Konser dan pagelaran musik Didi "The Godfather of Broken Heart" Kempot, selalu dibanjiri banyak orang. Berduyun-duyun dan berdesak-desakan sembari menikmati lirik-lirik lagu karya Sang Maestro, para Sobat Ambyar berpadu rasa bersama. Tidak terlihat raut duka dan sedih, justru Sobat Ambyar asyik bergoyang tanpa jarak dengan beragam orang lain dalam kerumunan. Tercipta rasa persatuan di antara Sobat Ambyar sembari menikmati tembang bernas bernuansa perasaan cinta yang dikumandangkan Didi Kempot.
Hadirin selalu disajikan nuansa ceria nan kebersamaan yang berujung pada rasa puas karena perasaan hatinya dimengerti lewat lagu-lagu yang dinyanyikan. Melalui konser Didi Kempot, masyarakat 'terhipnotis' untuk bersama bergembira dalam tembang-tembang sedih yang menjadi tema lagu Didi Kempot. Masyarakat seolah melupakan kesedihannya dengan kebersamaan yang tercipta dalam setiap konser. Masyarakat 'seolah' diajak untuk menertawakan kesedihan yang dialami sekaligus memunculkan kegembiraan dan rasa puas.
'Tertawakan kesedihan'
Saat diwawancarai Andy Noya dalam tayangan Kick Andy, Didi Kempot secara lantang mengatakan bahwa dari 700 lagu ciptaannya, sebanyak 600 lebih lagu-lagunya bernuansa cinta. Meski begitu, Didi mengingatkan agar setiap orang yang dikecewakan tetap mendoakan orang yang mengecewakannya. Tidak ada penularan dendam dan sakit hati, pendengarnya justru diajarkan untuk 'menertawakan' kekecewaan dan kesedihannya serta berharap yang terbaik bagi pihak yang mengecewakannya.
Hal senada pernah diungkapkan Gus Dur, yang menertawakan dirinya di hadapan banyak tamu negara dan publik. Bagi Gus Dur, hal itu tidak penting sebab menertawakan diri dapat memberikan keuntungan dan penghiburan saat melewati berbagai masalah. Berikut salah satu humor Gus Dur yang kerap dikutip publik.Â
Saat Gus Dur didesak banyak pihak untuk mundur dari kursi Presiden, Emha Ainun Nadjib mengingatkannya, dan berkata; "Gus, sudahlah, mundur saja. Mundur tidak akan mengurangi kemuliaan sampeyan," ucap Cak Nun, nama akrab Emha kepada Gus Dur. Diluar dugaan, jawaban Gus Dur membuat Cak Nun dan dirinya tertawa geli; "Aku ini maju aja susah, harus dituntun, apalagi suruh mundur."
Bagi almarhum Didi Kempot, kesedihan bukanlah hadangan yang berarti. Berbekal kehidupan yang serba sulit di masa kecilnya, Didi Kempot mencoba berbagi keceriaan hidup yang kini ia nikmati kepada setiap pendengar. Keceriaan di setiap penampilannya menular deras kepada seluruh Sobat Ambyar sembari bersama membuang dan menertawakan kesedihan yang dialami. Paling tidak, rasa persatuan terbangun di antara Sobat Ambyar untuk bersama berjoget, bernyanyi, dan menangis mengiringi nyanyian Sang Maestro campur sari itu.
Keberadaan Didi Kempot selalu memunculkan rasa persatuan di antara anak bangsa. Banyak masyarakat -bahkan yang tidak memahami Bahasa Jawa- dapat menikmati alunan suara serta lirik lagu-lagu yang dinyanyikan Didi Kempot. Lebih jauh lagi, cukup banyak kalangan milenial yang menjadi penikmat lagu-lagu campur sarinya, sehingga tercipta kelompok masyarakat beda generasi dalam kesatuan pada setiap konsernya.Â
Intinya, Didi Kempot menjadi ikon persatuan bagi masyarakat di tengah kondisi bangsa saat ini yang membutuhkan figur pemersatu lewat  karya seni musik. Salah satu buktinya adalah saat Didi Kempot mengadakan konser amal dari rumah yang digelar bersama salah satu stasiun TV swasta, dalam durasi 2 jam berhasil mengumpulkan dana senilai Rp7,6 miliar. Dana ini didonasikan untuk penanganan Covid-19. Sungguh tindakan mulia!
Sebagaimana diketahui, saat ini penyebaran hoaks atau berita bohong demikian deras terjadi di banyak daerah Indonesia. Tak jarang, hoaks juga dilancarkan kelompok-kelompok tertentu untuk menyerang pihak lain, baik secara perlahan maupun membabi buta. Namun kehadiran Didi Kempot, ternyata mampu menyedot perhatian publik dan sebagian di antaranya dengan rela hati memberikan donasi melalui program tersebut untuk berbagi bersama masyarakat yang mengalami kesulitan akibat Covid-19.
Bahkan kalangan milenial pun diperkenalkan pada musik-musik daerah sebagai upaya melestarikan salah satu budaya bangsa Indonesia. Singkatnya, Didi Kempot berhasil menjadi salah satu magnet pemersatu bangsa. Tidak dengan senjata api, bambu runcing, pemahaman politik, ataupun dengan materi.Â
Didi Kempot mempersatukan masyarakat dalam nuansa ceria meski berduka, mulai akar rumput hingga petinggi negeri, seluruh rakyat kerap mengharapkan kehadirannya menyemai sukacita di hati publik. Jahitan persatuan yang ia ciptakan hanya melalui suara merdunya, namun tulus dan dipenuhi rasa ingin selalu memberi yang terbaik bagi orang lain.
Ketika Didi Kempot manggung di area kampus UGM akhir tahun 2019 lalu, saya melihat antusias civitas academika UGM dan masyarakat di sekitarnya berduyun-duyun menghadirinya. Terlihat juga sekelompok dosen UGM yang berstatus "Sobat Ambyar" hadir di acara itu. Begitu banyak masyarakat yang hadir sekaligus mematahkan batas-batas perbedaan yang tercipta, membuktikan persatuan terjalin indah dalam rangkaian tembang-tembang cinta karya Sang Maestro. Didi Kempot bukanlah pahlawan yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, Didi Kempot adalah pahlawan pemersatu bangsa melalui tembang campursarinya yang sangat sederhana.
Senin, 4 Mei 2020 kemarin, saya masih sempat menyebut dan mencontohkan personal branding Didi Kempot dalam diskusi daring yang digelar Mata Garuda Sumatera Utara (MGSU). Perjuangannya membentuk dan membangun personal branding layak menjadi contoh bagi banyak kalangan saat ini. Tetap tegar, tersenyum dan menjadi berkat bagi banyak orang meski hidupnya sedang mengalami turbulensi.
Selamat jalan Mas Didi Kempot, meski kita belum sempat bertatap muka, namun saya mengagumi Jenengan sebagai salah satu figur pemersatu bangsa Indonesia yang telah kembali ke hadapan Sang Ilahi. Masyarakat Indonesia berduka, Sobat Ambyar terpukul, dunia musik sontak terdiam. Kiranya Tuhan Pencipta, segera menghadirkan 'Didi Kempot' lain sebagai pahlawan pemersatu masyarakat di tengah pergumulan berat bangsa saat ini. Selamat jalan Sang Maestro.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H