Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Sultan Agung" dan Persoalan Director's Cut

24 Maret 2024   11:03 Diperbarui: 24 Maret 2024   12:19 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk urusan dramatik, Hanung memang jagonya. Sejak awal cerita Hanung sudah menyisipkan kisah cinta antara Sultan Agung muda (diperankan Marthino Lio) dengan Lembayung (Putri Marino, Adinia Wirasti). Karakter Lembayung ini ditengarai sebagai karakter fiksi yang sengaja ditambahkan untuk menguatkan unsur romansa film ini.

Karena setelah diangkat menjadi raja, Sultan Agung harus menikahi perempuan ningrat yang bukan pilihannya dan meninggalkan Lembayung, cinta sejatinya.

Alurnya berjalan dengan linear, sehingga Sultan Agung tidak membosankan untuk ditonton meski melenggang dalam durasi 149 menit.

Selain itu, seluruh departemen teknis bekerja dengan sangat maksimal. Mulai dari artistik yang mampu menghidupkan suasana abad ke-16 lengkap dengan properti kerajaan, kostum, riasan, hingga keadaan dan kehidupan masyarakat di zaman tersebut.

Didukung oleh sinematografi yang menawan serta musik gubahan Tya Subiakto yang mampu mengalirkan emosi bagi siapapun yang menonton film ini.

Lembayung ikut serta dalam penyerangan ke Batavia/doc. Mooryati Soedibyo Cinema
Lembayung ikut serta dalam penyerangan ke Batavia/doc. Mooryati Soedibyo Cinema

Satu adegan favorit dan masih membekas di ingatan saya adalah ketika Sultan Agung bersimpuh kepada ibundanya sebelum memutuskan perang ke Batavia. Sultan Agung digambarkan selayaknya manusia biasa yang juga punya kerapuhan atas keputusannya. 

Ia sadar bahwa keputusannya menyerang Batavia akan banyak mengorbankan rakyat Mataram. Tapi di hadapan rakyat ia harus tetap terlihat kuat dan tegar. Lantas di pangkuan siapa, ia bisa menangis? Ya, benar di pangkuan ibundanya.

Melihat filmografi Hanung, ia memang senang sekali 'bermain-main' dengan humanisme. Dalam artian, sekalipun karakter utama adalah tokoh yang kuat dan tangguh, Hanung banyak menggali sisi lain karakternya sebagai manusia biasa. Ini salah satu alasan kenapa film-film Hanung bisa dengan mudah engage dengan penonton.

"Penyerangan ke Batavia itu, bukan untuk hari ini, tapi untuk ratusan tahun ke depan"

Satu hal lain yang bisa kita pelajari dari film-film bertema perjuangan adalah soal adanya pengkhianat yang menjadi aspek utama kekalahan perang. Akan selalu ada mereka-mereka yang lebih senang berdampingan dengan musuh demi kesenangan dan kekayaan pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun