Tetapi, kita tidak bisa seenaknya menyalahkan BAWASLU dalam menjaga setiap proses pelaksanaan pemilihan karena secara logika juga dari jumlah peserta pemilu juga berbanding sangat jauh dengan jumlah pengawas yang ada, tentu hal ini juga menjadi salah satu faktor banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang tidak 'terawasi'.
KPU sebagai Lembaga Penyelenggara juga ikut berperan dalam hal edukasi kepada masyarakat ditingkat bawah, selain daripada peran 2 Lembaga tersebut. Kesadaran masyarakat juga sangat diperlukan untuk mewujudkan Pemilu yang benar-benar bersih, jujur, berintegritas.Â
Karena faktanya juga jika melihat pelaksanaan Pemilu tahun 2019 yang lalu juga banyak yang sepenuhnya menyalahkan BAWASLU dan KPU karena dianggap membiarkan kecurangan terjadi dan tidak membuat sistem pelaksanaan teknis pemilu yang kuat.
Menurut Ketua BAWASLU RI Pak Abhan, "ada problem regulasi jika dibandingkan regulasi soal money politik antara UU 7 tentang Pemilu dan UU 10 tentang Pilkada, lebih Progresif UU 10 tahun 2016 dikarenakan di Undang-Undang Pilkada, pemberi dan penerima uang sama-sama bisa dihukum.
Apapun, ini bisa menjadi warning untuk public, masyarakat juga hati-hati. Karena sama-sama bisa dihukum. Tetapi di UU 7 tidak, yang hanya bisa dikenakan pidana kalua money politik terjadi hanya pemberinya, penerima tidak." Disampaikan dalam diskusi 'Antisipasi dan Penindakan Politik Uang dalam Pemilu 2019' di Kantor Bawaslu, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (8/10/2018).
Selain faktor diatas juga money politik terjadi dikalangan Organisasi, biasanya ketika kontestasi politik tiba banyak Ketua Umum di beberapa Organisasi yang ikut mengarahkan anggota-anggotanya untuk memilih calon tertentu.
Memang hal ini menurut saya tidak spenuhnya juga salah akan tetapi harus dijelaskan dari awal mengapa diarahkan pada calon-calon tertentu apa sebab dan akibatnya juga semestinya ini tidak boleh bersikap memaksa.
Sebagai masyarakat seharusnya saling bahu-membahu untuk menciptakan pemilu yang bersih, jujur dan berintegritas dengan cara masyarakat yang memiliki pengetahuan tentang kepemiluan ikut  membantu KPU dan BAWASLU untuk mensosialisasikan tahapan-tahapan dan pelanggaran yang harus dihindari, peran-peran tokoh masyarakat juga diperlukan untuk ikut mengarahkan masyarakat agar menggunakan hak pilih nya sesuai dengan hati Nurani nya tidak berdasarkan siapa yang memberi uang dan seberapa besar jumlahnya.
Karena rasanya akan percuma ketika BAWASLU mengancam peserta pemilu yang melakukan money politik dengan sanksi-sanksi yang telah ditetapkan Undang-Undang tetapi disisi lain masyarakatnya justru yang melanggengkan praktek money politik tersebut.
Ini adalah PR kita bersama dalam menghentikan praktek Money Politik atau Politik Uang atau Politik Suap agar masyarakat Indonesia khususnya para pemilih pemula benar-benar menggunakan hak pilih nya sesuai hati Nurani masing-masing dengan cara melihat visi-misi yang diajukan calon bukan melihat siapa yang memberi dan berapa jumlahnya.
Disamping itu saya pribadi sangat mengapresiasi Program yang dibuat BAWASLU dalam rangka membangun kesadaran-kesadaran politik dimasyarakat terutama kepada para pemilih pemula dengan cara membuat Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif (SKPP) dengan timbulnya kesadaran-kesadaran politik tentang menggunakan hak pilih secara tidak langsung juga mereka diharapkan agar menjadi pioneer dalam mengawasi jalannya.