Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Tersanjung the Movie", Beda Jauh dengan Sinetronnya

28 Juni 2022   11:50 Diperbarui: 28 Juni 2022   12:07 697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wah, ada tante Amerika, apakah dia kembali berperan galak?/MVP Pictures

Tapi jika melihat filmografi sang sutradara Hanung Bramantyo (yang kali ini duet dengan sineas muda Pandhu Adjisurya), sebetulnya pembangunan set masa dahulu bukanlah hal yang sulit bagi seorang Hanung. Silakan tengok saja deretan filmnya mulai dari Kartini, Soekarno, Habibie & Ainun 3, Sang Pencerah, hingga Sultan Agung. Semuanya berlatar masa lampau.

Tapi bukan Hanung namanya, kalau nggak meninggalkan 'signature khas' di film-filmnya. Hanung selalu saja bisa memasukkan isu sosial budaya sebagai penopang latar. Yang paling kerasa adalah masuknya isu sosial politik 'tragedi 98' yang kian menjadikan cerita Tersanjung semakin nyata berada di tahun 90-an.

Wah, ada tante Amerika, apakah dia kembali berperan galak?/MVP Pictures
Wah, ada tante Amerika, apakah dia kembali berperan galak?/MVP Pictures
Selain teknik artistik dan penyutradaraan yang baik, Tersanjung juga punya permainan kamera yang dinamis. Umar Setyadi yang menggawangi departemen kamera sangat mampu dan bijak melakukan framing-framing yang menarik. Salah satu contohnya adalah saat adegan Yura dan Oka ngobrol di teras rumah Yura.

Adegan tersebut diposisikan di sebelah kanan atas frame. Sementara frame lainnya menggambarkan suasana kampung sekitar lengkap dengan jalan gang yang sempit. Lalu ada beberapa warga lain yang berjalan di gang tersebut.

Sebuah komposisi menarik untuk menjelaskan keadaan rumah baru Yura. Rumah yang lebih sederhana daripada rumah Yura sebelumnya yang tampil lebih mewah. 

Tapi di luar teknisnya yang baik, saya nggak terlalu suka dengan penataan musiknya. Buat saya, Tersanjung seperti eksperimen dengan lagu-lagu populer 90-an hingga 2000, tapi tidak memerhatikan estetika cerita di dalamnya. Lagu-lagunya terasa dipaksakan hadir sebagai parade nostalgia semata. 

Yang paling terasa gagal, nggak nyambung, dan juga merusak mood adalah kehadiran lagu milik band Tipe-X saat menghiasi adegan pernikahan. Gimana bisa, adegan pernikahan yang digambarkan sakral dan romantis diiringi dengan musik ska? Suatu kerandoman yang hakiki. Hehe.

Suka dengan interaksi para karakternya/MVP Pictures
Suka dengan interaksi para karakternya/MVP Pictures

Finally, film yang berdurasi 114 menit masih nyaman untuk disaksikan berkat kamera yang indah dan akting yang pas. Tentu sekali lagi, kamu nggak perlu membandingkan dengan sinetronnya, karena sekali lagi buat saya ini bukan adaptasi. Hanya pinjam judul saja!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun