Seandainya saya harus menulis novel yang bercerita tentang heroisme mBah Maridjan hanya ada satu cara di kepala saya. Saya akan membuat mBah Maridjan menolak turun mengungsi sebelum semua orang di daerah berbahaya mengungsi. Laksana seorang kapten kapal yang tenggelam, akan saya citrakan mBah Maridjan sebagai orang yang bertanggung jawab dan hanya bisa 'meninggalkan kapal sebagai orang terakhir' ketika semua orang sudah diselamatkan. Tapi siapa menunjuknya sebagai 'kapten?'
Saya tak tahu bagaimana saya harus melihat mBah Maridjan. Mungkin sebagai tokoh tragikomik.
Barangkali saya cuma bisa usul kepada Sultan HB X agar mengangkat Kepala BPPTK Yogyakarta sebagai juru kunci Gunung Merapi yang baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H