Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Review "Tebusan Dosa", Upaya Manusia Berdamai dengan Rasa Kehilangan

17 Oktober 2024   17:20 Diperbarui: 20 Oktober 2024   13:19 878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Still photo karakter Uti Yah/doc. Palari Films

Saya percaya tidak ada manusia yang siap dengan kehilangan. Tapi di sisi lain, manusia harus menerima kenyataan bahwa kehilangan akan mendera siapa saja. Karena bagaimanapun juga, apapun yang terjadi dalam hidup manusia, semua hanya tentang meninggalkan dan yang ditinggalkan.

Pun juga dengan Wening (diperankan Happy Salma), seorang ibu yang mengalami kejadian tragis. Ia kehilangan Nirmala, anak perempuannya yang berusia 11 tahun, dalam kecelakaan motor. Saat itu Wening yang mengemudikan motor dengan membonceng Nirmala dan Uti Yah, ibunda Wening.

Kecelakaan tersebut mengakibatkan Uti Yah meninggal dunia, sementara Nirmala masih dalam pencarian. Meskipun sudah melibatkan Tim SAR, Nirmala tidak bisa ditemukan. Diduga kuat Nirmala sudah meninggal karena terseret arus sungai yang deras.

Tapi bagi Wening, selama ia belum bisa melihat jasad Nirmala, ia berkeyakinan bahwa Nirmala masih hidup.

Berjalan dari dua perspektif utama

Cerita Wening dan Nirmala bisa disaksikan dalam film terbaru Palari Films, Tebusan Dosa. 

Diklaim sebagai film misteri-horor pertama Palari, Tebusan Dosa mempercayakan penyutradaraan pada Yosep Anggi Noen yang dikenal dengan gayanya yang khas. Sebagaimana tercermin dalam karya sebelumnya seperti Istirahatlah Kata-Kata, The Science of Fiction, dan 24 Jam Bersama Gaspar.

Anggi Noen pun bertindak sebagai penulis naskah yang berduet dengan penulis skenario laris, Alim Sudio.

Di atas kertas, kolaborasi triangle system (produser-sutradara-penulis naskah) yang dimiliki Tebusan Dosa, harusnya bisa menjadi suguhan yang menjanjikan. Tapi apakah filmnya berjalan sebagaimana yang saya harapkan?

Film harusnya bisa memilih dan memaksimalkan satu perspektif saja/doc. Palari Films
Film harusnya bisa memilih dan memaksimalkan satu perspektif saja/doc. Palari Films

Selain Wening yang menjadi protagonis utama, Tebusan Dosa juga punya protagonis lainnya yang juga jadi pemegang perspektif cerita. Dia adalah Tirta (diperankan Putri Marino), seorang kreator podcast misteri yang tertarik dengan kisah tragis yang dialami Wening. Di bagian kehidupan lainnya, Tirta adalah seorang pelatih renang bagi anak-anak.

Ketika sebuah film punya lebih dari satu perspektif, film harus bisa menarasikan keduanya secara seimbang. Mulai dari tahap perkenalan karakter, pertemuan, konflik, hingga penyelesaiannya. 

Atas hal tersebut, saya patut puji kinerja editor Akhmad Fesdi Anggoro (Malam Pencabut Nyawa, Abracadabra) yang cukup baik menyunting perkenalan keduanya. Hingga saya mudah memahami bagaimana kisah Wening dan Tirta akan terkoneksi nantinya.

Tapi yang menjadi masalah adalah ketidaksiapan Tebusan Dosa dalam hal menggali lebih dalam karakter kedua protagonis ini. Saya bahas dari sisi Tirta terlebih dahulu.

Semula Tirta hanya butuh cerita Wening agar konten podcast-nya viral. Tapi seiring berjalannya waktu, rasa kemanusiaan untuk membantu Wening menemukan Nirmala lebih dominan ketimbang keinginannya untuk viral. Dikuatkan dengan adegan layar komputer yang menunjukkan proses menghapus footage soal Wening yang direkam Tirta.

Ini suatu proses atau character development yang baik sebetulnya. Tapi setelah sampai pada akhir perjalanan karakternya, saya merasa karakter Tirta tetap serasa jadi kosong. Pasalnya ia tidak juga menjadi 'penyelamat' konflik utama film ini karena film juga cukup kuat menarasikan cerita dari sisi Wening.

Dua perspektif yang berjalan sama kuatnya, kurang bisa diseimbangkan. Akibatnya, saya kurang bisa engage dengan kisah yang dihadirkan karena bingung harus menyandarkan perspektif cerita kepada siapa.

Gaya horor Anggi Noen yang khas, meski bukan hal yang baru

Urusan teknis, Tebusan Dosa memang tampil well-crafted. Latar di pedesaan yang dibingkai dengan shot dan angle kamera ala Teoh Gay Hian (sinematografer The Science of Fiction), mampu membawa saya seperti berada di waktu dan tempat yang dialami karakter. 

Ya, walau melihat track record Anggi Noen dan orang-orang yang belakang layar yang bekerja dengannya, hal bagus macam ini bukan menjadi sesuatu yang mengagetkan lagi.

Meninjau Tebusan Dosa yang bergenre misteri-horor, maka penilaian tidak bisa lepas dari bagaimana seorang sutradara memberikan pendekatan yang bisa bikin penonton penasaran sekaligus juga merasa takut.

Adegan ringlight, Salah satu kemunculan yang tak terduga/doc. Palari Films
Adegan ringlight, Salah satu kemunculan yang tak terduga/doc. Palari Films

Film punya penampakan-penampakan setan (terutama berwujud Uti Yah) yang dimunculkan tepat guna dan dalam timing yang tidak terduga. Sayangnya, beberapa kali saya terkaget lebih karena scoring musik yang bombastis sebagaimana yang biasa saya temukan pada film horor kebanyakan.

Padahal, tanpa scoring yang bombastis, Tebusan Dosa masih punya potensi untuk tampil seram karena desain hantunya yang memang sudah menyeramkan. Apalagi kemunculan hantu Uti Yah tersebut bukan semata-mata jumpscare tanpa makna tapi punya filosopi tersendiri yang berkelindan dengan cerita. 

Salah satunya adalah pemanfaatan dialog terakhir Uti Yah yang didesain sedemikian rupa agar terkesan seperti suara bisikan setan, yang terus menerus diulang, yang saya maknai sebagai perwujudan rasa bersalah Wening.

"Kamu yakin Ning?"

Itulah dialog terakhir Uti Yah kepada Ning, ketika Ning memilih belokan jalan yang berbeda dengan yang diinginkan Uti Yah. Hingga akhirnya berakhir dengan kecelakaan.

Bayangkan, hanya dengan dialog sederhana seperti itu saja, Anggi mampu memberikan atmosferik seram kepada penonton yang disalurkan lewat performa akting Happy Salma yang sangat magis jika ia tidak sedang berdialog. 

Tapi itu semua nggak berjalan mulus juga. Anggi Noen agak kecolongan dalam horor perdananya ini. Letak masalahnya yakni ada pada karakter hantu yang tidak hanya bisa dilihat oleh Wening saja tapi juga karakter lain. 

Buat saya ini sebuah inkonsistensi. Jikalau sebagai perwujudan rasa bersalah protagonis utama, maka yang seharusnya bisa melihat itu ya hanya si protagonis yang punya rasa bersalah. Tidak dengan karakter lain.

Upaya berdamai dengan rasa kehilangan

Tebusan Dosa menyimpan satu karakter lain sebagai twist. Tapi film tidak membuatnya sebagai karakter yang tersembunyi. Karakter tersebut sudah dimunculkan sedari awal, bahkan bersinggungan secara langsung dengan protagonis utama setiap saat.

Meski pada akhirannya, saya juga kurang merasa bahwa karakter ini dikembangkan dengan baik, tapi seenggaknya punya benang merah yang sama dengan karakter Wening.

Mencermati narasi demi narasi yang diberikan untuk menggambarkan keduanya, Wening dan karakter ini sama-sama tidak bisa berdamai dengan kehilangan yang menimpanya.

Upaya-upaya yang dilakukan untuk move-on, rerata hanya kamuflase untuk menunjukkan bahwa manusia sudah ikhlas akan suatu kepergian. Padahal sejatinya, ingatan tentang mereka yang meninggalkan masih membekas di kepala yang ditinggalkan.

Maka tidak akan pernah ada upaya untuk mengembalikan mereka yang hilang, sekalipun dengan penebusan dosa. Yang ada, duka yang manusia rasakan hanya akan jadi kesempatan manusia lain untuk memanfaatkannya, jika ikhlas tidak pernah bisa jadi tujuan.

Seribu bangau kertas menggambarkan masih adanya harapan/doc. Palari Films
Seribu bangau kertas menggambarkan masih adanya harapan/doc. Palari Films

Last but not least, Tebusan Dosa adalah horor slow-burn yang perlu ekstra sabar untuk menontonnya. Meski klimaks yang dihadirkan tidak cukup mampu untuk membayar kesabaran kita. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun