Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Review Hati Suhita, Bermain-main dengan Rasa Sakit

27 Mei 2023   09:51 Diperbarui: 27 Mei 2023   23:07 2136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan durasi yang melenggang lebih dari 2 jam, penonton tidak merasa bosan dengan film ini, dan malah betah mengikuti hingga akhir. Bahkan sebagian dari mereka sudah ready dengan handphone di tangannya, siap-siap merekam adegan terutama bagaimana akhir kisah cinta Alina dan Gus Birru.

Tolong, yang ini jangan ditiru ya. Cukup nikmati saja filmnya di bioskop. Jangan sampai merekam dan membagikannya di media sosial.

Tapi, Hati Suhita bisa tampil lebih dari sekadar romansa

Perebutan Gus Birru memang tidak digambarkan dengan jambak-jambakkan ala FTV 'Ku Menangis'. Rengganis dan Alina sama-sama perempuan intelektual. Keduanya mungkin sama-sama merasakan sakit. Rengganis harus melepaskan Gus Birru, sementara Alina harus berusaha sabar dan menunggu dicintai Gus Birru.

Lantas kenapa Rengganis nggak bisa bersama Gus Birru? Secara kemampuan mengelola pesantren Rengganis sama unggulnya dengan Alina. Tapi, satu hal yang nggak bisa dimiliki Rengganis dari Suhita adalah status putri kyai. 

Poin ini tidak digambarkan dengan baik, dan hanya disederhanakan dengan dialog Rengganis, "Memang lebih enak manggil Nyai Alina, daripada Nyai Rengganis".

Sudut pandang Rengganis juga perlu mendapat tempat/Starvision
Sudut pandang Rengganis juga perlu mendapat tempat/Starvision
Balik lagi ini soal pilihan kreatif. Hati Suhita memilih untuk meromantisisasi rasa sakit yang diderita para karakter sehingga respon yang dihasilkan oleh penonton adalah keberpihakan terhadap salah satu karakter. Dan Hati Suhita seakan enggan menyelami lebih dalam penyebab rasa sakit yang diderita para karakter yakni soal perjodohan itu sendiri.

Perjodohan dalam Hati Suhita adalah hal yang harus diterima tanpa syarat. Yang penting ikhlas dan sabar, pada ujungnya 'benih' akan didapat. Mungkin film ini memang ingin mengajarkan bahwa perjodohan jika dilandasi dengan kesabaran ujung-ujungnya akan berakhir baik juga buat si perempuan.

Tapi apakah Gus benar-benar mencintai Alina? Jujur saja, saya tidak merasa Gus mencintai Alina. Ia membujuk Alina ya karena habis dimarahi orangtuanya dan masih demi pesantren.

Saya berpikiran seperti ini karena bisa jadi arahan dan interpretasi sutradara Archie Hekagery terhadap ketiga karakter utamanya ini kurang kuat.

Pendekatan pengadeganan yang dilakukan Archie kurang memberikan keleluasaan bagi para aktor untuk unjuk kebolehan. Saya contohkan satu adegan saja.

Ketika Gus meminta maaf pada kedua orangtuanya karena Alina pergi dari rumahnya, adegan didahului oleh suara Gus lalu dirangkai dengan adegan slow-mo dan iringan musik menyayat hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun