Pun dari soal motivasi adegan. Lagu-lagu yang terpilih, ditempatkan dengan tepat guna mendukung adegan yang sedang berjalan. Sehingga rasa dan emosi adegan tersebut, bisa terasa lebih mendalam di hati penonton.
Buat saya yang memang juga menyukai lagu-lagu, menonton Puspa Indah Taman Hati ini berikan musical experience yang tak terlupakan.
Membawa vibes bahagia dan menghangatkan hati
Baik Gita Cinta dari SMA maupun Puspa Indah Taman Hati versi terbaru ini, pembuatannya didasarkan langsung pada novelnya yang dikarang oleh Eddy D. Iskandar. Jadi kurang tepat jika kedua film ini disebut sebagai remake dari film lawasnya.
Sehingga sebagai penonton, saya berusaha memasuki dunia Galih, Ratna, dan Marlina versi interpretasi ulang dari Monty Tiwa ini.
Secara pribadi, saya lebih menyukai Puspa Indah Taman Hati dibanding Gita Cinta dari SMA. Dunia yang dibangun terasa lebih hidup dan variatif. Didukung oleh artistik era 80-an (termasuk di dalamnya properti, tata rias, kostum) yang kali ini tidak terlalu tampak artifisial. Sebagian besar hasil kerja artistiknya, nge-blend dengan cerita.
Pun juga saya lebih senang dengan karakter Marlina yang lebih periang, berpikir ke depan, dan optimis. Saya melihat Prilly pun lebih ikhlas memerankan Marlina ketimbang Ratna yang pendiam, penuh tekanan, dan depresif.
Melihat kisah dan perjalanan ketiga karakter utama Puspa Indah Taman Hati, cukup bisa menjadikan mereka sebagai momen reflektif bagi kehidupan.
Soal siapa yang dipilih Galih pada akhirnya, saya sepakat dengan filmnya. Karena pada akhirnya pilihan Galih membawa dirinya pada proses bertumbuh dan pendewasaan diri selayaknya manusia yang memang dianugerahi akal pikiran sebagai pembeda dengan makhluk lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H