Mohon tunggu...
Raihan Muhammad
Raihan Muhammad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Manusia biasa yang senantiasa menjadi pemulung ilmu dan pengepul pengetahuan.

Manusia biasa yang senantiasa menjadi pemulung ilmu dan pengepul pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Soe Hok Gie, Mendayung di Antara Dua Rezim

17 Juni 2022   19:26 Diperbarui: 18 Juni 2022   10:50 1014
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diolah oleh: Raihan M.


Bersama surat ini kami kirimkan kepada anda hadiah kecil kosmetik dan sebuah cermin kecil sehingga anda, saudara kami yang terhormat, dapat membuat diri kalian lebih menarik di mata penguasa dan rekan-rekan sejawat anda di DPR-GR.


Bekerjalah dengan baik, hidup Orde Baru! Nikmatilah kursi anda tidurlah nyenyak!


Teman-teman mahasiswa anda di Jakarta dan ex-demonstran '66.


Gie merasa kecewa dengan kawan-kawannya karena telah mengikuti arus, hilang sudah idealis-idealisme mereka ketika dulu menentang rezim Sukarno. Rezim Orde Baru merupakan pemerintahan yang lahir salah satunya berkat para demonstran tahun 1966 yang diperjuangkan oleh Gie dan kawan-kawan, tetapi para kawan-kawannya telah berkhianat dengan kenyang memakan jabatan dan kekuasaan.


Meskipun lahirnya Orde Baru ada campur tangan dari Gie dan kawan-kawannya, Gie tetap vokal dan kritis terhadap sistem pemerintahan Soeharto. Ia aktif menulis keresahan dan idenya di harian Sinar Harapan dan Kompas untuk melayangkan kritikannya kepada rezim Soeharto. Gie merupakan orang yang menentang kejadian Gestapu/PKI (G30S/PKI), tetapi cara yang dilakukan untuk menghabisi PKI juga tidak bisa dibenarkan dan justru melanggar hak asasi manusia.


Gie mengecam tindakan-tindakan pemerintah Soeharto yang bersikap otoriter dalam menghabisi PKI. Banyak tawanan-tawanan (yang dituduh) simpatisan PKI ingin langsung dibunuh karena mereka berpandangan bahwa hidupnya hanya tinggal hitungan jari. Mereka yang ingin dibunuh berbuat demikian karena takut dengan siksaan dan cara-cara pembunuhan yang tak masuk akal pada kalangan manusia waras atau mengaku dirinya ber-Tuhan.


Gie menuliskan bahwa terdapat sekitar kurang lebih 80.000 tawanan politik yang ditangkap pasca-G30S/PKI—jumlah terbanyak ada di Jawa Tengah sekitar 55.000—dan tersebar di seluruh penjuru negeri. Tidak pernah dijelaskan berapa lama mereka harus ditahan oleh pemerintah Orde Baru—tampaknya pemerintah dendam dengan PKI yang telah melakukan pemberontakan-pemberontakan dan pembunuhan terhadap perwira tinggi TNI AD dan sejumlah polisi—dari jumlah sekitar 80.000 tawanan politik, cuma beberapa ratus yang diadili oleh Mahmilub dan Mahmildam.


Banyak masyarakat yang dituduh terlibat dalam gerakan pemberontakan PKI, Gie juga mengecam adanya surat tanda tidak terlibat G30S, ia menilai surat tersebut sebagai surat jimat yang sudah menjadi paspor dalam sendi kehidupan masyarakat ketika itu—mulai dari masuk sekolah hingga melamar pekerjaan—sehingga masyarakat menjadi frustasi dengan yang dilakukan oleh Orde Baru.
Gie menilai bahwa pemerintah seharusnya mengumumkan rencana-rencana strategisnya dalam melawan komunisme—perlu ada data-data konkret tentang keadaan yang mengerikan pada saat itu—sehingga tidak menimbulkan fitnah dan salah sasaran. Ketidaksesuaian yang dilakukan pemerintah tentu malah merugikan masyarakat sehingga menimbulkan berbagai masalah. Oleh karena itu, tindakan yang dilakukan pemerintah Orde Baru adalah keliru.

Akhir Kata
Soe Hok Gie merupakan sosok yang idealis dan berani melawan arus kencang. Pemuda keturunan Tionghoa yang kritis dan cerdas, menuangkan pemikiran-pemikirannya lewat tulisan-tulisan yang penuh makna, peluru (kata-katanya) yang dilontarkan sangat tajam untuk diarahkan kepada target (rezim Sukarno dan Soeharto). Dalam melawan arus, bukan tanpa rintangan, ada saja hinaan dan cemoohan dari orang-orang yang pikirannya kerdil—sudah mengikuti arus, juga merugikan orang yang melawan arus itulah manusia berjiwa kerdil (orang yang merendahkan Gie).


Dalam tulisannya, Gie memang lebih sering dan tajam mengkritik Sukarno, dibandingkan Soeharto. Hal ini dikarenakan Gie wafat pada 16 Desember 1969 dalam "dekapan" Gunung Semeru. Di puncak Gunung Semeru Gie menjemput takdirnya, sehingga tidak sampai selesai melihat kekuasaan Soeharto. Meskipun demikian, Gie tetap lantang mengkritisi rezim Soeharto, banyak hal yang juga ditemukan dalam masa-masa awal kepemimpinan "The Smiling General".


Kekritisan dan kecerdasan Gie layak ditiru generasi-generasi muda zaman sekarang, kemampuan dalam melihat dan berempati terhadap kondisi Indonesia ketika itu bisa diimplementasikan oleh generasi muda pada era sekarang—maupun era yang akan datang—semangat perjuangannya merupakan suplemen yang bisa dijadikan sebagai penyemangat dalam meraih masa depan yang gemilang, serta menciptakan tatanan negara Indonesia sekarang dan yang akan datang menjadi cemerlang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun