Chapter 7
"Mau coklat?" tanya Bu Annisa kepada Theresia, gadis itu menggeleng.
"Enggak usah Kak, gue lagi gak laper." Jawab Theresia setelah dia menggelengkan kepalanya. Â
Di tempat inilah kedua kakak beradik yang menyembunyikan identitasnya itu berada, ruang guru yang sepi dan hanya berisikan Theresia dan kakak kandungnya, Annelisa Ametalia, lebih dikenal dengan sebutan Bu Annisa di sekolah ini.
"Untung di tempat ini lagi sepi, lo bebas mau berbicara informal sama gue."
Adiknya hanya terdiam, tidak memberikan balasan apapun kepada si kakak. Tidak berselang kemudian, Bu Annisa mengeluarkan selembar kertas dan memberikannya kepada adiknya.
"Coba lu baca, berapa nilai lu disitu?"
Theresia mulai mengarahkan pandangannya yang semula menghadap ke arah jendela sekarang mengarah ke kertas tersebut, "35." ujarnya.
Kakaknya terdiam, selang beberapa detik dia memerhatikan adiknya ini yang sama sekali tidak terlihat khawatir akan hasil nilai ulangannya. Seolah-olah, lembaran itu bukan menjadi masalah besar yang sedang dia hadapi.
"Gue gak mau bantu nilai lo walaupun lo adik gue, gue gak suka makan gaji. Gue mau lo berusaha untuk ulangan harian kedua nanti nilai lu harus bagus, minimal rata-rata." Jelas kakaknya panjang lebar, akan tetapi Theresia tidak menghiraukannya.
"Theresia, lu dengerin gue kan, dek?"
Si adik Kembali menatap kakaknya dengan hembusan nafas. Lesu wajahnya sekarang.
***
Theresia menggowes sepedanya menuju arah rumahnya. Di tengah perjalan secara tidak sengaja dia berhenti, dia melihat seorang gadis yang berjalan di depan toko ice cream yang sepertinya gadis itu berjalan menuju toko itu.
"Rara!" ucap Theresia yang dibalas tengokan dari Rara.
"Lho, Lia!" ujar Rara sambil melambaikan tangannya, segera Theresia pun menghampiri Rara yang masih berada di depan toko ice cream itu.
"Sudah lama kita tidak bertemu ya Lia, kabar kamu dan kakakmu bagaimana?" ucap Rara membuka obrolan. Theresia hanya terdiam, membalasnya dengan senyuman yang kecut.
Rara menggenggam tangan gadis itu, dia memberikan senyum manis kepada temannya ini yang masih menundukan kepala. Theresia membalas genggaman yang diberikan oleh Rara, "Kamu memang selalu memahami diriku, Ra. Aku benar-benar lelah."
Rara masih memancarkan senyumannya, "Mari kita ke dalam toko ice cream ini, sepertinya akan lebih nyaman untuk bercerita sambil memakan ice cream? Apalagi dengan ice cream rasa cokelat kesukaanmu, Ayo Lia!" ajak Rara dan Theresiapun Kembali tersenyum.
Dalam hati terlintas rasa terimakasih Theresia kepada Rara, walaupun nama itu bukan nama panggilan yang biasanya di berikan orang di sekitarnya kepada Theresia, namun dirinya senang mendapatkan panggilan itu dari Rara, Lia, nama panggilan itu selalu menaikkan moodnya.
Mungkin hal ini terlihat sederhana, hanya karena nama panggilan bisa merubah mood seseorang, padahal panggilan itu sangat berharga bagi Theresia. Iya, Lia, nama Ibunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H