Adanya visualisasi siksa neraka dianggap menyesatkan karena yang paling tahu kebenarannya hanya Allah SWT. Sekalipun dalam film, beragam adegan penyiksaan tersebut dibuat hanya sebagai mimpi belaka.
Terlepas dari alasannya seperti apa, saya justru tertarik satu hal dari kasus ini yakni soal bagaimana Malaysia dan Brunei memperlakukan dan menilai film. Mereka betul-betul masuk ke konteks film dan menjadikan tauhid sebagai pembahasan utama.
Terkait hal ini, saya belum menemukan tanggapan resmi dari pihak produser maupun sutradara. Kecuali netizen Indonesia dan Malaysia yang mulai meramaikan kasus pelarangan ini. Sama seperti di kita, tanggapan netizen Malaysia pun pro dan kontra. Berikut salah satu contohnya:
Tapi ya memang, soal pelarangan ini tidak perlu disikapi secara berlebihan. Setiap negara memiliki kebijakan masing-masing terkait regulasi dan kriteria sebuah film untuk bisa ditayangkan di negaranya.
Indonesia pun pernah melarang film luar seperti Fifty Shades of Grey (2015) karena dianggap terlalu banyak mengandung adegan seks dan pornografi yang ditunjukkan secara vulgar. Tapi ya, pelarangan film asing di Indonesia kebanyakan alasannya bermuara pada pornografi.
Cerita berbeda datang dari perfilman India dan Pakistan. Sebagaimana yang kita tahu, kedua negara ini punya sejarah konflik yang panjang dan sesekali kadang memanas di masa kini. Sineas dari kedua negara ini pun seringkali menjadikan konflik India-Pakistan di masa lalu sebagai latar film, meskipun tidak semua filmnya bercerita secara langsung tentang peristiwa tersebut.
Salah satu yang dilarang tayang di Pakistan adalah film mata-mata India berjudul Raazi (2018). Film yang dibintangi Alia Bhatt ini menceritakan seorang mata-mata wanita asal India yang ditempatkan di keluarga Pakistan.
Dewan sensor Pakistan boleh saja menganggap muatan film ini bisa melukai warga Pakistan karena bermuatan historis. Walau setelah saya menontonnya, film ini sebetulnya bersifat netral. Ya namanya juga pendapat, tak apa berbeda.
Dari berbagai ilustrasi di atas, pelarangan sebuah film bisa disebabkan banyak faktor. Entah itu karena faktor agama, sejarah, pornografi, dan konten lainnya yang ditengarai bisa menimbulkan konflik.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!