Mohon tunggu...
Raihan Kurnia Ramadhan
Raihan Kurnia Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

Saya merupakan mahasiswa gabut Ilmu Politik di UIN Sunan Gunung Djati Bandung, saya memiliki hobi membaca dan mendengar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Degradasi Nilai Utilitas pada Media Sosial

9 Agustus 2024   21:30 Diperbarui: 9 Agustus 2024   21:35 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dunia saat ini sedang diguncang dengan arus globalisasi. Globalisasi sendiri diartikan sebagai proses penyatuan dalam skala internasional untuk menjangkau satu sama lain. Dalam hal ini, tidak terlepas dari majunya teknologi di dunia saat ini. Hingga dalam dua puluh tahun terakhir, negara-negara di dunia mengalami proses modernisasi yang sangat pesat, dimana hal ini melebihi kemajuan dari seratus tahun ke belakang.

Dalam arus globalisasi tersebut, media sosial merupakan sebuah highlight atau poin penting dalam proses tersebut. Media sosial menjadi sebuah alat untuk penyebarluasan informasi, baik secara domestik hingga internasional (Maha Putra and Dwi Astina 2019). Hingga saat ini, media sosial menjadi arus utama dalam masuk atau keluarnya informasi yang ada. Kebermanfaatan media sosial termasuk dalam salah satu esensi atau nilai dari utilitas.

Utilitas sendiri diambil dari kata utilitarianisme, yaitu sebuah paham etis yang berpandangan bahwa segala hal yang baik adalah hal yang bermanfaat, atau berguna bagi orang banyak. Bahkan, beberapa pendapat mengatakan, paham tersebut dapat membenarkan penindasan apabila hal tersebut demi kepentingan orang banyak. Poin pentingnya adalah konsekuensi dari apa yang diperbuat, apakah menguntungkan atau merugikan.

Hal ini dapat dikaitkan pada maraknya media sosial saat ini. Pada pandangan awal media sosial hadir demi mempercepat arus informasi, namun seiring berjalannya waktu nilai utilitas atau kegunaan dari media tersebut terdegradasi. Tidak jarang, terjadi kasus kejahatan yang muncul dari internet, seperti halnya cyber bullying, hoax, ujaran kebencian, dan masih banyak lagi.

Utilitas adalah sebuah etik yang menitikberatkan pada nilai guna atau kebermanfaatan. Isitilah ini sering disematkan pada permasalahan ekonomi, padahal utilitas sendiri diambil dari kata utilitarianisme. Utilitas sendiri sering dikaitkan dengan hedonis yang pada konsepnya memiliki cara pandang yang sama yaitu mencari kebahagiaan.

Pada dasarnya kebahagiaan tidak dapat diukur karena kebahagiaan merupakan tingkat perasaan seseorang (Barakah 2018). Tetapi para utilitarian memandang, kebahagiaan yang terbaik adalah yang dapat tersebar atau dirasakan banyak orang. 

Hal ini yang menjadi dasar bahwa perlu adanya sebuah hal yang mempunyai nilai kebermanfaatan yang dapat dirasakan banyak orang. Salah satunya adalah diciptakannya media sosial yang berguna dalam mengakses informasi yang dilakukan oleh semua orang.

Lahirnya media sosial menjadikan kebiasaan perilaku baik budaya, nilai, atau norma berubah (Cahyono 2016). Hal ini disebabkan karena adanya proses penyebaran budaya yang ada di dunia tersebar secara masif, yang kemudian mempengaruhi budaya yang ada. Berdasarkan hasil proses tersebut perubahan tidak hanya berdampak baik bagi masyarakat tetapi memungkinkan berdampak buruk.

Media sosial hadir atas sebuah tujuan kebermanfaatan atau utilitas dalam mempermudah mengakses informasi. Hal ini tidak hanya berimplikasi pada bidang kemajuan teknologi, tetapi juga pendidikan, sosial-budaya, ekonomi, hingga politik. Informasi tentang apa yang ada, apa yang terjadi, serta pengetahuan yang ada hadir dalam sebuah wadah yaitu media sosial.

Dewasa ini, media sosial tidak hanya dijadikan sebagai alat untuk mengakses informasi, tetapi nilai guna dari media sosial terus bertambah, seperti halnya percakapan online, pemindahan sebuah data, hingga sebagai alat pemuas perasaan. Hal ini tidak dapat dilihat hanya dari sisi positif tetapi nilai guna tersebut dapat terdegradasi menjadi sebuah hal yang buruk (Juwita, Budimansyah, and Nurbayani 2015).

Dampak yang bertendensi negatif ini tidak hanya tejadi dalam satu aspek kehidupan, tetapi dampak tersebut menyebar pada seluruh aspek yang dijangkau media sosial itu sendiri. Media sosial yang bernilai guna pada aspek pendidikan, ekonomi, sosial-budaya, politik, dapat berbanding terbalik menjadi suatu hal yang buruk bahkan menghilangkan nilai guna atau kebermanfaatan itu sendiri.

Indonesia sendiri merupakan salah satu negara yang memiliki pengguna media sosial terbanyak, ditambah sebagai salah satu negara yang memiliki waktu penggunaan media sosial terlama. Hal ini tentu bebas nilai, yang mana nilai utilitas tersebut dinilai dari kedua hal yang disebutkan digunakan secara baik atau tidak.

Menurut data persepsi digital dependent. Malas, kecanduan, serta antisosial merupakan indeks tertinggi dari dampak negatif media sosial. Dilanjutkan dengan membuang waktu serta boros yang dilakukan oleh pengguna. Hal-hal tersebut tentu tidak asing bagi seseorang yang berkecimpung dalam media sosial, bahkan mendapatkan satu dari empat hal tersebut (Rustiana Yohana 2018).

Pada tahun 2020, Microsoft melaporkan data yang di dapat dari Digital Civility Indeks (DCI), bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki netizen tidak sopan se-Asia Tenggara. Tingkat kesopanan tersebut memburuk delapan angka ke angka 76, di mana semakin tinggi angka yang di dapat semakin tinggi ketidaksopanan di negara tersebut.

Dari data yang disebutkan, nilai utilitas dari media sosial semakin tergerus dan semakin menjauhi dari tujuan awal diciptakan media sosial tersebut. Media sosial yang dihadirkan demi terciptanya kegunaan secara menyeluruh dalam mengakses informasi, pada nyatanya malah menjadi salah satu akar kriminalitas yang terjadi di kehidupan.

Adanya media sosial turut hadir dalam mempengaruhi sistem dari aspek kehidupan di masyarakat seperti pendidikan, ekonomi, sosial-budaya, serta politik. Perubahan tersebut tentunya dikehendaki ke arah yang lebih baik dalam artian berguna bagi masyarakat secara umum.

Dalam hal ini, masyarakat seyogyanya lebih selektif dalam arus globalisasi yang masuk, masyarakat harus menyesuaikan dengan kehidupan di lingkungan tersebut. Masyarakat harus mengendalikan perubahan yang ada, bukan malah dikendalikan oleh perubahan tersebut yang malah menyebabkan degradasi nilai atau norma yang ada di masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun