Senang ketika melihat ibu, ayah, kakak, dan adik saya lahap makan pempek yang saya bawa dari Palembang. Atau ekspresi bahagia adik laki-laki saya yang dari dulu pengin punya kaos Dagadu dari Yogyakarta.
Atau bahkan ketika ibu saya mual dan muntah karena mencium bau durian yang saya bawa dari Medan. Maklum, ibu saya memang tidak suka durian, dan kita anak-anaknya seringkali mengusilinya. Astagfirullah.
Ternyata mitos Sukabumi adalah tempat yang membuat orang-orang betah memang benar adanya.
Saya mulai merasakan keindahan dan kerinduannya, setelah saya menciptakan jarak yang cukup dengan tempat saya dibesarkan. Seakan saya menjadi seperti orang luar dan melihatnya dari kacamata orang luar.
Tapi kerinduan dan kehangatan yang saya rasakan tak berlangsung lama.
Di satu waktu saya kembali pulang ke rumah, saya tidak melihat ayah dan ibu saya. Juga tak terdengar tawa dari adik-adik saya. Yang saya lihat adalah orang lain yang tidak saya kenal sebelumnya.
"Bagaimana mungkin, orang asing mengganti kenangan di rumah ini, dengan kenangannya sendiri. Akan dikemanakan kenanganku?"
Saya terpaku dan terdiam sambil menatap pintu rumah yang terbuka dari kejauhan. Dalam lamunan, saya tidak lagi menemukan rumah yang saya rindukan. Saya hanya mendapati bayangan masa kecil saya.
Hingga saya dikejutkan oleh suara seorang bapak yang saya kenali. Dan ia mengajak saya ke teras rumahnya untuk berbincang. Dengan helaan nafas yang cukup panjang, ia mulai menceritakan sesuatu.
Yeah, ternyata ada yang terjadi di rumah ini. Dan hanya saya yang tidak diberitahu atas apa yang terjadi. Entah mungkin mereka masih mengganggap saya belum terlalu dewasa untuk mencerna dan menerima semuanya. Entah.. Â entahlah.. hanya mereka yang tahu alasan sesungguhnya.
Saya pulang dengan membawa rasa sedih dan kecewa. Kata 'pulang' yang semula saya gunakan untuk menuju rumah dari suatu tempat. Kini bermakna sebaliknya. Pulang menjadi meninggalkan rumah ke suatu tempat yang saya sendiri ragu untuk menamakannya sebagai tempat pulang.