Mohon tunggu...
Raisha Nayla Zhahira Sirin
Raisha Nayla Zhahira Sirin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Brawijaya

Seorang mahasiswi dari program studi Sosiologi di Universitas Brawijaya yang sedang mencoba hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Kekuasaan Kolonial dalam Pembentukan Persepsi Masyarakat Indonesia terhadap Adanya "Supremasi Kulit Putih"

3 Desember 2024   13:00 Diperbarui: 3 Desember 2024   13:03 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pada Zaman Kolonial. Sumber foto: pixabay.com

Sementara di Indonesia, konstruksi ini kemudian diperkuat oleh sistem kolonial yang mengedepankan perbedaan rasial sebagai dasar hierarki sosial. Penjajah Belanda menggunakan warna kulit sebagai alat pembeda antara "kulit putih" dan "kulit gelap," dan membangun sistem yang menempatkan orang Eropa sebagai kelas superior. 

Hierarki ini bertahan bahkan setelah kemerdekaan, sehingga persepsi bahwa warna kulit putih lebih baik atau lebih berkelas terus berpengaruh dalam standar sosial dan budaya di Indonesia, termasuk dalam standar kecantikan dan pandangan sosial. Pemahaman tentang sejarah ini penting untuk dekolonisasi pemikiran, sehingga masyarakat Indonesia dapat menerima keberagaman tanpa terjebak dalam persepsi lama yang diwariskan penjajah.

Pengaruh Kekuasaan Kolonial terhadap Mentalitas dan Budaya

Kolonialisme Belanda menciptakan struktur sosial yang sangat hierarkis, di mana warna kulit menjadi penanda utama untuk menentukan posisi seseorang dalam masyarakat. Orang Eropa ditempatkan di puncak hierarki sosial, sementara penduduk pribumi dengan kulit gelap berada di posisi terendah. Sistem ini tidak hanya menciptakan ketimpangan ekonomi tetapi juga membentuk cara pandang masyarakat terhadap status sosial.

Konsep "kulit putih" yang diasosiasikan dengan keunggulan dan kemajuan menjadi landasan standar kecantikan dan kesuksesan di Indonesia. Hingga kini, kita masih melihat jejak kolonialisme ini dalam industri kecantikan yang memasarkan produk pemutih kulit sebagai simbol kesempurnaan. Mentalitas ini juga mempengaruhi cara masyarakat melihat kepemimpinan, di mana sering kali orang dengan penampilan atau pendidikan yang "berstandar Barat" dianggap lebih tinggi derajatnya.

Dekolonisasi Pikiran dan Pentingnya Kesetaraan

Dekolonisasi pikiran adalah upaya untuk membebaskan cara berpikir masyarakat dari warisan mentalitas kolonial yang masih melekat, seperti hierarki sosial berbasis ras dan warna kulit. Di Indonesia, warisan kolonialisme tidak hanya tertanam dalam struktur ekonomi dan politik, tetapi juga dalam nilai-nilai budaya dan standar sosial. Supremasi kulit putih adalah salah satu contoh nyata dari konstruksi sosial yang mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kecantikan, status sosial, dan bahkan kemampuan individu.

Dekolonisasi pikiran penting karena persepsi tentang "keunggulan kulit putih" yang diwariskan oleh kolonialisme terus menciptakan ketidaksetaraan. Mentalitas ini tidak hanya menghambat penghargaan terhadap keberagaman, tetapi juga memperkuat diskriminasi internal di antara masyarakat Indonesia sendiri. Contohnya adalah pandangan yang menganggap kulit gelap sebagai tanda status sosial rendah, yang terlihat dalam tren produk pemutih kulit dan narasi media yang mengagungkan kecantikan berkulit terang.

Dekolonisasi membantu membongkar hierarki sosial yang tidak relevan dengan nilai-nilai modern, seperti demokrasi dan kesetaraan. Ini juga memungkinkan masyarakat untuk mengapresiasi identitasnya tanpa harus mengadopsi standar yang diberlakukan oleh penjajah.

Bagaimana Kedepannya?

Dampak kolonialisme Belanda masih membayangi cara masyarakat Indonesia memandang status sosial dan kecantikan. Hierarki sosial berbasis warna kulit menjadi akar dari diskriminasi internal yang melemahkan penghargaan terhadap keberagaman. Untuk melangkah maju, penting bagi masyarakat Indonesia untuk melepaskan diri dari standar kolonial dan membangun kesetaraan sejati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun