film Indonesia saat ini adalah genre musikal. Alasannya boleh jadi bermuara pada dua hal utama yakni soal minat penonton dan pendekatan khusus terhadap film genre ini.
Salah satu genre yang kurang berkembang diSebelumnya kita kenalan dulu dengan apa yang dimaksud dengan genre musikal. Secara sederhana, genre musikal bisa diartikan sebagai film yang mengkombinasikan unsur musik, lagu, dan gerak (tari/koreografi).
Dari pengertian tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa membuat film musikal butuh pendekatan khusus yang berbeda dengan genre lain pada umumnya. Sineas perlu punya kepekaan yang tinggi terhadap nada, musik, lagu, dan gerak.
Sutradara sekaliber Hanung Bramantyo saja bisa dibilang gagal ketika membesut musikal pertamanya dalam Benyamin Biang Kerok (2018). Yang saya maksud gagal di sini adalah serangkaian adegan-adegan musikal yang dihadirkan terasa canggung dan minim rasa, padahal yang main aktor hebat sekelas Reza Rahadian.
Ya, genre musikal juga menjadi tantangan bukan hanya untuk sutradara tapi juga aktor yang memainkan. Dalam salah satu podcast, Reza mengaku istirahat dari syuting film selama 8 bulan lebih setelah menyelesaikan Benyamin Biang Kerok.
Ia mengaku kesulitan ketika syuting terutama dalam hal proses crafting karakternya sebagai Pengki. Apakah ia harus bermain sebagai Pengki berdasarkan interpretasinya sesuai naskah, atau ia harus 'meniru' sang aktor legendaris Benyamin dalam film tersebut.
Dari sisi minat penonton umum, musikal cenderung dianggap sebagai genre yang membosankan. Pernah mendengar orang-orang nggak suka/mau nonton film India hanya gara-gara banyak joget dan lagunya?
Pacar Ketinggalan Kereta, benchmark film Indonesia di genre musikal
Walau kurang berkembang dan jarang diproduksi di masa kini, nyatanya di masa lalu (sebelum era reformasi), perfilman kita punya beberapa genre musikal yang bisa dibilang sangat baik.Â
Dari berbagai literatur, Indonesia memulai film musikal pertamanya di era 50-an lewat Bintang Surabaja 1951. Kemudian mendapat kesuksesan tatkala muncul dua film musikal berikutnya yakni Tiga Dara dan Asmara Dara karya Usmar Ismail.
Tapi yang akan saya bahas dan fokuskan di sini adalah film musikal Pacar Ketinggalan Kereta karya Teguh Karya yang rilis pada tahun 1988.
Tanpa basa-basi Pacar Ketinggalan Kereta membuka filmnya dengan adegan musikal yang dinakhodai dua karakter penting yakni Heru (Onky Alexander) dan Ipah (Nurul Arifin). Adegan dilakukan di jalan raya bersama dengan teman-teman mereka yang turut serta melakukan adegan koreografi.
Kalau kita pernah terpukau dengan adegan musikal di jalanan dalam pembuka La La Land (2016), Pacar Ketinggalan Kereta ini memberikan vibes yang serupa. Walau secara penyuntingan antara adegan musikal yang dilakoni para karakter dengan keramaian jalan raya masih bisa ditingkatkan lebih baik lagi.
Tapi soal pengarahan sang sutradara terhadap adegan musikal tersebut, saya kira kinerja Teguh Karya sebanding dengan Damien Chazelle.
Masuk ke latar utama cerita, Pacar Ketinggalan Kereta memperkenalkan dua karakter utama yakni Ibu dan Pak Padmo, sepasang suami istri yang menggelar pesta 25 tahun perkawinan mereka.
Dari sini muncul kecemburuan Bu Padmo terhadap Tante Retno (Niniek L. Karim), sekretaris pribadi suaminya. Bahkan sebelumnya Bu Padmo meminta untuk tidak mengundang Retno ke pesta ulang tahun mereka.
Tapi ternyata dengan gaya genitnya, Retno tetap datang ke pesta ulang tahun Pak Padmo dan memberikan hadiah kepada Bu Padmo.
"Ini hadiah untuk ibu, untuk bapak sudah saya berikan di kantor tadi", ucap Retno sambil memberikan hadiah.
Tindak-tanduk Retno yang terkesan genit menjadi bahan gibah orang-orang di sekelilingnya.Â
Dalam hal mewakili sudut pandang Retno terhadap keadaan sekelilingnya, Pacar Ketinggalan Kereta memulai adegan musikal selanjutnya setelah adegan opening film. Di pesta tersebut, Retno menyanyikan sebuah tembang yang bercerita tentang gosip dirinya.Â
Pengarahannya dilakukan dengan Retno menyapa beberapa tamu sambil berkoreo yang tertata rapi. Kemudian para tamu pun ikut melakukan koreografi. Mudahnya bayangkan saja film India, yang kadang ketika adegan musikal hadir dalam sebuah film, karakter-karakter di sekelilingnya bisa otomatis menjadi penari latar.
Hal ini berkelindan dengan salah satu fungsi musikal yakni sebagai plot maju dan pengembangan karakter. Dengan kata lain, lagu dan musik yang dihadirkan terjalin ke dalam narasi. Dan lagu atau lirik yang ada itu dinyanyikan langsung oleh karakter, bukan sebagai backsound atau ilustrasi latar semata.
Dari adegan musikal yang dilakoni Retno di pesta ulang tahun bosnya, kita bisa tahu bahwa Retno sebetulnya tidak suka dirinya digosipkan sebagai 'pelakor'. Dan ia meminta kepada para tamu untuk tidak percaya dengan gosip yang bisa saja ditambah-tambahi ketika proses penyebarannya dari mulut ke mulut.
Bayangkan, jika kita skip adegan ini kita akan kehilangan satu act dari karakter Retno soal tanggapan akan gosip miring terhadap dirinya. Dan kita akan merasakan adanya lompatan cerita dan inkonsistensi emosi karakter di scene berikutnya.
Maka bisa dikatakan, adegan musikal tersebut berhasil menjalankan fungsinya dengan baik sebagai plot maju dan pengembangan karakter.
Dalam adegan musikal lainnya, Pacar Ketinggalan Kereta memperlihatkan kekecewaan Ipah karena dianggap sebagai penyebab ketidakhadiran Heru di pesta Pak Padmo yang merupakan orang tuanya. Heru sibuk pacaran dengan Ipah sehingga melewatkan pesta ulang tahun perkawinan orang tuanya.
Apalagi, Bu Padmo tidak setuju dengan hubungan mereka lantaran kekurangan fisik yang diderita Ipah.
Dengan tembang yang lebih sendu, Teguh Karya merefleksikan perasaan kecewa Ipah dalam adegan musikal. Saya suka pengarahannya. Ipah yang melantunkan lagu dengan sedih dipadupadankan dengan audio orang tua Heru yang mempersoalkan kepantasan Ipah bersanding dengan Heru.
Rasa-rasanya betul menyayat hati menyaksikan tangis dan lara yang diderita Ipah ditengah-tengah masalah yang sebetulnya bermula dari kecemburuan Bu Padmo.
Meski begitu, tidak selamanya musik dan lagu terjalin dalam narasi yang mengikat plot dan karakter. Dalam beberapa kasus, musik dan lagu hanya sebagai istirahat dari alur cerita. Dan kita sebagai penonton bisa menilainya.Â
Menonton film ini, saya merasa Pacar Ketinggalan Kereta bisa menjadi benchmark bagi sineas masa kini yang ingin membuat film musikal. Genre musik yang beragam mulai dari riang/jenaka hingga sedih, penulisan lirik yang konsisten dengan cerita, ketepatan timing, hingga kemampuan aktor dalam menyajikannya.
Sejarah sudah membuktikan bahwa sineas kita bisa membuat apa saja sebetulnya. Dengan ilmu pengetahuan tentang perfilman dan sinematografi yang matang, seharusnya genre perfilman kita bisa beragam dan seimbang.
Oia, sebagai informasi tambahan, film ini berhasil memenangkan 8 piala citra Festival Film Indonesia (FFI) 1989 termasuk Film Terbaik dan Sutradara Terbaik.Â
Pun juga dengan Rachmat Hidayat dan Tuti Indra Malaon yang berperan sebagai Pak Padmo dan Bu Padmo masing-masing dianugerahi Pemeran Utama Pria Terbaik dan Pemeran Utama Wanita Terbaik.
Nggak ketinggalan, Niniek L. Kariem yang menjadi pusat perhatian, juga dianugerahi sebagai Pemeran Pendukung Wanita Terbaik.
Gimana, apakah kamu sudah pernah menonton film legendaris ini? Share kesanmu di komentar ya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H