Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Perfect Strangers, Pertanyakan Ulang Hakikat Sebuah Hubungan

28 Oktober 2022   09:23 Diperbarui: 28 Oktober 2022   19:46 1368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
My fav character, Wisnu!/instagram.com/@primevideoid

Ada yang suka reuni bersama teman lama? Mungkin saya termasuk yang nggak suka reuni jika bukan dengan teman yang dekat-dekat amat. Pasalnya, alih-alih menyambungkan kembali tali pertemanan yang sempat terjalin, reuni terkadang menjadi ajang pamer kesuksesan semata.

Apalagi ketika sudah berpuluh-puluh tahun nggak ketemu. Sudah pastinya ada banyak perubahan yang terjadi di diri masing-masing. Sehingga reuni hanya menjadi ajang 'obrolan' tentang diri dan malah bisa menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang berpotensi menyakitkan hati.

Meski begitu, tujuh teman lama di Perfect Strangers tetap melakukan reuni untuk merayakan rumah baru salah dua di antara mereka.

Kedua orang yang menjadi tuan rumah adalah pasangan suami istri Enrico (Darius Sinathrya) dan Eva (Nadine Alexandra). Selain mereka ada pasangan lain yakni Anjas (Denny Sumargo) dan Kesha (Jessica Mila) yang baru saja menikah dan tengah menikmati manisnya masa awal-awal pernikahan.

Kondisi terbalik ditunjukkan oleh pasangan Wisnu (Adipati D0lken) dan Imelda (Clara Bernadeth). Rumah tangga mereka yang sudah dikarunia dua orang anak tampak bermasalah dengan kehadiran ibu Wisnu yang tinggal bersama mereka.

Satu orang lagi adalah Tomo (Vino G. Bastian). Ia adalah seorang guru olahraga lajang yang kini masih menjalin hubungan dengan 'Daniella'.

Dalam pertemuan tersebut, sang tuan rumah mengusulkan untuk bermain sesuatu yang melibatkan handphone mereka. Aturannya, setiap orang wajib menaruh handphone-nya di atas meja makan. Dan setiap ada notifikasi dari apapun, informasinya harus dibagikan ke semua. Entah itu email, WhatsApp, panggilan telepon, dan lain sebagainya.

Mau ikutan buka rahasia?/instagram.com/@primevideoid
Mau ikutan buka rahasia?/instagram.com/@primevideoid

Obrolan 7 karakter yang hangat

Film arahan Rako Prijanto (Sang Kiai, Terjebak Nostalgia) ini hanya menggunakan set di meja makan. Dan filmnya diisi oleh obrolan-obrolan dari para karakternya semata. Maka, tumpuan utama keberhasilan film ini ada pada permainan aktornya dan bagaimana mereka membangun chemistry.

Atas hal tersebut, saya sangat apresiasi permainan ketujuh aktor utama ini yang betul-betul natural. Saya percaya kalau mereka memang teman lama dan obrolan-obrolan nostalgia yang mereka hadirkan cukup bisa dipercaya meski tanpa penggambaran visual.

Dari obrolan nostalgia yang awalnya ringan-ringan saja, perlahan tapi pasti obrolan mulai mencekam dan meningkat intensitasnya seiring permainan yang mereka lakukan.

Permainan tersebut rupanya banyak membongkar hal yang tidak mereka saling ketahui yang pada akhirnya malah membuat suasana semakin tak terkendali. Ada yang merasa dibohongi, merasa tak dianggap sebagai teman, dan sejumlah perasaan negatif kini mulai menggelayuti pikiran mereka masing-masing.

Agar emosi masing-masing karakter sampai dengan baik ke penonton tanpa tumpang tindih, Rako membagi porsi mereka dengan seimbang. Tidak ada yang mendominasi. Masing-masing punya screen time dan klimaksnya sendiri. 

Tapi kalau harus menyebut satu yang paling saya suka, tentunya pujian saya sematkan pada Adipati Dolken. Karena karakternya diberikan konflik yang beda dan ia sangat tuntas melakukan 'kepura-puraannya'.

My fav character, Wisnu!/instagram.com/@primevideoid
My fav character, Wisnu!/instagram.com/@primevideoid

Tiga kehidupan manusia dalam handphone

Seiring berkembangnya teknologi komunikasi, dan sebagian besar orang kini bergantung pada handphone-nya, Perfect Strangers hendak mengungkap sisi lain manusia yang semuanya berada dalam handphone.

Film membaginya dalam tiga kelompok kehidupan yakni kehidupan publik, kehidupan pribadi, dan kehidupan rahasia. Kelompok yang disebut terakhir inilah yang akhirnya terbuka selama permainan.

Lalu untuk apa tujuan permainan ini, apakah untuk membuka kemunafikan dalam sebuah hubungan? Pentingkah kita tahu apa yang menjadi rahasia teman kita, apalagi jika rahasianya menyangkut kita sendiri? Atau malah sebaiknya kita nggak perlu tahu apapun yang menjadi rahasia teman kita?

Sebagai ilustasi, mungkin kita sering melihat (atau mungkin melakukannya) fenomena ini. Kita kumpul bersama teman-teman, kongkow-kongkow ceria di coffee shop, ngobrolin banyak hal. Lalu ketika salah satu di antara kita pulang duluan, kongkow berubah menjadi ajang ghibah orang yang pulang duluan tadi.

Perfect Strangers menggambarkan kehidupan rahasia dengan hal-hal sederhana yang mungkin terjadi dekat di kehidupan kita sebagaimana ilustrasi di atas. 

Satu rahasia yang terbongkar misalnya ditemukannya grup WhatsApp futsal baru yang di dalamnya nggak ada Tomo. Coba gimana ngelesnya Enrico, Anjas, dan Wisnu kala Tomo 'ngambek' dirinya nggak diajak futsal lagi.

Hayo.... Ada yang suka bikin grup WA baru yang isinya tanpa seseorang yang dikehendaki, ngaku?

Anting yang menjadi misteri/Falcon Pictures
Anting yang menjadi misteri/Falcon Pictures

Refleksi hakikat sebuah hubungan

Dari kehidupan rahasia masing-masing yang terungkap, Perfect Strangers mengajak kita untuk mempertanyakan ulang apa hakikat sebuah hubungan. Apa dilandasi oleh sebuah kejujuran atau hanya untuk 'haha --hihi' semata?

Lebih jauh lagi, naskah yang ditulis Alim Sudio (Miracle in Cell No. 7, Losmen Bu Broto) ini bukan hanya mempertanyakan hakikat hubungan pertemanan di antara mereka, tapi juga hubungan pernikahan di antara mereka yang sudah menikah. Karena faktanya, masing-masing pasangan memiliki rahasia sendiri.

Ironisnya, di satu adegan film memperlihatkan kehidupan rahasia pasangan yang satu, dan disaksikan dengan 'baik-baik' saja oleh teman yang lain. Tanpa disadari kalau yang melihat juga punya rahasia yang nggak kalah menggemparkannya.

Setelah itu, secara bergantian film menyoroti kisah karakter lain dan disaksikan dengan baik-baik saja oleh teman yang lainnya.

Hal ini semacam paradoks seakan-akan jika kita melihat kekurangan orang lain sebagai sehina-hinanya kekurangan. Sementara kita jarang sekali melihat kekurangan ke dalam diri kita sendiri yang bisa jadi jauh lebih hina dari apa yang kita lihat pada orang lain.

Remake dari film Italia

Perfect Strangers ini merupakan rangkaian film remake yang dibuat Falcon Pictures setelah My Sassy Girl dan Miracle in Cell No. 7. Berbeda dengan kedua film tersebut yang berasal dari Korea Selatan, Perfect Strangers diadaptasi dari film laris Italia berjudul Perfetti Sconosciuti (2016).  Kabarnya, Indonesia adalah negara ke-23 yang membuat ulang film ini.

Dalam mengulas sebuah film remake, saya selalu mengusahakan dan menonton film aslinya sebagai bahan perbandingan. Ya sesederhana ingin tahu, sejauh mana sineas Indonesia mengolahnya menjadi sajian yang penuh kreativitas dengan tidak mengkhianati materi aslinya.

Sayangnya, setelah menonton film aslinya saya justru kecewa pada versi Indonesianya. Entah sengaja atau memang malas, Perfect Strangers dibuat persis seperti aslinya. Konflik yang terjadi di masing-masing karakter mirip dengan apa yang terjadi di film aslinya.

Sampai karakter Tomo pun dibuat mirip aslinya, tapi nggak punya implikasi terhadap karakternya/Falcon Pictures
Sampai karakter Tomo pun dibuat mirip aslinya, tapi nggak punya implikasi terhadap karakternya/Falcon Pictures
Saya menjadi bertanya-tanya ketika film ini dipromokan mengangkat kultur lokal. Sebelumnya saya berpikir mungkin 'ilusi dan mitos gerhana' yang menjadi latar suasana film ini yang dianggap sebagai kultur lokal. Tapi setelah nonton film aslinya, nyatanya memang ilusi gerhana juga dijadikan sebagai latar suasana di versi aslinya.

Lantas kultur lokal apa yang diangkat dalam Perfect Strangers? Apakah menjadi gay, selingkuh dari pernikahan sah, making love tanpa pernikahan, adalah kultur lokal yang dimaksud?

Satu hal lagi yang saya sayangkan adalah kehidupan rahasia yang diangkat Perfect Strangers mengerucut pada soal 'selangkangan' semata. Tapi mungkin benar adanya kita membuat kehidupan rahasia hanya untuk memenuhi kebutuhan seksual? Entahlah!

Terlepas dari pendekatannya yang miskin kreativitas, Perfect Strangers masih bisa dinikmati sebagai film 'perghibahan' berkat chemistry para aktornya yang memang pandai melakukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun