Akhir-akhir ini, Indonesia diramaikan dengan nama salah satu pemuka agama, Miftah Maulana Habiburrahman yang sering dikenal dengan Gus Miftah. Hal ini merupakan dampak dari sebuah cuplikan video yang viral di Internet pada Selasa, 3 Desember 2024. Potongan video menampakkan Gus Miftah yang sedang mengisi acara di sebuah kajian. Kajian itu dimanfaatkan olah seorang pedagang es teh untuk berjualan. Namun, siapa sangka hari itu sebuah titik kebalikan bagi keduanya?Â
Titik kemalangan menghampiri Gus Miftah yang tampak merendahkan penjual tersebut dengan kata-kata yang tidak pantas. Hal ini menjadi sebuah tanda tanya bagi masyarakat Indonesia. Apalagi Gus Miftah merupakan bagian dari staff utusan khusus presiden bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan. Penyematan kata keagamaan dan kehadirannya sebagai tokoh agama membuat masyarakat geram dengan perilaku seperti itu.
Selain Gus Miftah, masyarakat Indonesia juga mengecam para pemuka agama yang saat itu berada di tempat. Dalam video, para pemuka agama tersebut hanya tertawa dengan candaan yang dilontarkan Gus Miftah. Perilaku yang tidak pantas lagi-lagi membuat masyarakat menanyakan moral dan adab dari para pemuka agama tersebut. Bagaimana orang-orang yang paham agama tidak mengerti agama itu sendiri?
Berbanding terbalik, pedagang es teh mendapatkan sebuah titik keberuntungan melalui potongan video yang viral tersebut. Pedagang es teh mendapatkan berbagai bantuan dari segala pihak yang bersimpati kepadanya. Masyarakat menilai bahwa berbagai pekerjaan tak perlu dikotak-kotakkan sesuai penghasilan dan lain sebagainya. Pekerjaan tersebut asal halal dan sesuai dengan syariat yang berlaku. Lalu, pedagang es teh tidak terlalu mengganggu kajian tersebut. Hal ini karena biasanya dalam kajian banyak pedagang yang melakukan kegiatan jual-beli saat kajian berlangsung.
Fenomena cacat adab yang dilakukan oleh para pemuka agama merupakan celah kajian semiotika. Semiotika merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari tanda dan makna. Pierce mengonsepkan triadik dalam proses semiosis. Triadik ini terdiri dari tanda (representamen), objek, dan interpetan. Perkataan Gus Miftah dapat dijadikan sebuah tanda karena perkataan tersebut merupakan hasil dari pikiran Gus Miftah. Pedagang Es teh merupakan objek karena perwakilan dari tanda. Pemahaman publik dapat dijadikan sebuah interpetan karena muncul sebagai sebuah interpretasi antara hubungan tanda dan objek.
Perkataan Gus Miftah diambil dari sebuah potongan video yang viral. Gus Miftah tanpa pikir panjang melontarkan kata-kata yang selanjutnya akan menjegal karirnya. "Es tehmu jik okeh ra? Masih, yo kono didodol, goblok! (Es tehmu masih banyak atau tidak? Masih, ya sana dijual, goblok!)," ucap Gus Miftah. Setelah perkataan tersebut para jemaah dan pemuka agama tertawa. Hal ini menandakan adanya pemikiran dari Gus Miftah dan pemuka agama yang ikut merendahkan si pedagang es teh.
Pedagang es teh yang menjadi objek perkataan dan tertawaan merupakan korban pelabelan yang dilakukan oleh masyarakat. Pelabelan tersebut terkait pekerjaan yang dianggap rendah karena pendapatan yang dianggap tidak setara dengan kebutuhan sehari-hari. Selain itu, jualan barang yang diremehkan serta pengunaan alat yang sederhana, misalnya baki dan gelas plastik juga menjadi faktor pelabelan. Lalu, pekerjaan tersebut tidak fokus di satu tempat. Maksudnya, pedagang es teh menyusuri jalanan agar barang yang dijual laku. Tidak hanya duduk di gedung-gedung pencakar langit. Dengan demikian, pelabelan ditunjukkan untuk pekerjaan yang rendah sehingga Gus Miftah serta para pemuka agama lainnya tertawa dengan terbahak-bahak.
Berdasarkan teori semiotik Pierce, interpretan diambil dari hubungan tanda dan objek. Dalam fenomena ini, masyarakat menjadi interperetan. Sejauh ini, respon masyarakat Indonesia terbagi menjadi dua, positif dan negatif.
Potongan video yang naik dengan cepat memancing respon negatif dari masyarakat. Sekali lagi, bagimana seorang tokoh agama dan pemuka agama lainnya bersikap seperti itu? Bukannya dalam agama diajarkan untuk saling menghargai? Penggunaan kata "Goblok" secara tidak langsung mengartikan bahwa Gus Miftah merendahkan pedagang es teh. Saling menghargai merupakan etika dasar yang harus dianut oleh semua orang. Masyarakat cukup geram dengan tingkah laku Gus Miftah. Apalagi pedagang es teh hanya menjualkan dagangannya demi sepeser uang. Masyarakat banyak yang berandai, "Bagaimana jika yang ada diposisi pedagang es teh tersebut adalah ayah kita?"
Selain itu, Gus Miftah sebagai salah satu pendakwah tersohor mencoreng nama baik pendakwah lainnya. Hal ini karena turunnya kepercayaan masyarakat terhadap para pendakwah. Melalui fenomena ini, masyarakat juga banyak yang mempertanyakan para pendakwah dengan cara penyampaian seperti Gus Miftah. Masyarakat juga mengeluhkan banyaknya pendakwah yang memang kurang pantas untuk menyebarkan agama sesuai syariatnya.
Namun, tak sedikit pula yang membela sikap Gus Miftah dan pemuka agama lainnya. Kelompok pembela ini menekankan bahwa hal tersebut hanyalah sekedar lelucon. Selain itu, perkataan Gus Miftah adalah salah satu cara untuk menaikkan derajat pedagang es teh. Buktinya, pedagang es teh itu kini mendapat banyak bantuan. Lalu, kelompok tersebut juga menekankan bahwa ini cara Gus Miftah menyampaikan dakwahnya. Hal ini didukung dengan sebuah potongan video yang ikut viral perihal Gus Miftah yang juga mengejek bentuk fisik Yati yang dikenal dengan Yati Pesek.