Didi Kempot mempersatukan masyarakat dalam nuansa ceria meski berduka, mulai akar rumput hingga petinggi negeri, seluruh rakyat kerap mengharapkan kehadirannya menyemai sukacita di hati publik. Jahitan persatuan yang ia ciptakan hanya melalui suara merdunya, namun tulus dan dipenuhi rasa ingin selalu memberi yang terbaik bagi orang lain.
Ketika Didi Kempot manggung di area kampus UGM akhir tahun 2019 lalu, saya melihat antusias civitas academika UGM dan masyarakat di sekitarnya berduyun-duyun menghadirinya. Terlihat juga sekelompok dosen UGM yang berstatus "Sobat Ambyar" hadir di acara itu. Begitu banyak masyarakat yang hadir sekaligus mematahkan batas-batas perbedaan yang tercipta, membuktikan persatuan terjalin indah dalam rangkaian tembang-tembang cinta karya Sang Maestro. Didi Kempot bukanlah pahlawan yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, Didi Kempot adalah pahlawan pemersatu bangsa melalui tembang campursarinya yang sangat sederhana.
Senin, 4 Mei 2020 kemarin, saya masih sempat menyebut dan mencontohkan personal branding Didi Kempot dalam diskusi daring yang digelar Mata Garuda Sumatera Utara (MGSU). Perjuangannya membentuk dan membangun personal branding layak menjadi contoh bagi banyak kalangan saat ini. Tetap tegar, tersenyum dan menjadi berkat bagi banyak orang meski hidupnya sedang mengalami turbulensi.
Selamat jalan Mas Didi Kempot, meski kita belum sempat bertatap muka, namun saya mengagumi Jenengan sebagai salah satu figur pemersatu bangsa Indonesia yang telah kembali ke hadapan Sang Ilahi. Masyarakat Indonesia berduka, Sobat Ambyar terpukul, dunia musik sontak terdiam. Kiranya Tuhan Pencipta, segera menghadirkan 'Didi Kempot' lain sebagai pahlawan pemersatu masyarakat di tengah pergumulan berat bangsa saat ini. Selamat jalan Sang Maestro.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H