Mohon tunggu...
Rainata Elianda Pramudya
Rainata Elianda Pramudya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Pelajar

hobi traveling

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Pengaruh Strict Parents terhadap Anak Remaja

31 Desember 2022   20:14 Diperbarui: 31 Desember 2022   20:24 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengertian Strict Parents atau Pola Asuh Orang Tua secara Otoriter
Sebagaimana ditunjukkan oleh Santrock (2011) pengasuhan diktator adalah gaya penghalang dan penolakan saat wali menuntut anak-anak untuk melakukan kursus

mereka dan menghargai pekerjaan terlebih lagi, usaha mereka. Menurut Hurlock (1980), penelitian telah menggambarkan pola asuh otoriter sebagai bentuk disiplin tradisional bagi individu. Pada pola asuh otoriter, orang tua menentukan aturan dan mengingatkan anak-anak mereka agar mereka terus mengikutinya. Meski aturan yang ditetapkan tidak masuk akal, tanpa diberi pengertian mengapa harus dipatuhi atau dikasih kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya. Cara orang tua mengamalkan suhan memiliki dampak yang signifikan terhadap hubungan yang terjalin antara orang tua dan anak.

Ciri-Ciri Strict Parents

Menurut Santrock (2011), anak yang orang tuanya otoriter sering menunjukkan ketidakbahagiaan, ketakutan, atau keinginan untuk menyamakan dirinya dengan orang lain. Mereka juga sering gagal dalam memulai kegiatan, berkomunikasi dengan buruk, dan menunjukkan perilaku agresif. Menurut Yusuf (2006), profil perilaku anak akan dipengaruhi oleh sikap otoriter orang tua. 

Pola asuh otoriter menghasilkan anak yang cepat terusik, penakut, gundah, tidak bahagia, mudah terpancing, mudah stres tentang masa depan, dan tidak ramah. Perlakuan penolakan yang tidak mempedulikan kesejahteraan anak, aturan yang kaku, dan dominasi akan membuat anak jadi agresif (cepat marah, membangkang, dan pembangkang), penurut (cepat terusik, pemalu, penakut, dan gemar mengucilkan diri), keras bergaul, pendiam, dan kejam. 

eorang anak yang impulsif (selalu memanjakan), tidak mampu membuat keputusan, dan memiliki sikap bermusuhan dan agresif berkembang sebagai akibat dari aturan dan hukuman yang kaku. Sebaliknya, pengasuhan adalah proses pembentukan karakter mendasar yang mendalam, menurut Hamner dan Turner (1990), yang menggambarkannya sebagai hubungan yang kompleks dan umpan balik menyebabkan perkembangan perubahan bagi setiap individu yang terlibat dalam proses tersebut.

Karena anak mencontoh dan mencontoh lingkungan terdekatnya, keteladanan sikap orang tua sangat penting untuk perkembangannya. Penting bagi orang tua dan anak untuk bersikap terbuka, karena hal ini dapat melindungi anak dari pengaruh luar. Pelatihan disiplin diri harus didukung oleh orang tua (Sochib,

2000). Berdasarkan hal tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa pola asuh adalah berbagai jenis atau peralihan ekspresi dari orang tua yang bisa menguasai potensi genetik yang melekat pada seseorang dalam mengupayakan, mengarahkan, mengasuh, dan mendidik anaknya dengan baik selama mereka masih anak-anak. masih muda atau belum dewasa untuk menjadi orang dewasa yang mandiri. Bentuk Pengasuhan Menurut Hersey dan Blanchard (1978), pola asuh terdiri dari dua dimensi perilaku: Directive Behavior dan Supportive Behavior.

Perilaku direktif adalah komunikasi satu arah di mana orang tua menjelaskan dan menjelaskan peran anak dalam suatu tugas. Sebaliknya, perilaku suportif adalah jenis perbincangan dua arah yang mana pada orang dewasa bukan hanya mengomunikasikan peran dan tanggung jawab pada anak secara langsung tetapi dengan mendengarkan masukan mereka, mendorong anak, membimbing, dan menegur mereka untuk perilaku yang baik. Cara orang tua membesarkan anak- anak mereka akan memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan karakter, perilaku, dan mentalitas mereka. Ada tiga gaya pengasuhan yang berbeda, menurut Baumrind (2002):

1. Menurut Santrock (1995:258), pola asuh permissive (pengasuhan tanpa menerapkan disiplin pada anak sehingga anak mau mengerjakan apa saja yang sesuai dengan keputusannya sendiri) adalah pola asuh yang mana orang tua tidak boleh termasuk pada kehidupan anak-anaknya . Sehubungan dengan kualitas atribut adalah:

a) Orang tua mengizinkan atau memperbolehkan anaknya untuk mengurus perilakunya dan mengambil keputusan sendiri setiap saat.
b) Wali hampir tidak memiliki apa-apa aturan rumah.
c) Orang tua menuntut sedikit kematangan perilaku, seperti sopan santun atau penyelesaian tugas.
d) Orang tua menghindari segala bentuk arahan atau penetapan kapan saja, dan mereka menggunakan lebih sedikit hukuman.
e) Orang tua bersikap toleran, menyetujui kehendak anak dan mendorong mereka.

Jika dibandingkan dengan pola asuh otoriter, gaya asuh Baumrind akan dianggap lebih ramah. Orang tua yang mengadopsi gaya pengasuhan permisif cenderung terlalu pendiam dan melepaskan diri dari aktivitas dan perawatan anak- anak mereka.

Menurut Sears, Macoby, dan Levin (1957) dalam Marion, pola asuh permisif berkembang menjadi dua pola yang berbeda sepanjang perkembangannya. Pola asuh permisif dimulai dengan orang tua percaya bahwa anaknya berhak untuk tidak disakiti oleh orang dewasa yang lebih tua. Orang yang lebih tua cenderung hangat dan mau menanggapi anak-anak jika orang tua mereka tidak menuntut sangat banyak dari mereka. 

Kedua, orang tua dalam pola asuh permisif tidak percaya pada hak-hak anaknya karena tidak mampu mengendalikan perilaku anaknya secara efektif. Akibatnya, anak-anaknya bersikap lunak karena orang tuany Gaya pengasuhan yang dikenal sebagai otoritarianisme, atau pola asuh otoriter, ditandai dengan aturan atau perilaku yang ditetapkan yang harus dipatuhi secara ketat dan tidak dapat dipertanyakan. 

Orang tua yang tegas adalah nama yang lebih umum untuk orang tua otoriter di zaman sekarang ini. Baumrind berpendapat bahwa "pengasuhan otoriter adalah gaya membatasi, menghukum dan menuntut anak untuk mengikuti perintah orang dan tidak memberi kesempatan kepada anak untuk berbicara" dalam terjemahan Chusairi tahun 1995 oleh Santrock Berikut ini adalah ciri-ciri pola asuh:

a) Orang tua berusaha membuat, mengawasi, dan menilai tindakan dan perilaku. Kelakuan anaknya sangat bisa diterima sesuai pada aturan yang ditetapkan orang tuanya.
b) Ketaatan dan kesetiaan terhadap nilai-nilai yang diajarkan oleh orang tua; indigo terbaik menganut tradisi perintah, pekerjaan, dan perawatan.
c) Orang tua lebih suka menekan secara verbal dan kurang memperhatikan masalah yang diterima dan diberikan anaknya.

d) Secara individual menekan kebebasan (kemerdekaan) atau kemerdekaan (otonomi) bagi anak.

Dampak Strict Parents terhadap Tumbuh Kembang Anak Remaja

Menurut Baumrind, gaya pengasuhan otoriter berdampak negatif terhadap kemampuan sosial dan kognitif anak terkait dengan karakteristik tersebut.

Akibatnya, anak tidak dapat bersosialisasi kepada teman sebaya atau sahabat, terus-menerus menyendiri, mengalami perasaan cemas dan khawatir saat bersosialisasi dengan teman sebaya, serta memiliki hati nurani yang rendah. Mempunyai hati nurani yang rendah akan berdampak negatif dengan kepribadian anak dewasa, dan pola asuh otoriter ini berdampak jangka panjang pada kelangsungan perkembangan dalam sosialisasi.

Acuh tak acuh atau tidak tertarik dengan perilaku anaknya. Berdasarkan temuan analisis data, orang tua yang tegas atau orang tua yang otoriter lebih besar pengaruhnya terhadap kecakapan sosial anak usia dini. Perkembangan keterampilan sosial anak usia dini didorong baik secara positif maupun negatif oleh pola asuh yang otoriter. Juhardin dkk (2016) menyatakan bahwa pola asuh otoriter bermanfaat bagi kecakapan sosial anak usia dini dengan cara-cara berikut:

1. Anak dapat menyesuaikan diri pada pedoman 2. Mentaati arahan orang tua.

Melatih kesabaran sementara itu, seperti yang dijelaskan Nonim (Apriastuti, 2013, hlm. 5), memiliki efek negatif berikut pada keterampilan sosial awal anak:
1. Pemalu
2. Tenang
3.Tertutup
4. Tidak berinisiatif Akan menikmati tantangan Gugup

5. Menarik diri dari lingkungan Pola asuh otoriter dapat berakibat positif karena orang tua diinginkan bisa menetapkan tata tertib yang jelas yang disesuaikan dengan keperluan anaknya. Misalnya, pola asuh otoriter dapat mengajarkan anak untuk bermoral, santun, disiplin, dan patuh pada aturan.

Upaya Mengatasi Strict Parents

Rasa hormat seorang anak kepada orang tua dan yang lainnya, keakraban akan tata tertib, kemampuan untuk menumbuhkan kesabaran, meningkatkan disiplin, dan meningkatkan kesopanan saat berkomunikasi pada orang tua atau orang dewasa lainnya adalah hasil dari penerapan gaya pengasuhan otoriter yang tepat. Bagi anak-anak, berikut cara menghadapi orangtua yang keras tanpa menimbulkan efek buruk.

1. Jadilah optimis. Pikiran negatif dapat muncul dari kritik keras dan sikap dingin dari orang tua yang tegas. Alhasil, cobalah bersikap positif dengan berkonsentrasi pada aspek positif kehidupan, menemukan kegembiraan dalam hal-hal kecil, dan menerima bahwa banyak kejadian berada di luar kendali Anda.

2. Mengenali kekurangan orang tua dan diri sendiri Penerimaan diri adalah kemampuan untuk menghargai semua aspek diri tanpa syarat. Keyakinan Anda tidak akan dirugikan oleh orang tua Anda yang tegas. Kepercayaan dapat diperkuat dengan menerima diri sendiri. Ada kekurangan pada orang tuamu. Mereka terkadang membuat kesalahan juga. Pahami hal ini dan cari cara untuk mengakui dan memikirkan diri sendiri. Bahkan jika orang tua Anda tidak menyukainya, berbanggalah dengan prestasi Anda.

3. Berkomunikasi dengan teman atau orang yang dipercaya Ekspresikan perasaan Anda kepada mereka. Diskusikan kesulitan yang ditimbulkan oleh orang tua yang tegas, diskusikan kegagalan dengan orang tua, dan ungkapkan rasa malu. Untuk berbagi perasaan dengan orang lain dan mengungkapkannya, komunikasi sangat penting. Jika kita berbagi pemikiran dan perasaan kita dengan orang yang paling kita percayai, komunikasi juga dapat membantu kita membangun hubungan yang

lebih kuat dengan mereka. Berbicara dapat membantu mengurangi kecemasan yang disebabkan oleh tindakan orang tua yang tegas. Karena amukan emosi tidak menumpuk di dalam, metode ini bisa melegakan. Ingatlah selalu bahwa berbicara tentang perasaan bukanlah tanda kelemahan. Bersikap terbuka, jujur, dan menerima agar komunikasi berjalan lancar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun