Pagi-pagi sekali saya harus sudah bersiap. Selepas mandi dan salat Subuh, saya ambil pakaian yang menggantung di belakang pintu kamar. Ya, setiap kali bepergian, pakaian yang akan dipakai sudah saya siapkan. Biar nggak bingung lagi mencari-cari pakaian.
Setelahnya, saya pakai sepatu dan ambil tas travel yang juga sudah saya siapkan sedari malam sebelumnya. Kemudian pamit kepada orang tua, dan menunggu angkot berwarna pink yang akan membawa saya ke Stasiun Sukabumi.
Saya harus tiba di Stasiun Sukabumi sebelum pukul 05:45 WIB, karena itu adalah keberangkatan pertama kereta lokal Sukabumi menuju Bandung.
Suasana di Stasiun Sukabumi sudah ramai, tumpah ruah oleh warga yang akan melakukan perjalanan. Entah itu menuju Bogor ataupun Bandung. Ditambah lagi dengan aktivitas jual beli di pasar yang memang lokasinya berdekatan dengan Stasiun Sukabumi.
Perjalanan KA Lokal Sukabumi-Bandung
Semenjak tarif tiket bus yang terus mengalami kenaikan dalam 4 tahun terakhir, dan kini harganya Rp50.000 per sekali jalan, saya memutuskan untuk menggunakan moda transportasi yang lain. Dan tidak ada pilihan lain selain kereta lokal Sukabumi-Bandung yang hanya melayani perjalanan sebanyak 3 kali per hari.
Tiketnya saya beli di aplikasi Access by KAI seharga 5 ribu rupiah saja. Sangat murah bukan? Dan jika ditinjau dari sisi pengeluaran, tentu akan terjadi penghematan biaya yang luar biasa besar jika dibandingkan dengan bus.
Tapi tidak semulus itu kawan-kawan. Saat ini perjalanan kereta lokal Sukabumi-Bandung barulah sampai di Stasiun Cipatat (Kab. Bandung Barat).
Dari Stasiun Sukabumi akan melewati Stasiun Gandasoli, Stasiun Cireungas (Kab. Sukabumi), Stasiun Lampegan, Stasiun Cibeber, Stasiun Cianjur, Stasiun Ciranjang, Stasiun Cipeuyeum (Kab. Cianjur), kemudian tiba di tujuan akhir di Stasiun Cipatat.
Dengan harga yang murah, tentu saya sangat memaklumi kelakuan penumpang yang berisik sepanjang perjalanan. Bahkan, sempat perjalanan diramaikan oleh solawatan ibu-ibu majlis taklim yang naik di stasiun Cireungas menuju Cianjur.
Tapi yang tidak bisa saya maklumi adalah soal penumpang yang tidak duduk sesuai nomor kursi.Â
KA Lokal Sukabumi-Bandung ini melayani 150% kapasitas penumpang dari jumlah kursi. Tentunya berefek pada adanya penumpang yang berdiri. Tapi nampaknya soal nomor kursi ini menjadi hal yang diabaikan. Protes ke petugas pun, nampaknya petugas kewalahan menangani penumpang seperti ini.
Hingga akhirnya per 13 Juni 2024, kebijakan nomor kursi dihapuskan. Penumpang bisa bebas duduk di mana saja. Tapi kebijakan ini malah mengakibatkan penumpang semakin terburu-buru pengin masuk ke gerbong, bahkan sebelum penumpang yang di dalam turun semua.
Mereka mengabaikan antrean dan keselamatan diri sendiri dan orang lain. Uh,,,  Â
Kebijakan @KAI121 yg menghilangkan no kursi untuk KA Lokal Siliwangi (Sukabumi - Cipatat) malah jadi lebih nggak kondusif.
Penumpang desak2an buru2 masuk ke kereta. Senggol2an.
Cipatat aja yg lebih kecil stasiunnya lebih rapi min pengaturannya. https://t.co/sSDcLvJUR6--- IG: RAJALUBIS_ (@rajalubis_) July 6, 2024
Tapi saya bisa apa. Demi penghematan luar biasa, saya harus rela mengorbankan kenyamanan. Untunglah, semua ketidaknyamanan ini berakhir di Stasiun Cianjur. Kebanyakan penumpang dari Sukabumi turun di Cianjur, sekadar bermain atau berburu kuliner. Apalagi harga tiketnya hanya 3 ribu rupiah saja.
Dari Cianjur menuju Cipatat, suasana gerbong kereta mendadak lengang.
Lalu setelah turun di Cipatat, bagaimana akses menuju kota Bandung?Â
Saya pernah mencoba berbagai alternatif dan kombinasi moda transportasi.
Pertama, saya naik angkot kuning yang sudah standby di area parkiran Stasiun Cipatat. Tujuan angkot ini adalah Stasiun Padalarang. Tarifnya Rp12.000,-. Tapi beberapa kali, tarif dinaikkan semau mereka hingga Rp17.000,-, terlebih ketika jalan nasional Cipatat-Padalarang terkena macet. Angkot akan berputar melewati hutan yang akan tembus dari arah Purwakarta.
Dari Stasiun Padalarang, saya naik Commuter Line Bandung Raya dengan harga Rp5.000,-. Bisa turun di stasiun mana saja yang terdekat dengan tempat tinggal. Dan saya biasa turun di Stasiun Bandung atau Kiaracondong.
Jadi dengan cara pertama, saya menghabiskan biaya sebesar minimal Rp22.000,-, hemat 56% dibanding menggunakan bus.
Cara kedua, saya masih naik angkot kuning sampai Stasiun Padalarang. Tapi dari Padalarang saya tidak menaiki Commuter Line, melainkan naik Trans Metro Pasundan 2DÂ jurusan Kota Baru Parahyangan-Alun-Alun Bandung.Â
Bus ini berhenti di pemberhentian kereta lokal Stasiun Padalarang. Harga tiketnya sebesar Rp4.900,- yang bisa dibayar menggunakan e-money atau QRIS.Â
Dengan cara kedua, saya menghabiskan biaya sebesar minimal Rp21.900,-, hemat 56,2% dibanding menggunakan bus.
Cara ketiga adalah dengan menaiki bus jurusan Sukabumi-Bandung yang bisa kita tunggu di pinggir jalan raya Cipatat.Â
Dari stasiun Cipatat, saya harus berjalan kaki sekitar 400 meter menuju jalan raya utama. Patokannya adalah minimarket merah. Tunggu saja di situ sampai bus melintas. Tiketnya sebesar Rp12.000,- dengan tujuan akhir di Terminal Leuwipanjang, Kota Bandung.
Dengan cara ketiga, saya menghabiskan biaya sebesar Rp17.000,-, hemat 66% dibanding menggunakan bus.
Tentunya, ketiga cara ini punya risiko soal waktu tempuh. Dengan harga lebih murah, dan naik turun beberapa angkutan, ya akan mengakibatkan waktu tempuh lebih lama.
Harapan untuk Mendidiek
Saya apresiasi Kompasiana menyediakan wadah Topik Pilihan Kolaborasi bersama Didiek Hartantyo, Direktur Utama KAI. Jadinya unek-unek, harapan, ataupun pengalaman berkereta memungkinkan bisa dibaca langsung oleh pemimpin tertinggi. Yang sebelumnya, mungkin biasa saya lakukan lewat 'misuh-misuh' di medsos, hehe.
Harapan saya sederhana, di tengah kemajuan KAI dengan berbagai inovasinya, masih ada sebagian masyarakat yang tidak bisa menikmatinya. Ketika KAI melakukan promo besar-besaran dengan menggandeng influencer untuk mencoba KA Wisata menuju Sukabumi, masyarakat lokalnya sama sekali tidak bisa menikmati itu, misalnya.Â
Di luar itu, saya berharap KAI mempertimbangkan dan mempercepat reaktivasi jalur Sukabumi-Bandung hingga sampai ke Stasiun Padalarang. Sehingga masyarakat tidak perlu lagi naik turun di Stasiun Cipatat ketika akan menuju Bandung. Dan ini akan sangat berpengaruh terhadap efektivitas waktu tempuh yang juga akan berdampak pada produktivitas masyarakat.
Mungkin hanya itu saja yang bisa saya sampaikan. Terima kasih atas atensinya, dan mohon maaf apabila ada penyampaian yang kurang berkenan.
Sukses selalu KAI!
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI