Meski begitu, Balai Pustaka tetap memberikan kontribusi penting. Awalnya, mereka hanya menerbitkan buku-buku sastra daerah, kemudian mulai menerjemahkan atau menyadur cerita-cerita klasik dari Eropa, hingga akhirnya menerbitkan karya-karya baru.
Walaupun sudah berdiri sejak tahun 1908 dan berkembang lebih besar pada 1917, Balai Pustaka baru benar-benar aktif dan produktif pada tahun 1920-an. Di era itu, mereka mulai menerbitkan beragam buku, majalah, dan almanak. Buku-buku yang diterbitkan mencakup topik seperti kesehatan, pertanian, peternakan, budi pekerti, sejarah, adat istiadat, dan banyak lagi.
Balai Pustaka juga meluncurkan beberapa majalah populer seperti Sri Pustaka yang kemudian berganti nama menjadi Panji Pustaka (berbahasa Melayu, 1923), Kejawen (berbahasa Jawa, 1926), dan Parahiangan (berbahasa Sunda, 1929). Tirasnya pun cukup tinggi untuk ukuran zaman itu: Panji Pustaka mencapai 7.000 eksemplar, Kejawen 5.000, dan Parahiangan 2.500 eksemplar. Selain itu, Balai Pustaka juga menerbitkan almanak seperti Volksalmanak, Almanak Tani, dan Almanak Guru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H