Mohon tunggu...
rajwa salsabila
rajwa salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa bahasa dan sastra yang sedang belajar mendalami peminatannya

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Gus Miftah dengan Kata-Kata

18 Desember 2024   14:21 Diperbarui: 18 Desember 2024   14:25 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Akhir-akhir ini, Indonesia diramaikan dengan nama salah satu pemuka agama, Miftah Maulana Habiburrahman yang sering dikenal dengan Gus Miftah. Hal ini merupakan dampak dari sebuah cuplikan video yang viral di Internet pada Selasa, 3 Desember 2024. Potongan video menampakkan Gus Miftah yang sedang mengisi acara di sebuah kajian. Kajian itu dimanfaatkan olah seorang pedagang es teh untuk berjualan. Namun, siapa sangka hari itu sebuah titik kebalikan bagi keduanya? 

Titik kemalangan menghampiri Gus Miftah yang tampak merendahkan penjual tersebut dengan kata-kata yang tidak pantas. Hal ini menjadi sebuah tanda tanya bagi masyarakat Indonesia. Apalagi Gus Miftah merupakan bagian dari staff utusan khusus presiden bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan. Penyematan kata keagamaan dan kehadirannya sebagai tokoh agama membuat masyarakat geram dengan perilaku seperti itu.

Selain Gus Miftah, masyarakat Indonesia juga mengecam para pemuka agama yang saat itu berada di tempat. Dalam video, para pemuka agama tersebut hanya tertawa dengan candaan yang dilontarkan Gus Miftah. Perilaku yang tidak pantas lagi-lagi membuat masyarakat menanyakan moral dan adab dari para pemuka agama tersebut. Bagaimana orang-orang yang paham agama tidak mengerti agama itu sendiri?

Berbanding terbalik, pedagang es teh mendapatkan sebuah titik keberuntungan melalui potongan video yang viral tersebut. Pedagang es teh mendapatkan berbagai bantuan dari segala pihak yang bersimpati kepadanya. Masyarakat menilai bahwa berbagai pekerjaan tak perlu dikotak-kotakkan sesuai penghasilan dan lain sebagainya. Pekerjaan tersebut asal halal dan sesuai dengan syariat yang berlaku. Lalu, pedagang es teh tidak terlalu mengganggu kajian tersebut. Hal ini karena biasanya dalam kajian banyak pedagang yang melakukan kegiatan jual-beli saat kajian berlangsung.

Fenomena cacat adab yang dilakukan oleh para pemuka agama merupakan celah kajian semiotika. Semiotika merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari tanda dan makna. Pierce mengonsepkan triadik dalam proses semiosis. Triadik ini terdiri dari tanda (representamen), objek, dan interpetan. Perkataan Gus Miftah dapat dijadikan sebuah tanda karena perkataan tersebut merupakan hasil dari pikiran Gus Miftah. Pedagang Es teh merupakan objek karena perwakilan dari tanda. Pemahaman publik dapat dijadikan sebuah interpetan karena muncul sebagai sebuah interpretasi antara hubungan tanda dan objek.

Perkataan Gus Miftah diambil dari sebuah potongan video yang viral. Gus Miftah tanpa pikir panjang melontarkan kata-kata yang selanjutnya akan menjegal karirnya. "Es tehmu jik okeh ra? Masih, yo kono didodol, goblok! (Es tehmu masih banyak atau tidak? Masih, ya sana dijual, goblok!)," ucap Gus Miftah. Setelah perkataan tersebut para jemaah dan pemuka agama tertawa. Hal ini menandakan adanya pemikiran dari Gus Miftah dan pemuka agama yang ikut merendahkan si pedagang es teh.

Pedagang es teh yang menjadi objek perkataan dan tertawaan merupakan korban pelabelan yang dilakukan oleh masyarakat. Pelabelan tersebut terkait pekerjaan yang dianggap rendah karena pendapatan yang dianggap tidak setara dengan kebutuhan sehari-hari. Selain itu, jualan barang yang diremehkan serta pengunaan alat yang sederhana, misalnya baki dan gelas plastik juga menjadi faktor pelabelan. Lalu, pekerjaan tersebut tidak fokus di satu tempat. Maksudnya, pedagang es teh menyusuri jalanan agar barang yang dijual laku. Tidak hanya duduk di gedung-gedung pencakar langit. Dengan demikian, pelabelan ditunjukkan untuk pekerjaan yang rendah sehingga Gus Miftah serta para pemuka agama lainnya tertawa dengan terbahak-bahak.

Berdasarkan teori semiotik Pierce, interpretan diambil dari hubungan tanda dan objek. Dalam fenomena ini, masyarakat menjadi interperetan. Sejauh ini, respon masyarakat Indonesia terbagi menjadi dua, positif dan negatif.

Potongan video yang naik dengan cepat memancing respon negatif dari masyarakat. Sekali lagi, bagimana seorang tokoh agama dan pemuka agama lainnya bersikap seperti itu? Bukannya dalam agama diajarkan untuk saling menghargai? Penggunaan kata "Goblok" secara tidak langsung mengartikan bahwa Gus Miftah merendahkan pedagang es teh. Saling menghargai merupakan etika dasar yang harus dianut oleh semua orang. Masyarakat cukup geram dengan tingkah laku Gus Miftah. Apalagi pedagang es teh hanya menjualkan dagangannya demi sepeser uang. Masyarakat banyak yang berandai, "Bagaimana jika yang ada diposisi pedagang es teh tersebut adalah ayah kita?"

Selain itu, Gus Miftah sebagai salah satu pendakwah tersohor mencoreng nama baik pendakwah lainnya. Hal ini karena turunnya kepercayaan masyarakat terhadap para pendakwah. Melalui fenomena ini, masyarakat juga banyak yang mempertanyakan para pendakwah dengan cara penyampaian seperti Gus Miftah. Masyarakat juga mengeluhkan banyaknya pendakwah yang memang kurang pantas untuk menyebarkan agama sesuai syariatnya.

Namun, tak sedikit pula yang membela sikap Gus Miftah dan pemuka agama lainnya. Kelompok pembela ini menekankan bahwa hal tersebut hanyalah sekedar lelucon. Selain itu, perkataan Gus Miftah adalah salah satu cara untuk menaikkan derajat pedagang es teh. Buktinya, pedagang es teh itu kini mendapat banyak bantuan. Lalu, kelompok tersebut juga menekankan bahwa ini cara Gus Miftah menyampaikan dakwahnya. Hal ini didukung dengan sebuah potongan video yang ikut viral perihal Gus Miftah yang juga mengejek bentuk fisik Yati yang dikenal dengan Yati Pesek.

Yati pesek merupakan seorang seniman srimulat. Sebuah potongan video lawas menampakkan Gus Miftah dan Yeti Pesek dalam sebuah acara kesenian. Dilansir dari Kompas, video tersebut diambil pada tahun 2022. Yati Pesek saat itu diundang sebagai penyanyi, tetapi tidak mendapatkan bayaran sepserpun. Yeti Pesek hanya ingin mempertahankan dan mengembangkan kesenian tersebut. Gus Miftah ternyata turut diundang dalam acara tersebut. Namun, perkataan Gus Miftah yang kurang mengenakkan menjadi ladang hujatan kembali masyarakat.

"Kulo niki bersyukur Bude Yati elek. Nek ayu dadi lonte, to?" (Saya ini bersyukur Bude Yati jelek. Kalau cantik jadi pelacur, kan?), ucapan tersebut dilontarkan oleh Gus Miftah dengan ekspresi tersenyum. Perkataan itu kembali menjadi tanda dari pemikiran Gus Miftah. Seperti kebiasaan, Gus Miftah merendahkan seseorang untuk sebuah lelucon atau apapun itu. Kali ini, objek perendahan dengan menggunakan perempuan.

Raut Yeti Pesek menjadi objek karena mewakilkan tanda. Raut Yeti Pesek tampak terkejut dan terdiam sejenak. Yeti Pesek sangat tidak menduga kata-kata tidak pantas itu keluar terutama dengan mengatakan dia jelek dan pelacur. Berdasarkan pelabelan 'standar kecantikan' di Indonesia, Yeti Pesek memang bukan berada di puncak tertinggi label tersebut. Namun, tak seharusnya seseorang mengatakan secara gamblang di depan banyak orang perihal 'kecantikan' yang dimiliki seseorang. Bahkan, dunia etika mengaharuskan sebuah kritik disampaikan secara pribadi.

Selain itu, pelabelan komedi juga melekat dengan Yeti Pesek. Banyak yang mengira, seorang komedian tidak memiliki hati. Hal ini karena lelucon-lelucon yang mengandung kekurangan seseorang yang seharusnya tidak dijadikan materi lelucon tanpa seizin yang terkait. Para komedian dianggap memiliki pembawaan yang santai sehingga tidak terkecoh dengan pelabelan tersebut.

Potongan video Yeti Pesek dan Gus Miftah tuai komentar negatif dari masyarakat Indonesia. Pasalnya, potongan video ini naik karena adanya kontroversi Gus Miftah tentang perkataannya sebelumnya. Hal ini membuat geram masyarakat. Gus Miftah secara tidak langsung melakukan pelecehan seksual terhadap artis senior, Yeti Pesek.

Selain masyarakat, sejumlah tokoh agama menyoroti kasus yang menimpa Gus Miftah ini. Salah satunya, pemuka agama ustad Felix Siaw. Dalam video yang diupload melalui akun youtubenya dengan durasi sekitar 20 menit, ustadz Felix menyampaikan pendapatnya secara objektif. Penggunaan kata yang digunakan oleh Gus Miftah memang tidak dapat dibenarkan. Seharusnya, Gus Miftah dapat membedakan penggunaan bahasa dalam situasi tertentu. Misalnya, penggunaan bahasa ketika dalam kajian, berbeda dengan penggunaan bahasa ketika berbicara dengan teman. Selain itu, ustad Felix juga mengkritisi penggunaan bahasa "jangan mau dibodohi oleh agama". Padahal, agama itu mencerdaskan, justru manusialah yang membodohi orang. Hal ini dibuktikan dengan penggunaan bahasa "jahiliyah" pada masa sebelum datangnya Islam. Islam mengajak para pemeluknya untuk selalu berpikir kritis dalam setiap hal apapun yang ada dan terjadi dalam kehidupan. Lalu, ustadz Felix mengajak masyarakat untuk berpikir konstruktif, "Jika tidak menyukai seseorang dalam mersepon sesuatu, yaudah ditinggalkan aja. Kita tidak perlu menghujat dan melakukan hal yang sama."

Dalam video yang sama, ustad Felix juga menyampaikan kekhawatirannya perihal pedagang es teh. Setelah naiknya potongan video, berbagai pihak memberikan bantuan mulai dari sejumlah uang hingga naik umroh. Kekhawatiran terhadap mental meminta ditakutkan menjadi permasalahan baru di masa selanjutnya, "Saya lebih miskin dari pedagang es teh itu seharusnya saya yang lebih berhak mendapatkannya". Hal ini karena benang merah permaslahan Gus Miftah diawali dengan anggapan pedagang yang berjualan apapun pasti diborong sama Gus Miftah karena kebiasaannya yang suka memborong dagangan orang lain. Memang, ajaran islam mengingatkan untuk selalu berbagi kepada yang membutuhkan. Namun, perlu diingat bahwa tangan yang berada diatas lebih baik daripada tangan yang dibawah. Artinya, orang yang memiliki kelebihan ekonomi sangat bagus memberi bagi yang membutuhkan, tapi orang yang kekurangan ekonomi juga tidak perlu meminta-minta.

Selain ustad Felix, KH Ahmad Fahrurrozi (Gus Fahrur), Ketua Pengurus Besar Nadhlatul Ulama Bidang Keagamaan turut memberikan pendapat. Dilansir dalam NU online Jateng, Gus Fahrur menyampaikan untuk menggunakan bahasa yang santun ketika ceramah. Lalu, penggunaan bahasa juga perlu dipertimbangkan melalui konteks para jamaah yang hadir. Kejadian ini dapat dijadikan sebuah pelajaran. Menurutnya, seorang penceramah harus mampu memahami situasi dan kondisi audisens. Tak lupa, Gus Fahrur juga mengingatkan masyarakat untuk bersikap bijak dalam menanggapi peristiwa yang terjadi, baik hari ini atau kedepannya.

Jejak karir yang sudah sedemikian rupa dibangun, runtuh dalam sekejap. Hujatan demi hujatan masih terus mengalir. Potongan-potongan video lawas tentang penggunaan bahasa yang tidak pantas dalam sebuah forum juga ikut naik. Bisa jadi, ini adalah akhir dari karir Gus Miftah, tapi bisa juga tidak. Mungkin, ini sebuah pengingat juga dari yang Maha Kuasa untuk lebih memanusiakan manusia dengan menggunakan bahasa yang pantas dalam menyebarkan agama-Nya. Perlu diingat juga, ucapan merupakan gambaran dari pikiran. Pemilihan bahasa yang digunakan, itu juga menjadi citra diri yang melekat dalam benak orang-orang. Dengan permohonan sedalam-dalamnya, bijaklah dalam berbahasa dan berucap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun