Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Kuliner dalam Film: Bukan Sekadar Makanan, tapi Potret Kehidupan

27 Maret 2024   14:35 Diperbarui: 5 April 2024   14:48 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Still photo Angkringan The Series (kiri), Saiyo Sakato (kanan). (Dokumentasi Mola TV dan Netflix)

Beberapa waktu lalu sempat viral dan kontroversi ucapan seorang anggota dewan yang mempersoalkan kenaikan harga beras. Ia membandingkannya dengan skincare, yang katanya kalau harga skincare naik nggak ada ribut-ribut. Tapi kalau harga beras naik, ributnya seperti sudah mau kiamat.

Well, menganalogikan skincare dengan beras yang merupakan makanan pokok masyarakat saja sudah nggak sebanding. Kita masih bisa bertahan hidup tanpa skincare (paling buluk doang risikonya), tapi tanpa makanan hidup kita semua bisa berakhir.

Dari artikel yang saya baca di kompas.com, konon manusia bisa bertahan tanpa makan dan air maksimal sekitar satu minggu. Tapi kalau tanpa makan saja, alias masih dengan air, manusia bisa bertahan hidup hingga dua atau tiga bulan. Artinya, makanan adalah sumber kehidupan. 

Lalu ketika soal makanan bertemu dengan dunia perfilman, hasilnya bisa menakjubkan. Sineas bisa menggabungkan aspek ini menjadi suguhan yang kreatif dan menyenangkan.  

Di tangan sutradara dan penulis naskah yang kreatif, ramuan aspek makanan bisa menjadi banyak hal. Semisal unjuk kebolehan chef berbakat, ajang silaturahim keluarga, hingga petualangan kuliner lokal yang menyenangkan.

Lebih jauhnya sebagaimana fungsi utama makanan sebagai sumber kehidupan, kuliner dalam film juga menjadi potret kehidupan manusia yang terlibat di dalamnya.

Masih ingat kasus detektif di Korea yang menyamar jadi penjual ayam goreng tepung hingga akhirnya malah terlanjur nyaman dengan warung ayam yang dibuatnya? Coba tebak filmnya!

Tapi saya nggak akan bahas film impor tersebut, tapi saya akan bahas film lokal yang juga punya kekuatan kuliner yang menarik.

Ada dua film (lebih tepatnya serial episodik) tentang kuliner yang akan saya bahas yakni Angkringan The Series dan Saiyo Sakato. Dua series ini berhasil masuk nominasi Serial Web Terpuji Festival Film Bandung 2021.

Angkringan The Series, ketika angkringan jadi tempat curhat pelanggan

Saya mulai mengenal angkringan ketika bekerja di daerah Jawa Tengah. Di beberapa kota yang saya singgahi, angkringan ini mudah ditemui. Bentuknya seperti gerobak dorong yang menyajikan banyak kuliner khas daerah tersebut. Seperti nasi kucing, nasi bakar, sate usus ayam, sate ampela, sate telur puyuh, mendoan, dan lain-lain.

Tapi angkringan yang saya lihat di Angkringan The Series, wujudnya seperti versi upgrade dari angkringan yang saya lihat di dunia nyata. Meski masih menyajikan menu-menu yang saya sebutkan, Angkringan Arumdalu milik Pak Dedi (Dwi Sasono) ini dijajakan tidak di pinggir jalan, melainkan di dalam ruangan.

Penuh hari dan pelajaran hidup/doc. Lifelike Pictures
Penuh hari dan pelajaran hidup/doc. Lifelike Pictures
Series arahan Adriyanto Dewo ini berjumlah 6 episode. Masing-masing episodenya bercerita tentang masalah kehidupan yang dialami oleh pelanggan. Mereka menjadikan angkringan sebagai tempat curhat mereka. Dan Pak Dedi bertindak sebagai 'teman diskusi' atas permasalahan yang mereka alami.

Yang menarik adalah karakter Pak Dedi yang tampil bijaksana ternyata bukan karena ia sukses dalam kehidupan. Justru berbagai hal pahit yang terjadi dalam kehidupannya, membuat ia bisa lebih kuat dan bisa memberikan wejangan kepada pelanggannya.

Dari berbagai cerita pelanggan yang ada, saya paling suka episode yang menghadirkan karakter Budi seorang transpuan (waria) bersama putri kecilnya.

Diperankan ciamik oleh Morgan Oey, Budi memulai ceritanya soal perundungan yang terjadi pada putrinya hanya karena ayahnya tidak seperti ayah yang sesuai dengan bangunan konstruksi masyarakat.

Lantas Budi hendak menitipkan putrinya di rumah orangtuanya. Namun putrinya menolak. Sang putri tetap ingin tinggal bersama ayahnya. Putri kecilnya masih begitu polos memahami bangunan kontruksi yang mengharuskan seorang laki-laki itu tampil kuat, tegar, dan tidak gemulai. 

Cerita Budi dan pelanggan lainnya selesai di episode mereka masing-masing. Tapi sesungguhnya benang merah dari Angkringan The Series adalah kisah hidup Pak Dedi yang tidak semanis teh manis buatannya. Setiap episodenya kita akan disuguhkan kepingan-kepingan sebagai bagian dari perjalanan hidup Pak Dedi.

Hingga selesai, kita akan menemukan pelajaran berharga dari kehidupan seorang laki-laki yang ditinggal istri dan anak perempuan tercinta.

Saiyo Sakato, poligami serenyah rendang

Dari angkringan di Jawa Tengah kita beralih ke rumah makan padang di Sumatera Barat. Sudah menjadi rahasia umum, bahwasanya daerah ini punya kuliner nusantara yang mendunia seperti rendang. Kuliner ini menjadi menu utama di rumah makan padang. Tapi tentunya bukan hanya rendang yang jadi makanan khas Sumatera Barat ini.

Dalam dunia sinema, kita mengenal gulai kakap ikan yang populer berkat film Tabula Rasa. Walaupun filmnya sepi penonton, tapi ketika berbicara film tentang kuliner, Tabula Rasa yang juga digarap oleh sutradara Angkringan the Series ini masihlah jadi top of mind penonton.

Sementara di Saiyo Sakato, tidak secara khusus membahas satu kuliner secara spesifik, tapi keseluruhan menu yang ada di rumah makan padang yang juga bernama Saiyo Sakato.

Kamu dukung siapa?/doc. Wahana Kreator
Kamu dukung siapa?/doc. Wahana Kreator
Secara garis besar, series ini menceritakan perseteruan dua rumah makan padang yang lokasinya saling berhadapan. Rumah makan pertama milik Mar (Cut Mini), dan rumah makan padang kedua milik Nita (Nirina Zubir).

Sepintas nggak ada yang istimewa dari perseteruan ini karena terlihat seperti persaingan bisnis semata. Namun, siapa sangka persaingan bisnis ini menjadi istimewa karena ternyata Mar dan Nita adalah sama-sama istri dari Da Zul (Lukman Sardi).

Da Zul sendiri adalah lelaki yang paling pandai mengolah masakan padang. Resepnya pun diturunkan kepada kedua istrinya. Sepeninggal Da Zul, keduanya bertahan hidup dengan mempertahankan rumah makan mereka. Keduanya sama-sama merasa berhak menggunakan merek Saiyo Sakato karena merasa istri sah dari Da Zul.

Terjadilah keributan antar istri pertama dan istri kedua. Pun semua karakter yang berada di kedua pihak. Sampai tukang parkirnya pun ikut bermusuhan.

Yang paling saya suka dari serial produksi Wahana Kreator ini adalah soal ekspresi dan penggambaran tentang kehidupan poligami dengan gaya dan perspektif baru. 

Ketika banyak film mengeksplorasi poligami sebagai dampak dari patriarki dan digambarkan dalam satu rumah tangga, Saiyo Sakato lebih senang menyoroti bagaimana kehidupan dan interaksi para istri yang dipoligami sepeninggal suaminya.

Tidak dengan bercucuran air mata dan kesedihan, Saiyo Sakato menggambarkan setiap kepingan hidup Mar dan Nita secara jenaka dengan simbolisme makanan. Sangat wajar jika saya berkata, baru kali ini saya melihat soal poligami dalam sinema serenyah rendang yang dimasak oleh Mar.

Apalagi di titik akhir, Saiya Sakato menghadirkan sebuah kejutan yang bikin saya melongo. Nggak hanya saya, Mar dan Nita pun ikut terkejut. Ya karakter terkejut, penonton pun terkejut.

Dalam seni (khususnya film), kedua series ini bisa dibilang sebagai genre slice of life. Sebuah genre yang menggambarkan potongan kehidupan yang dialami manusia sehari-hari. Sehingga memungkinkan penonton akan lebih relatable dengan konflik yang disajikan karena bisa saja penonton pun (sedang) mengalami hal yang serupa.

Kamu sudah pernah menonton kedua series ini? Share pengalamanmu di komentar ya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun