Mohon tunggu...
abdullah a
abdullah a Mohon Tunggu... -

seorang yang tidak mempunyai obsesi, menjalani hidup apa adanya. target sekarang, ingin memiliki Playstation 3. target di masa depan, ingin memiliki kapal layar. tau diri tidak pintar-pintar amat, tapi diberi kesempatan oleh Tuhan untuk kuliah kedokteran di Bandung. senang bergaul, tapi selalunya terkesan autis oleh teman-teman, karena lebih senang menyendiri di perpustakaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kuliah di Indonesia: Antara Cinta dan Benci

5 Mei 2011   12:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:03 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

3. Bahasa Indonesia mirip Bahasa Melayu. walau ada perkataan yang beda total maksudnya seperti butuh, seronok, comel, dan sebagainya. hehe.

4. Budaya dan bahasa masyarakat Melayu yang tidak berbeda jauh dengan budaya dan bahasa Indonesia. Kejutan budaya (culture shock) seperti yang sering dialami mahasiswa kita di negara-negara Barat bisa diminimalkan.

tapi yang tidak dirasakan oleh kami adalah apa yang disebutkan sebagai post-power syndrome oleh pak Bimo Tejo. kerana mungkin saja kami generasi 80-an tidak terlalu merasakan 'pergolakan' ataupun hubungan 'kakak-adik' dulunya Malaysia dan Indonesia.

kata pak Bimo Tejo, pernah mendapat informasi dari kalangan “ring satu” sebuah kementerian yang biasa memberi beasiswa, ada upaya untuk menghambat calon mahasiswa yang ingin melanjutkan studinya ke Malaysia. ini saya tidak tahu. tapi yang pasti, pernah disiarkan di TV bahwa ada beberapa universitas di Indonesia tidak mau lagi mengambil mahasiswa asing asal Malaysia, atas alasan nasionalisme.

kalau dari pandangan peribadi, saya menyalahkan kebanyakan media Indonesia yang mengobarkan rasa benci rakyat Indonesia terhadap Malaysia. saya masih ingat isu tarian pendet, si pembaca berita menyebutkan "sekali lagi negara tetangga Malaysia membuat ulah, dalam mempromosikan Malaysia, Truly Asia menyiarkan tarian pendet di dalam iklannya" dan memainkan iklan tersebut, sedangkan itu bukan lah iklan promosi wisata Malaysia, tetapi iklan yang dibikin oleh National Geographic yang berpusat di Singapura. kalau tidak salah waktu itu sesama menteri antara 2 negara ini sempat berutus surat berisi 'marah' dan 'meminta penjelasan'. akhirnya Nat-Geo tampil dan memohon maaf, tapi seingat saya, tidak pernah pun disiarkan di TV tentang kesalahan Nat-Geo waktu itu. dan orang-orang pun banyak terdoktrin kalau Malaysia memang dasar maling...

begitu juga isu Ambalat. panasnya isu itu kemuncak sebelum Pemilu yang lalu. lucunya, disebutkan di berita sendiri kalau "Malaysia telah memasuki wilayah Ambalat tanpa izin sejak 2007 (atau 2008, saya lupa) sampai sekarang sebanyak (puluhan, saya lupa brp) kali.

tapi kok baru diberitakan menjelang Pemilu???

apa lagi isu tentang sepak bola kemarin. komentator begitu bersemangat dalam memburukkan Malaysia serta pendukungnya yang menggunakan laser sehingga mengganggu konsentrasi penjaga gawang Indonesia. sedangkan dalam final di Jakarta kemarin itu saya lihat jelas penjaga gawang Malaysia juga disinari laser, namun komentatornya tidak berkata apa-apa, dan diakhir perlawanan masih berkata "semangat positif seperti inilah yang kita maukan dari para pendukung kita, tetap 'bersih'", dn sebagainya dan sebagainya.

maksud saya disini, apalah salah kalau media menyiarkan perkara yang benar, agar mereka tidak keburu dosa menimpuk karena menyebarkan fitnah, serta menimbulkan kebencian sesama manusia. tapi mungkin bagi mereka lagi-lagi yang penting adalah UUD ujung-ujungnya duit. berita sensasi seperti inilah yang mau ditonton oleh kebanyakan orang. atau merupakan agenda politik pihak tertentu? itu saya tidak tahu.

walau bagaimanapun, Alhamdulillah, hidup saya selama di Indonesia, Bandung khususnya tidak pernah disulitkan oleh pseudo-permasalahan bodoh yang sering mengapikan rakyat di kedua negara ini. kata orang, urang Sunda itu sopan-sopan, serta baik. memang =)

saya tidak pernah kwatir mengatakan kalau saya asal Malaysia ketika ngobrol dengan pasien di RS kalau ditanya oleh mereka saya dari mana asalnya. mereka malah senang, sudah beberapa kali diajak untuk main ke rumah mereka ;-) (wah, jd cerita pengalaman peribadi hehe)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun