengan pembayaran tangguh. Mengenai hal ini Ibnu Taymiyyah menyatakan dalam kitab al-Ikhtiyarat ''Boleh melakukan jual beli perhiasan dari emas dan perak dengan jenisnya tanpa syarat harus sama kadarnya (tamatsul), dan kelebihannya dijadikan sebagai kompensasi atas jasa pembuatan perhiasan, baik jual beli itu dengan pembayaran tunai maupun dengan pembayaran tangguh, selama perhiasan tersebut tidak dimaksudkan sebagai harga (uang).