Tapi kelebihan yang dimiliki Madrim ini sekaligus ujian baginya. Karena ia ternyata tidak bisa menerawang istrinya sendiri.
Lebih banyak kembangkan plot kriminal
film tahun 2008 berjudul Doa yang Mengancam karya Hanung Bramantyo.
Dengan menghilangkan satu kata penghubung dalam judulnya, Doa Mengancam diadaptasi atau lebih tepatnya dibuat ulang dariMeninjau beberapa series Indonesia yang diadaptasi dari film layar lebar, sebagian besar berformat melanjutkan cerita. Seperti Serigala Terakhir, Wedding Agreement the Series, dan Pertaruhan The Series yang meneruskan cerita film tanpa mengganti aktor utamanya.
Tapi Doa Mengancam mengambil bentuk yang berbeda. Secara garis cerita, series ini punya alur yang sama dengan filmnya. Yakni tentang seseorang yang mengancam Tuhan dengan doa-doanya. Karakter utamanya pun dibuat sama hanya beda pemeran. Di versi film, karakter Madrim diperankan oleh Aming.
Lantas timbul pertanyaan, dengan durasi series yang jauh lebih banyak daripada film panjangnya, hal apa yang dikembangkan di karya terbarunya?
Hanung Bramantyo yang kali ini bertindak sebagai produser sekaligus penulis naskah (bersama Jujur Prananto), ternyata lebih senang bermain-main dengan plot kriminal dan politik.
Dalam series yang memiliki 8 episode ini, Doa Mengancam tidak banyak mengeksplorasi pribadi Madrim dan keyakinannya terhadap Tuhan.
Ceritanya begini. Kemampuan Madrim yang bisa menerawang keberadaan seseorang, dimanfaatkan oleh polisi sebagai konsultan pribadi demi menjerat para kriminal khususnya bandar narkoba.
Dengan imbalan, polisi mau membantu Madrim mencarikan Ima, istrinya.
Tentunya satu per satu kriminal yang jadi buronan tertangkap. Termasuk bos besar bandar narkoba (diperankan Hanung Bramantyo) yang terkenal licin, lincah, dan sulit tertangkap, akhirnya tertangkap juga.
Madrim mendapat banyak kemewahan dari kemampuannya tersebut, tapi tetap hidupnya berasa hampa karena polisi belum juga berhasil menemukan Ima.