Tapi jika melihat filmografi sang sutradara Hanung Bramantyo (yang kali ini duet dengan sineas muda Pandhu Adjisurya), sebetulnya pembangunan set masa dahulu bukanlah hal yang sulit bagi seorang Hanung. Silakan tengok saja deretan filmnya mulai dari Kartini, Soekarno, Habibie & Ainun 3, Sang Pencerah, hingga Sultan Agung. Semuanya berlatar masa lampau.
Tapi bukan Hanung namanya, kalau nggak meninggalkan 'signature khas' di film-filmnya. Hanung selalu saja bisa memasukkan isu sosial budaya sebagai penopang latar. Yang paling kerasa adalah masuknya isu sosial politik 'tragedi 98' yang kian menjadikan cerita Tersanjung semakin nyata berada di tahun 90-an.
Selain teknik artistik dan penyutradaraan yang baik, Tersanjung juga punya permainan kamera yang dinamis. Umar Setyadi yang menggawangi departemen kamera sangat mampu dan bijak melakukan framing-framing yang menarik. Salah satu contohnya adalah saat adegan Yura dan Oka ngobrol di teras rumah Yura.
Adegan tersebut diposisikan di sebelah kanan atas frame. Sementara frame lainnya menggambarkan suasana kampung sekitar lengkap dengan jalan gang yang sempit. Lalu ada beberapa warga lain yang berjalan di gang tersebut.
Sebuah komposisi menarik untuk menjelaskan keadaan rumah baru Yura. Rumah yang lebih sederhana daripada rumah Yura sebelumnya yang tampil lebih mewah.Â
Tapi di luar teknisnya yang baik, saya nggak terlalu suka dengan penataan musiknya. Buat saya, Tersanjung seperti eksperimen dengan lagu-lagu populer 90-an hingga 2000, tapi tidak memerhatikan estetika cerita di dalamnya. Lagu-lagunya terasa dipaksakan hadir sebagai parade nostalgia semata.Â
Yang paling terasa gagal, nggak nyambung, dan juga merusak mood adalah kehadiran lagu milik band Tipe-X saat menghiasi adegan pernikahan. Gimana bisa, adegan pernikahan yang digambarkan sakral dan romantis diiringi dengan musik ska? Suatu kerandoman yang hakiki. Hehe.
Finally, film yang berdurasi 114 menit masih nyaman untuk disaksikan berkat kamera yang indah dan akting yang pas. Tentu sekali lagi, kamu nggak perlu membandingkan dengan sinetronnya, karena sekali lagi buat saya ini bukan adaptasi. Hanya pinjam judul saja!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H