Pada malam terakhir di kota itu, Gabriel melihat Ibu dan Ayahnya sedang berbicara di teras, dengan pemandangan langit malam yang begitu indah. Ayahnya baru saja bergabung setelah menyelesaikan pekerjaannya.
"Gabriel," kata Pak Pratama dengan senyum, "Kami menunggu kamu menikmati liburan ini, tapi ingatlah, kebersamaan kita adalah hadiah yang tidak bisa dibeli. Apa yang kita miliki, kasih sayang yang kita bagi, itu yang akan tetap ada meski dunia berubah."
Gabriel mendekat, merasakan pelukan hangat dari Ayah dan Ibu. Saat itu, ia mengerti betul makna yang diajarkan oleh orang tuanya. Kekayaan bukanlah tentang materi yang mereka miliki, tetapi tentang ikatan yang tak ternilai dalam keluarga mereka.
Bertahun-tahun berlalu. Gabriel tumbuh menjadi seorang pemuda yang bijak dan sukses, mengikuti jejak ayahnya di dunia bisnis. Ruby, yang kini sudah remaja, juga tumbuh dengan pemahaman yang sama tentang pentingnya keluarga. Meski keduanya sudah mulai sibuk dengan pekerjaan dan kehidupan masing-masing, mereka selalu menyempatkan diri untuk kembali ke rumah orang tua mereka, tempat di mana semua kenangan indah tentang cinta keluarga dimulai.
Pada suatu malam di ruang keluarga yang sama, saat mereka duduk bersama di sekitar meja makan, Pak Pratama dan Bu Liora menatap kedua anak mereka dengan penuh cinta.
"Ayah dan Ibu tidak pernah menginginkan kalian menjadi orang yang paling kaya di dunia, tapi kami ingin kalian menjadi orang yang paling bahagia dengan kepedulian dan cinta yang kekal di dalam keluarga ini," kata Pak Pratama dengan penuh kasih sayang.
Gabriel dan Ruby saling memandang, kemudian tersenyum. Mereka tahu, cinta keluarga ini adalah kekayaan yang tak ternilai harganya, yang akan selalu ada, tak peduli seberapa banyak waktu berlalu. Dan itu, adalah cinta yang kekal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H