Mohon tunggu...
raisyaasyianirinjani
raisyaasyianirinjani Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

saya adalah mahasiswi semester 5 yang sedang belajar untuk menulis artikel dengan berbagai tema.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Nilai-Nilai Sosial dalam Pembentukan Hukum Islam di Masyarakat Multikultural

17 Desember 2024   09:30 Diperbarui: 17 Desember 2024   09:30 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Lawrence A. Blum mendefinisikan multikulturalisme sebagai pemahaman, penghargaan, dan rasa hormat terhadap budaya sendiri maupun budaya etnis lain. Azyumardi Azra melihatnya sebagai pandangan dunia yang tercermin dalam kebijakan budaya, menekankan penerimaan pluralitas dan multikulturalisme dalam masyarakat. Barbara Houston menambahkan bahwa multikulturalisme bertujuan membangun kesadaran kolektif untuk berbagi nilai dan identitas, menciptakan komunalitas, dan mencairkan sekat identitas demi mewujudkan kewarganegaraan yang setara secara sosial dan politik. Kewarganegaraan, menurut Houston, tidak hanya status hukum, tetapi juga identitas yang mencerminkan pengakuan sebagai anggota komunitas politik. (liata, faizal. 2021)

Multikulturalisme dapat dilihat sebagai pandangan dunia yang diwujudkan dalam "politik pengakuan" (politics of recognition). Setiap individu diharapkan saling menghargai dan menghormati kebudayaan yang ada di masyarakat. Berbagai bentuk kebudayaan harus diterima tanpa membeda-bedakan antar satu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya. Hal ini harus dibingkai dalam kerangka kesatuan dan perbedaan, serta kekhasan dalam kerangka kemanusiaan yang universal. Menurut Imarah, multikulturalisme mengajarkan kita untuk menerima keberagaman dalam satu kesatuan yang lebih besar, yang mengakui nilai-nilai dasar kemanusiaan.

Gagasan multikulturalisme dalam Al-Qur'an tercermin dalam Surah Al-Hujurat (49:13), yang menegaskan bahwa manusia diciptakan dari asal yang sama dan dibedakan dalam suku dan bangsa untuk saling mengenal, bukan berpecah. Ayat ini mengajarkan kesetaraan hak setiap individu, menekankan bahwa kemuliaan di sisi Allah ditentukan oleh ketakwaan, bukan atribut duniawi seperti ras atau status sosial. Pesan ini relevan dengan masyarakat multikultural masa kini, mendorong penghormatan terhadap perbedaan, kerja sama, dan penilaian berdasarkan akhlak serta ketakwaan demi kebaikan bersama. (Liata, faizal. 2021)

Secara epistemologis, sosiologi hukum Islam mengkaji tiga aspek utama sebagai berikut:

Gejala sosial dan interaksi timbal balik dalam masyarakat yang menghasilkan norma atau kaidah sosial, yang bertujuan untuk mengatur perilaku manusia agar tidak melampaui batas. Norma-norma ini disepakati secara bersama oleh masyarakat dan terus berkembang seiring waktu melalui proses regeneratif.

Hukum yang berlaku, yang merupakan produk dari pemerintah, lembaga negara, atau instansi yudikatif dan eksekutif yang memiliki kewenangan untuk membuat dan menetapkan hukum. Hukum ini berfungsi sebagai hukum positif atau peraturan yang mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek, seperti sosial, ekonomi, politik, pendidikan, budaya, agama, dan lainnya. Selain itu, hukum juga memiliki peran dalam mengendalikan dan mencegah tindakan kriminal, serta mengatur hubungan antarindividu dalam ranah hukum perdata.

Perilaku manusia (human behavior) adalah kajian yang sangat relevan dan aktual, karena perubahan dalam kehidupan manusia tidak dapat diukur dengan angka-angka semata, melainkan bergulir mengikuti dinamika sejarah yang diciptakan oleh manusia itu sendiri.

Hukum Islam memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan berkembang, selalu mengikuti perubahan zaman serta perbedaan tempat dan kondisi. Dalam kaidah fiqh, disebutkan bahwa perubahan hukum seiring dengan perubahan waktu, tempat, dan situasi tidak dapat disangkal. Sebagaimana dijelaskan dalam kaidah laa yunkaru taghayyurul ahkaam bi taghayyuril azmaan wal amkinah wal ahwaal, yang artinya: "perubahan hukum tidak dapat disangkal karena adanya perubahan masa, tempat, dan kondisi." Kehadiran hukum Islam bertujuan untuk melakukan pembaruan dalam kehidupan manusia, mengarah pada kehidupan yang lebih beradab dan lebih baik. Beberapa indikator pembaruan ini dapat ditemukan dalam berbagai contoh hukum Islam yang telah beradaptasi dengan zaman.

Selain itu, konsep hijrah juga menjadi simbol pembaruan yang mengarah pada peradaban yang lebih tinggi. Peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Yatsrib (Madinah) tidak hanya menjadi titik penting dalam sejarah umat Islam, tetapi juga sebagai lambang transformasi menuju kehidupan yang lebih beradab. Secara etimologis, Madinah berarti "peradaban," yang menggambarkan bahwa tujuan beragama adalah untuk menciptakan masyarakat yang lebih teratur dan beradab. Hijrah tidak hanya merujuk pada perpindahan fisik, tetapi juga merupakan simbol perubahan besar dalam kehidupan sosial dan spiritual umat Islam, di mana pembaruan dalam kehidupan masyarakat menjadi sangat diperlukan. (Silfiah, R. I. 2020)

Seiring dengan dinamika masyarakat, proses pembaruan dalam hukum Islam tidak akan pernah berhenti. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa setiap abad akan ada pembaruan dalam ajaran agama. Pembaruan ini terjadi untuk menyesuaikan dengan perubahan zaman dan kebutuhan masyarakat, sehingga hukum Islam tetap relevan dan mampu memberikan solusi bagi masalah yang dihadapi umat. Dengan demikian, hukum Islam terus berkembang dan beradaptasi, mengikuti perubahan sosial dan kebutuhan masyarakat tanpa kehilangan esensi ajaran agama itu sendiri.

Multikulturalisme di Indonesia memiliki landasan kuat dalam Pancasila, yang mencakup prinsip-prinsip Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Pancasila mencerminkan nilai-nilai pluralisme yang seharusnya menjadi titik awal untuk berperilaku di tengah keragaman budaya dan agama. Dalam hal ini, pluralisme bukan hanya soal menerima perbedaan, tetapi juga menciptakan ruang untuk saling menghormati dan hidup berdampingan secara damai. Negara Indonesia, berdasarkan Pancasila, mengedepankan pluralisme sebagai dasar pembentukan tatanan sosial yang mengakomodasi semua golongan, agama, dan budaya yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun