Secara garis besar, 13 Minutes bercerita tentang penduduk kota Heartland yang dihantam badai tornado besar. Dalam substitle-nya, bencana tornado ini diterjemahkan dengan angin puting beliung. Jadi saya akan menggunakan istilah angin puting beliung untuk membahas bencana dalam film ini.
Agar cerita bisa lebih fokus, sutradara Lindsay Gossling memfokuskan cerita pada empat keluarga sebagai perwakilan penduduk kota Heartland.
Keluarga pertama adalah Luke (Will Peltz), seorang pemuda yang tinggal bersama orangtuanya. Mereka memiliki komplek pertanian yang luas dan memperkerjakan banyak orang.
Salah satu yang bekerja di pertanian mereka adalah Carlos (Yancey Arias), seorang imigran gelap yang mencoba mengadu nasib di Heartland bersama kekasihnya. Maka sebutlah Carlos dan kekasihnya ini sebagai keluarga kedua.
Sementara keluarga ketiga diwakili oleh seorang anak tuli bernama Payton (Shaylee Mansfield). Ia lebih banyak diurus oleh pengasuhnya karena kedua orangtuanya sibuk bekerja. Sang ayah bekerja sebagai news presenter, sementara sang ibu bekerja di perusahaan semacam BKMG (kalau di Indonesia).
Nah, pengasuh Payton yang bernama Maddy (Sofia Vassilieva) boleh lah kita bilang sebagai keluarga keempat. Karena ia punya kehidupan sendiri bersama suami orang.
Buruknya pengelolaan risiko bencana
Lebih dari 1 jam pertama, 13 Minutes hanya menggambarkan kehidupan empat keluarga tersebut. Bagaimana aktivitasnya serta konflik apa yang menyertai mereka sebelum terjadi bencana. Sesekali diiringi oleh sound peringatan kalau badai akan segera menghantam kota.
Tapi peringatan itu agak diabaikan oleh beberapa orang, termasuk bapaknya Luke. Dalam dialognya ia mengaku seperti di-prank oleh peringatan tersebut karena dari peringatan yang sudah-sudah, bencana besar angin puting beliung tidak terjadi.
Ada satu hal yang menarik terkait sikap dari bapaknya Luke yakni persoalan risk awareness. Dalam manajemen risiko, pada prinsipnya risiko itu melekat pada setiap individu. Jadi, setiap orang harus perhatian dan aware terhadap ancaman risiko yang bisa saja terjadi padanya.
Contoh kecil saja di kehidupan kita sehari-hari. Sering kita temukan orang-orang tidak menggunakan helm ketika pergi dari rumah menuju minimarket. Alasannya "ah dekat ini". Kalaupun mereka bepergian jauh menggunakan helm, sebagian berpikir hanya untuk memenuhi aturan bukan pada penggunaan helm bisa mengurangi risiko ketika terjadi kecelakaan.
Sikap bapak Luke yang kurang paham risk awareness, turut juga diikuti oleh ibunya Luke.