Mohon tunggu...
Rendra Siswoyo
Rendra Siswoyo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

bercita-cita menjadi seorang kepala sekolah terinovatif, inspiratif, terkreatif.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bersepaian Tanah

12 Oktober 2011   00:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:04 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kala sang surya menyiramkan kilau merah saga ke segenap alam raya, saat itulah Wega merasakan betapa eloknya kekuasaan Tuhan yang mengadakan semuanya. Entah mimpi apa yang Wega endapkan hingga ia berfikir, “Sekiranya matahari senantiasa terlambat bangun seperti diriku tentu kiamat semakin terlihat nyata. Sekiranya tumbuhan terlambat mengolah hasil hembusan nafasku , tentu serasa tercekik aku di ruang terbuka. Sekiranya angin terlambat menyeka wajah dunia, entah bagaimana awan bisa menyemaikan hujan dengan rata”. Megahnya alam raya dengan segala keteraturannya tertuang dengan lembut dalam rekahan hatinya. Peti pikiranya terbuka dan ia merasa ringan untuk menjalani hari ini demi menuntaskan tugas akhirnya.

Ia yakin ia pasti tidak lagi terlambat untuk menanggalkan jas almamaternya di semester ini, tentu Wega menyadari jikalau ia ingin hengkang dari kampus mewahnya, keseriusan dibutuhkan dalam segala geraknya. Kegigihan untuk menyelesaikan kata demi kata dalam revisinya, membuka mata untuk beberapa waktu yang lama, demi melawan cahaya monitor yang terus menyorotinya, dan aktivitas lain yang membutuhkan tetes demi tetes keringatnya. Untuk kesekian kalinya ia harus duduk terengah-enggah setelah memacu motornya untuk mengejar tanda tangan dosen pengujinya. Wega memesan es sambil menatap ke arah jalan raya. Dari pandangannya tertangkap sesosok laki-laki berumuran setengah senja yang sedang mencangkul lubang CCTV yang di pinggir jalan. Wega semakin penasaran dengan lelaki tadi lantaran warna kulitnya putih dan wajahnya bersih serta pakaiannya bagus, seolah bukan menunjukkan seorang kuli jalanan.

Bertepatan surutnya minuman yang sudah diminumnya terdengar lantunan adzan dari Masjid Al Hidayah yang terletak di gang 10 tersebut. Ia pun sekali lagi melihat pemandangan yang menarik di seberang jalan, Bapak berkulit putih yang bekerja tadi mengahiri gerakannya untuk mengayunkan cangkulnya. Ia pun bangkit lalu menghampiri satu demi satu kuli yang ada di sana, seolah mengajak mereka untuk menuju tempat mulia itu, Masjid Al Hidayah. Beberapa orang mengikuti langkah beliau menuju teras masjid. Wega pun turut menuju masjid sembari membuntutinya dari belakang dengan motornya.

“Pak..”. Wega tersenyum sambil mengangukkan kepala.

“Oh iya mas, mari saya mandi dulu”. Bapak berkulit putih itupun membalas senyuman Wega.

“Oh iya, silahkan Pak”.

Seiring mengalirnya waktu, sholat dhuhur pun berahir dan yang penasaran menunggu Bapak tadi untuk di luar diajak bincang-bincang. Dan beliaupun akhirnya keluar lalu langsung disambut oleh Wega.

“Maaf Pak saya Wega, lagi istirahat kerja ya Pak?”

“Iya mas, saya Bapak Firdaus”

“Sudah lama ya Pak, kerja menggali lubang begitu”

“Oh ndak juga mas, saya cuma ngisi liburan semester ini ja, ya sambil nyari ilmu”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun