Persoalan lain yang nggak kalah abai logikanya adalah segala sumber teror berhasil diselesaikan oleh penglihatan Tantri. Ia bisa berkelana dan melihat masa lalu.
Atas hal tersebut, Mantra Surugana tidak memberikan bekal latar belakang yang cukup kenapa Tantri bisa melakukan hal tersebut. Film hanya memberikan petunjuk kalau Tantri memakai kalung pemberian ayahnya semata-mata untuk melindungi dirinya dari teror iblis Surugana.
Saya paham Tantri adalah tokoh utama. Tapi saking mendewakan Tantri sebagai protagonis yang bisa menyelesaikan semua persoalan, film jadi tega membuat karakter lain terasa useless. Bahkan satu karakter yang menemani Tantri yang seharusnya bisa menjadi partner dalam menguak misteri, juga berakhir dengan kematian.Â
Angkat isu kekerasan seksual yang ala kadarnya
Pada bagian ini saya agak sulit untuk tidak spoiler tentang alasan kenapa iblis Surugana melakukan teror. Kalau kamu berniat menonton Mantra Surugana dan tidak ingin terpapar spoiler, silakan stop di sini.
Berdasarkan kemampuan lorong waktu Tantri ke masa lalu, kita bisa tahu kalau iblis Surugana adalah seorang wanita yang diperkosa oleh banyak laki-laki. Sebelum wanita tersebut membakar dirinya, ia bersumpah dengan mantra surugana akan mencelakakan dan merenggut nyawa anak, istri, dan keturunannya si pemerkosa tanpa kecuali.
Well, kamu boleh geleng-geleng kepala. Karena pelaku pemerkosaan atau pelecehan seksual bukan hanya dilakukan mereka di masa lalu. Tapi ada juga beberapa karakter lain yang melakukan hal serupa di masa kini.
Saya masih bingung. Karena selain Tantri, film tidak menjelaskan apakah karakter lain yang diteror iblis Surugana itu merupakan keturunan pemerkosa di masa lalu.
Terus kenapa karakter di masa kini juga melakukan pelecehan seksual? Kalaulah kita anggap mereka keturunan si pemerkosa, apakah menjadi pelaku pelecehan seksual itu jadi hal yang diwariskan?
Isu ini ngambang begitu saja. Saya merasa Mantra Surugana hanya memanfaatkan isu kekerasan seksual yang lagi trending akhir-akhir ini. Mungkin agar dianggap peduli pada isu tersebut.
Kalau demikian, bolehlah Mantra Surugana belajar pada Qorin, bagaimana film peduli pada isu tersebut bukan hanya sekadar jadi tempelan.
Padahal visualnya bagus
Saya nggak menampik kalau sutradara Dyan Sunu Prastowo (Vidkill, Pesan di Balik Awan) punya sensitivitas yang bagus terhadap visual.