Pada kesempatan kali ini saya akan menuliskan sebuah cerita fabel yang menceritakan mimpi dari seekor semut kecil yang malang dimana ia tengah mengimpikan seandainya saja semut itu adalah hewan kuat.Semoga sobat semua bisa membacanya dengan baik.Selamat membaca.
Alkisah di sebuah hutan belantara yang luas, hidup sebuah keluarga kecil semut merah yang tinggal di batang pohon jati tua.Di dalam keluarga kecil semut merah itu hidup seekor semut kecil.
Semut merah kecil itu bernama Didi, sepanjang perkembangannya menjadi semut dia merupakan seekor semut kecil yang paling ulet, rajin, dan aktif dimana dia tidak pernah berhenti untuk bergerak membantu kawanannya mencari makanan dan tidak pernah berhenti untuk bertanya selagi apa yang membuatnya penasaran belum terpenuhi.
Suatu hari Didi melihat sebuah peristiwa yang sangat membuatnya sedih, dimana saat dia tengah beristirahat saat mencari makan dia melihat langsung para kawanan semut yang tadi berangkat bersamanya dan sudah menjadi temannya itu kini harus mati di kaki hewan hewan raksasa lain.Dan itu tidak hanya sekali melainkan berkali kali hingga hanya menyisakan Didi seorang.
Padahal Didi melihat sendiri dimana kawan kawan yang sudah seperti saudaranya ini tidak bersalah, yang mereka inginkan hanyalah makanan meskipun hanya seperempat dari sebuah daun kecil sama seperti hewan hewan lain yang juga butuh makanan tapi mengapa mereka kejam sekali, belum lagi jika sudah bertemu manusia maka nasib kaum semut hanya tinggal bertemu kematian.
Didi pun pulang ke rumah dengan perasaan sedih, hatinya sangat terluka karena dia sangat terpukul melihat kejadian yang mengerikan itu hingga akhirnya sang ibu pun datang menghampiri anak bungsunya itu dan bertanya "nak, apa yang terjadi padamu mengapa kau sedih seperti ini bukankah tadi kau pergi dengan gembira bersama kawan kawanmu, dimana mereka?" dengan tangisan yang makin menjadi jadi Didi bercerita dengan lengkap mengenai peristiwa mengerikan itu dan menutup ceritanya dengan sebuah pertanyaan polos, "Ibu, mengapa kita kaum semut selalu berakhir babak belur bahkan mati di kaki makhluk lain yang lebih besar dari kita?Â
Bukankah mereka semua punya mata? bukankah mereka pun juga sama sama butuh makanan sam seperti kita tapi mengapa mereka sekejam itu? mengapa mereka seakan tidak peduli pada kita kaum kecil? Pertanyaan Didi membuat sang ibu ikut larut dalam kesedihan tapi sebenarnya sudah ribuan kali sang ibu merasakan kesedihan yang sama yang bahkan jauh lebih parah.
Sang ibu pun menjawabnya dengan sebuah cerita yang pilu, sang ibu menceritakan bahwa Didi boleh bersedih karena baru kali ini ia kehilangan kawannya dalam satu hari saja sementara sang ibu sudah seing kali kehilangan ribuan kawannya dalam waktu kurang dari setengah hari dan masih ditambah lagi dengan hari hari berikutnya.
Setiap kali sang ibu punya kawan baru, selalu saja berakhir tragis entah kembali dengan fisik yang cacat atau bahkan jasadnya hilang terbawa angin.Kesedihan yang sang ibu alami sudah parah sekali bahkan sang ibu dulu tidak pernah tidak menangis meski hanya satu hari saja hingga akhirnya kesedihan sang ibu membuat air mata sang ibu menjadi kering dan mencoba pasrah menerima kenyataan ini.
Sebenarnya kakek dan nenek Didi serta lima orang pamannya juga berakhir dengan tragis dimana mereka mati akibat pembakaran hutan yang dilakukan manusia.