Selepas berpisah dari Ratna dalam Gita Cinta dari SMA (2023), Galih dan dunianya pindah ke perguruan tinggi. Ada banyak kondisi yang berubah dari Galih jika dibandingkan dengan dirinya ketika SMA.
Kini Galih sudah tidak pemalu lagi, menjadi penyanyi yang sukses, juga memiliki banyak lagu. Satu hal yang sama, Galih tetap menjadi idola bagi orang-orang di sekitarnya. Tak terkecuali Marlina, gadis yang ia jumpai di kampusnya.
Tapi perjumpaannya dengan Marlina, membawa kebimbangan tersendiri bagi Galih. Pasalnya, secara fisik Marlina sangat mirip sekali dengan Ratna.
Soal dihadapkan pada pilihan
Dalam hidup, adalah hal yang lumrah ketika kita dihadapkan pada pilihan-pilihan. Yang terkadang dalam proses menentukan pilihan tersebut, ada banyak hal yang perlu kita kompromi di dalamnya.
Termasuk ketika Galih berjumpa dengan Marlina dan mereka saling jatuh cinta. Lalu kemudian di tengah asmara yang sedang terjalin, tiba-tiba saja Ratna muncul kembali ke kehidupan Galih.
Selayaknya film romansa cinta segitiga, ujung muara Puspa Indah Taman Hati hendak memainkan emosi penonton soal siapa yang akan dipilih Galih pada akhirnya. Apakah ia akan kembali ke masa lalu bersama Ratna, atau menata masa depan bersama Marlina dan melupakan Ratna?
Tapi soal pilihan siapa yang dipilih Galih, hanyalah permukaan semata. Karakterisasi Galih lebih rumit daripada sekadar memilih seorang gadis.
Sebagai seorang musisi, ia juga dihadapkan untuk memilih karya yang ia nyanyikan. Secara passion, Galih lebih senang dan enjoy membawakan lagu ciptaan sendiri. Tapi genre lagu yang ia ciptakan, sedang tidak disukai pasar.
Pilihan lainnya ia harus menyanyikan lagu ciptaan orang lain, dengan genre lagu mengikuti yang sedang tren.
Buat saya, ini jauh lebih sulit. Pilihan-pilihan seperti ini melibatkan idealisme dan pemikiran dari karakter tersebut. Dan pengembangan materi yang dipilih Puspa Indah Taman Hati soal pilihan ini memberikan kesempatan emas bagi Yesaya Abraham yang berperan sebagai Galih, untuk menunjukkan kemampuan akting terbaiknya.
Sebagai pendatang baru di film panjang, saya melihat usaha Yesaya untuk menghidupkan Galih saat kuliah, jauh lebih besar dibanding ketika Galih saat SMA di film sebelumnya. Termasuk soal Yesaya yang harus melakoni serangkaian adegan yang melibatkan koreografi.
Tapi pengarahan film ini nampak membelokkannya. Maksudnya gimana?
Secara kebintangan, lawan main Yesaya adalah aktor yang sudah terbukti bisa menghasilkan jutaan penonton untuk datang ke bioskop. Ya, dia Prilly Latuconsina yang kali ini berperan sebagai Ratna dan Marlina sekaligus.
Sementara yang saya maksud berbelok di sini adalah, ketika film seharusnya fokus pada eksplorasi kebimbangan Galih atas putusan-putusan dalam hidupnya, Puspa Indah Taman Hati malah kesannya menjadi ajang persaingan Ratna dan Marlina dalam memperebutkan Galih.
Ditinjau dari pemahaman sudut pandang, dua hal ini sangat berbeda. Tapi karena Prilly boleh jadi dianggap lebih "menjual", maka fokusnya jadi begitu.
Nonton film serasa konser musik
Alur romansa segitiganya boleh saja klise. Malah dengan Catatan Si Boy pun, Puspa Indah Taman Hati menjadi sebangun. Tapi film arahan Monty Tiwa ini punya keunikan dan kekhasannya tersendiri yakni soal musiknya.
Ada banyak film yang jika musiknya dihilangkan, film tersebut akan tetap baik-baik saja. Berbeda dengan Puspa Indah Taman Hati. Musik menjadi ruh utama dari film produksi Starvision ini.
Kalau saya tidak salah mencatat, ada sekitar delapan lagu yang digunakan dalam film ini. Beberapa di antaranya adalah lagu lawas semisal Kidung, Cewek Rumpi, Marlina, dan Puspa Indah. Termasuk lagu Andaikan Kau Datang yang sempat dipopulerkan oleh Ruth Sahanaya, sempat dinyanyikan ulang oleh Andmesh untuk Miracle in Cell No. 7, kini dinyanyikan ulang oleh Prilly khusus untuk film ini.
Kiranya saya perlu apresiasi kinerja Ricky Lionardi yang berhasil menempatkan lagu-lagu tersebut bukan sebatas backsound saja. Dari segi timing, lagu-lagu yang muncul sangat pas jedanya. Nggak kerasa menumpuk untuk sesaat, kemudian menghilang dari layar cukup lama. Nggak, nggak begitu!
Pun dari soal motivasi adegan. Lagu-lagu yang terpilih, ditempatkan dengan tepat guna mendukung adegan yang sedang berjalan. Sehingga rasa dan emosi adegan tersebut, bisa terasa lebih mendalam di hati penonton.
Buat saya yang memang juga menyukai lagu-lagu, menonton Puspa Indah Taman Hati ini berikan musical experience yang tak terlupakan.
Membawa vibes bahagia dan menghangatkan hati
Baik Gita Cinta dari SMA maupun Puspa Indah Taman Hati versi terbaru ini, pembuatannya didasarkan langsung pada novelnya yang dikarang oleh Eddy D. Iskandar. Jadi kurang tepat jika kedua film ini disebut sebagai remake dari film lawasnya.
Sehingga sebagai penonton, saya berusaha memasuki dunia Galih, Ratna, dan Marlina versi interpretasi ulang dari Monty Tiwa ini.
Secara pribadi, saya lebih menyukai Puspa Indah Taman Hati dibanding Gita Cinta dari SMA. Dunia yang dibangun terasa lebih hidup dan variatif. Didukung oleh artistik era 80-an (termasuk di dalamnya properti, tata rias, kostum) yang kali ini tidak terlalu tampak artifisial. Sebagian besar hasil kerja artistiknya, nge-blend dengan cerita.
Pun juga saya lebih senang dengan karakter Marlina yang lebih periang, berpikir ke depan, dan optimis. Saya melihat Prilly pun lebih ikhlas memerankan Marlina ketimbang Ratna yang pendiam, penuh tekanan, dan depresif.
Melihat kisah dan perjalanan ketiga karakter utama Puspa Indah Taman Hati, cukup bisa menjadikan mereka sebagai momen reflektif bagi kehidupan.
Soal siapa yang dipilih Galih pada akhirnya, saya sepakat dengan filmnya. Karena pada akhirnya pilihan Galih membawa dirinya pada proses bertumbuh dan pendewasaan diri selayaknya manusia yang memang dianugerahi akal pikiran sebagai pembeda dengan makhluk lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H