Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Review "Tebusan Dosa", Upaya Manusia Berdamai dengan Rasa Kehilangan

17 Oktober 2024   17:20 Diperbarui: 17 Oktober 2024   17:24 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adegan ringlight, Salah satu kemunculan yang tak terduga/doc. Palari Films

Salah satunya adalah pemanfaatan dialog terakhir Uti Yah yang didesain sedemikian rupa agar terkesan seperti suara bisikan setan, yang terus menerus diulang, yang saya maknai sebagai perwujudan rasa bersalah Wening.

"Kamu yakin Ning?"

Itulah dialog terakhir Uti Yah kepada Ning, ketika Ning memilih belokan jalan yang berbeda dengan yang diinginkan Uti Yah. Hingga akhirnya berakhir dengan kecelakaan.

Bayangkan, hanya dengan dialog sederhana seperti itu saja, Anggi mampu memberikan atmosferik seram kepada penonton yang disalurkan lewat performa akting Happy Salma yang sangat magis jika ia tidak sedang berdialog. 

Tapi itu semua nggak berjalan mulus juga. Anggi Noen agak kecolongan dalam horor perdananya ini. Letak masalahnya yakni ada pada karakter hantu yang tidak hanya bisa dilihat oleh Wening saja tapi juga karakter lain. 

Buat saya ini sebuah inkonsistensi. Jikalau sebagai perwujudan rasa bersalah protagonis utama, maka yang seharusnya bisa melihat itu ya hanya si protagonis yang punya rasa bersalah. Tidak dengan karakter lain.

Upaya berdamai dengan rasa kehilangan

Tebusan Dosa menyimpan satu karakter lain sebagai twist. Tapi film tidak membuatnya sebagai karakter yang tersembunyi. Karakter tersebut sudah dimunculkan sedari awal, bahkan bersinggungan secara langsung dengan protagonis utama setiap saat.

Meski pada akhirannya, saya juga kurang merasa bahwa karakter ini dikembangkan dengan baik, tapi seenggaknya punya benang merah yang sama dengan karakter Wening.

Mencermati narasi demi narasi yang diberikan untuk menggambarkan keduanya, Wening dan karakter ini sama-sama tidak bisa berdamai dengan kehilangan yang menimpanya.

Upaya-upaya yang dilakukan untuk move-on, rerata hanya kamuflase untuk menunjukkan bahwa manusia sudah ikhlas akan suatu kepergian. Padahal sejatinya, ingatan tentang mereka yang meninggalkan masih membekas di kepala yang ditinggalkan.

Maka tidak akan pernah ada upaya untuk mengembalikan mereka yang hilang, sekalipun dengan penebusan dosa. Yang ada, duka yang manusia rasakan hanya akan jadi kesempatan manusia lain untuk memanfaatkannya, jika ikhlas tidak pernah bisa jadi tujuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun