Dilematis seorang jurnalis yang terjebak antara memenuhi keinginan teroris atau permintaan pemerintah. Apa pun yang ia putuskan, risiko kematian tetap ada di depannya. Lantas kepada siapa ia berpihak?
Kartik Aaryan) dan istrinya, Soumya Mehra Pathak (Mrunal Thakur) tampak begitu bahagia. Kebahagiaan yang mereka rasakan terlihat dari montase potongan adegan-adegan yang dijadikan pembuka film drama thriller karya Ram Madhvani ini.Â
Kehidupan rumah tangga Arjun Phatak (Tapi tunggu sampai opening tersebut selesai, kita akan langsung dihadapkan pada kehidupan Arjun dan Soumya yang ternyata tidak baik-baik saja.
Arjun adalah seorang pembawa berita televisi populer yang karirnya harus terjun bebas. Kini ia hanya seorang penyiar radio yang bahkan wajahnya tidak bisa lagi dilihat oleh para penggemarnya. Kehilangan ketenaran, puja-puji penggemar, dan keadaan rumah tangganya yang terancam perceraian membuat Arjun begitu stress dan tertekan.
Suatu hari, ia mendapat telepon misterius dari seseorang yang mengatakan kalau penelepon tersebut akan mengebom jembatan Sea-Link. Tentu saja Arjun menganggap telepon ini hanya lelucon belaka. Hingga akhirnya Arjun dikejutkan dengan dentuman bom di jembatan Sea-Link tak lama kemudian setelah menerima telepon. Kebetulan lokasi Sea-Link posisinya berdekatan dengan tempat kerjanya dan bisa dilihat dari jendela ruangan tempat kerjanya.
Atas kejadian ini, Arjun mulai sadar dan merasa kalau hal ini bisa mengangkat kembali karirnya sebagai pembawa berita televisi. Karena ia menganggap berita ini ekslusif hanya untuk dirinya. Maka ia mempersiapkan diri untuk menghadapi si penelepon dan menyiarkannya ke seluruh negeri.
Pembicaraannya dengan si penelepon akhirnya menemukan titik terang akan alasan si penelepon melalukan pengeboman.
Sebetulnya tuntutan si penelepon tidak banyak. Ia hanya ingin pemerintah minta maaf pada dirinya atas kejadian di jembatan Sea-Link bertahun-tahun yang lalu. Tapi pemerintah menolaknya. Malah pemerintah menyebut si penelepon dengan sebutan 'teroris'. Sebuah kata yang justru sangat dibenci oleh si penelepon. Karena si penelepon punya alasan sendiri mengapa ia melakukan pengeboman di Sea-Link. Dan ia menolak disebut sebagai teroris.
Agar masalah ini cepat selesai, maka ditunjuklah Arjun sebagai 'tumbal', karena hanya dirinya yang dihubungi oleh si penelepon tersebut. Namun perlahan tapi pasti, sebuah alasan mengapa Arjun yang ditelepon oleh si penelepon tersebut, menemukan jawabannya. Sebuah jawaban yang justru malah membuat Arjun berada dalam keadaan yang dilematis alias serba salah.
Dhamaka nyaris berada di satu ruangan tempat Arjun bekerja. Oleh karenanya, film ini betul-betul bertumpu pada kemampuan akting Kartik Aaryan. Untungnya, Kartik sangat berhasil memerankan Arjun sebagai presenter yang depresif, dan juga pandai memainkan emosinya. Mengingat ia sendiri menjadi negosiator/penghubung antara si penelepon dan pemerintah.
Bicara setting, sepanjang film setKita akan mudah jatuh cinta pada performa Kartik Aaryan yang berusaha menjadi negoisator karena kepintarannya dalam berbicara. Di saat yang sama kita juga bisa merasakan bagaimana tertekannya Kartik saat melakukan negoisasi karena di bawah ancaman si penelepon dengan risiko kematian. Pun juga tekanan dari pemerintah yang tidak ingin memenuhi keinginan si penelepon.Â
Ya karena kalau pemerintah mengikuti keinginan si penelepon dengan minta maaf, film tentu akan berakhir begitu saja. Hehe.
Dilema yang dirasakan Arjun semakin diperparah dengan fakta kalau istrinya berada di lokasi Sea-Link yang kapan saja bisa jadi korban pengeboman jika ia tidak menuruti keinginan si penelepon. Lalu Arjun akan berpihak kepada siapa?
Walaupun setting-nya minimalis, Dhamaka tetap tampil menegangkan. Dengan alur maju dalam satu waktu, kita akan betah untuk tetap mengikuti perkembangan kasus pengeboman ini dari sisi atau sudut pandang Arjun.
Selain tentang teroris vs pemerintah, ada hal menarik lain yang disuguhkan oleh Dhamaka. Yakni tentang persoalan rating dalam sebuah program berita/televisi yang dibuat tanpa memikirkan aspek kemanusiaannya. Tapi untuk urusan ini, saya kira naskah gubahan Puneet Sharma dan Ram Madhvani kurang menjahitnya dengan baik. Persoalan rating yang disajikan hanya sepintas lalu saja dan agak mengaburkan persoalan utama film ini.
Belum lagi naskah menambah masalah dengan dugaan keterlibatan Arjun bekerjasama dengan si penelepon yang disebut sebagai teroris itu. Sudah jatuh tertimpa tangga pula!
Tapi lagi-lagi, persoalan ini tidak dikupas tuntas. Sampai akhir film, kita tidak benar-benar tahu apakah Arjun betul-betul terlibat dan punya skandal seperti yang dituduhkan oleh karakter lain di film ini. Atau hanya sebatas ancaman agar Arjun memenuhi keinginan si penuduh tersebut.
Alih-alih memberikan jawaban, film malah mengakhiri ceritanya dengan over dramatis.
Begini! Setelah Arjun melakukan usaha terbaiknya, kamera melakukan pendekatan shoot close up bertahap kepada karakter Arjun yang sudah tak berdaya (sedang sekarat). Seraya diiringi lagu 'Khoyaa Paaya' yang begitu menyayat hati.Â
Ya, begitulah film India, daripada memberikan jawaban 'kenapa', lebih baik berdrama ria. Agak disayangkan saja, pendekatan tersebut dipilih pada film genre thriller seperti ini.
Sebagai perbandingan, saya juga menonton The Guilty (2021) yang punya konsep dan bentuk serupa dengan Dhamaka. Bedanya di The Guilty, 'kesalahan' dan latar belakang si aktor utama dituntaskan di akhir film. Sehingga kita tahu apa yang sesungguhnya terjadi pada pemeran utama. Sementara di Dhamaka tidak demikian.
Untungnya, performa Kartik Aaryan yang mumpuni, membuat Dhamaka masih enak ditonton sebagai suguhan thriller criminal yang menegangkan.
---
Kamu yang sudah nonton film India ini, boleh lho berbagi pendapatnya di kolom komentar!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H