Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"The Equalizer 3", Aksi Sadis Robert McCall dalam Sunyi Senyap

5 September 2023   09:51 Diperbarui: 6 September 2023   00:02 800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak orang yang ketika sudah pensiun dari profesinya, mereka kesulitan untuk beradaptasi di lingkungan tempat tinggal. Bingung apa yang harus dilakukan untuk mengisi hari-hari, hingga kadang masih terbawa suasana kerja.

Robert McCall, seorang pensiunan pembunuh bayaran, nampaknya mengalami hal serupa. Bayangkan saja, jika setiap hari tugas dia adalah membunuh orang, kini tangannya hanya bisa digunakan untuk mengangkat cangkir teh ke depan mulutnya. Atau sekadar menuliskan angka-angka di atas kertas tisu.

Maka jika ada ada kesempatan di depan mata untuk membunuh orang, apakah Robert McCall akan melakukannya?

Angkat sisi humanisme, yang sayangnya kurang berhasil

Tanpa basa-basi, The Equalizer 3 langsung memperlihatkan adegan sisa-sisa pembantaian yang totally strong bloody violence. Betul-betul kekerasan dengan intensitas darah yang tinggi. 

Saya dipaksa menelusuri lorong gedung dengan pemandangan mayat-mayat bergelimpangan, ceceran darah di mana-mana, hingga akhirnya berujung di satu ruangan dan bertemu dengan si pelaku pembantaian.

Tiada lain dan tiada bukan, pelaku pembantaian tersebut adalah Robert McCall (Denzel Washington). Di akhir film, kita diberi tahu tujuan McCall berada di gedung tersebut. Yakni, mengambil kembali uang pensiunan seseorang yang sudah diretas oleh mafia di sana.

Dan yang ditolong oleh McCall adalah orang random saja. Bukan teman, kerabat, atau keluarga dekat. Sungguh niatan yang mulia bukan?

McCall berhasil melumpuhkan seluruh lawan-lawannya dengan cepat. Tapi naas, ia justru harus terluka oleh tembakan anak kecil dari belakang. Yang mana, tembakan tersebut pun dilayangkan secara ngasal saja oleh si anak kecil tersebut.

Tapi ya McCall yang sejago itu saja tetap bisa kalah jika ditembak dari belakang. Memang benar adanya, ditikam dari belakang itu menyakitkan. Eh, curhat.

Selepas adegan tersebut, film yang dibuka dengan tempo yang sangat cepat dan intens, tiba-tiba mendadak lambat dalam penceritaan selanjutnya.

Benar-benar tanpa ampun/mycloudcinema.com
Benar-benar tanpa ampun/mycloudcinema.com
The Equalizer 3 yang sepenuhnya berlatar di Italia, hendak memperkenalkan satu tempat yang penuh dengan kedamaian. Sebuah tempat yang kemungkinan besar cocok bagi mereka yang pensiunan yang ingin hidup damai.

Penulis naskah Richard Wenk yang juga menulis dua seri The Equalizer sebelumnya, berusaha dengan sangat keras mengeksplorasi latar, lengkap dengan kehidupan masyarakatnya yang penuh kasih sayang dan saling membantu.

Kita diperlihatkan sosok Enzo (Remo Girone), dokter baik hati yang tidak segan menolong siapapun termasuk McCall. Saking baiknya Enzo kepada warga sekitar, pedagang rela menggratiskan jualannya jika yang beli adalah kawannya Enzo. 

Selain Enzo, ada juga Gio (Eugenio Mastrandrea). Ia adalah seorang polisi yang jujur dan sangat menyayangi istri dan satu anak perempuannya. Ia juga yang membawa McCall kepada dokter Enzo untuk diberi perawatan.

Nggak hanya itu, The Equalizer 3 juga cukup baik menggambarkan bahwa tempat tersebut adalah kedamaian bagi siapa saja. Ada beberapa karakter dengan nama seperti 'Khalid' dan 'Aminah', yang dengan gampangnya kita bisa menebak kalau mereka bukanlah warga asli Italia.

Tapi sayangnya, upaya sang sutradara Antoine Fuqua membangun set up film dengan memperkenalkan latar tempat dan kehidupan masyarakat, terlalu lama alias bertele-tele.

Bahkan sempat-sempatnya The Equalizer 3 mengembangkan plot ke arah romansa dengan memperkenalkan satu karakter perempuan yang tertarik dengan kehadiran McCall. 

Dalam film serupa, karakter tersebut biasanya jadi love interest bagi si protagonis utama. Tapi di sini, ia dilupakan begitu saja. Bahkan hampir tak memiliki peran selain menemani McCall jelajah kuliner lokal. Hm...?

Upaya ini juga diperparah dengan pendekatan yang diambil film. Prinsip utama film adalah 'show, don't tell'. Tunjukkan jangan banyak diceritakan.

Untuk menunjukkan bahwa McCall sudah menganggap warga di sana adalah saudaranya sendiri saja, film harus memberikan informasinya lewat dialog si protagonis. Jadinya cukup sulit buat saya empati pada karakter McCall dan relasinya dengan masyarakat. Dengan kata lain saya sulit percaya kalau warga sudah menerima keberadaan McCall, begitu juga sebaliknya.

Urusan laga, tetap sadis dan brutal

Jarang ditemui, para mafia merencanakan pembunuhan sambil makan pasta/imdb.com
Jarang ditemui, para mafia merencanakan pembunuhan sambil makan pasta/imdb.com
Satu rahasia yang belakangan baru diketahui McCall di balik kedamaian warganya adalah fakta kalau mafia di sana merajalela. Bahkan kepala polisi pun ikut tunduk atau bekerjasama dengan mafia.

Di titik inilah, The Equalizer 3 mulai mengganas. Bagi penonton yang datang ke bioskop dengan harapan menyaksikan aksi McCall yang sadis, film ini bisa dikatakan memuaskan.

Agak berbeda dengan film laga semisal John Wick: Chapter 4, yang dilakukan secara terang-terangan dan bombastis, The Equalizer 3 melakukan aksinya dalam sunyi senyap.

Persis seperti adegan pembuka yang ia ditikam dari belakang, McCall pun membunuh lawannya dari belakang. Maka, tak sulit baginya untuk menghabisi lawan-lawannya tanpa perlawanan yang berarti.

Semisal ia menikam musuhnya yang sedang mengamati cctv dengan cara menusukkan besi dari arah pundak hingga tembus kerongkongan. Lalu darah bercucuran.

Tapi saya kecewa dengan adegan klimaksnya. Begini ceritanya!

Ketika McCall hendak menghabisi bos mafia, penjahat terakhir, ia memberi waktu selama 6 menit kepadanya agar bisa membebaskan diri. Si bos mafia tersebut memanfaatkannya. Ia terseok-seok pergi dari rumah hingga tertatih di jalanan.

Adegan tersebut disunting oleh editor Conrad Buff secara bergantian dengan adegan warga yang sedang melaksanakan semacam pawai/ritual keagamaan di jalanan.

Bukan sekali dua kali, kedua adegan tersebut betul-betul dimainkan dan disunting bergantian. Secara psikologi sinema, pendekatan tersebut adalah upaya untuk mempertemukan titik temu kedua adegan tersebut.

Tapi ternyata, kedua adegan tersebut tidak memiliki benang merah sama sekali. Si bos mafia akhirnya mati di jalanan, dan pawai pun tak jelas akhirnya bagaimana.

Lah, lantas kenapa harus disunting bergantian jika ternyata pendekatan tersebut tidak mengandung motivasi apapun?

Padahal adegan tersebut bisa saja menguatkan sisi humanisme yang ingin diangkat film. Misal si bos mafia akhirnya bertaubat dan menyerahkan diri, lalu membongkar praktik ilegal yang dilakukan. Apalagi dalam penceritaannya film sempat 'menuduh' bahwa konflik utama film ini adalah ulah teroris dari sebuah negara yang identik dengan Islam.

Ya untunglah ini sebagai penutup/imdb.com
Ya untunglah ini sebagai penutup/imdb.com

Secara keseluruhan saya melihat The Equalizer 3 ini sudah kehilangan arah dan gairah dalam hal bercerita. Kurang berhasil dalam menunjukkan sisi humanisme. Ya, walau sebagai film laga thriller bertempo lambat, masih bolehlah jadi alternatif tontonan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun