Mohon tunggu...
Mhd Raihan Edimara
Mhd Raihan Edimara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Wabendum Badko HMI Jabodetabek-Banten 2021-2023

Seniman hukum dan kemanusiaan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

"Mayday: Perjuangan Panjang Orangtua Kita"

2 Mei 2020   02:27 Diperbarui: 2 Mei 2020   02:52 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Inilah yang menjadi problem masyakarat kala itu, motif gerakan buruh pada tahun 1910-1912 yang merupakan masa paceklik sehingga bahan pokok naik, sementara upah tak kunjung naik, hanya begitu saja.

Itulah mengapa mayday selalu digaungkan di jaga dunia hari ini, kesetaraan pekerjaan juga upah menjadi poin penting untuk kesejahteraan masyakarat dan negara.

Kalau bicara sejarah buruh banyak memang momentum penting yang harus kita catat sebagai pelajaran sejarah, tapi perlu kita ketahui buruh adalah orang tua kita. Selagi kita bukan pemilik modal, bekerja di tempat orang lain kita adalah buruh bagi mereka.

Teringat apa yang di sampaikan oleh bung Pram. “Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri."

Kita mesti pahami bahwa otokritik anak muda hari buruh bukanlah eforia semata, tetapi refleksi diri terhadap apa yang telah diperjuangkan para pendahulu kita.

Pun, hari ini para buruh yang masih bekerja untuk anak-anaknya di tengah pandemi, bahkan ada yang sudah di PHK. Belum lagi tenaga kerja asing (TKA) yang masuk ke indonesia baru-baru ini, 500 TKA masuk ke sulawesi dalam kunjungan kerja, sementara ratusan buruh anak negeri sendiri di putus hubungan kerja (PHK), lalu siapa yang bertanggung jawab soal PHK ini.

Negara seolah-olah tidak mau tahu dampak dari pekerja yang telah di PHK akibat pandemi ini.

Belum lagi soal kebijakan pemerintah untuk mengkarantina wilayah, isolasi diri, stay at home, ini menjadi dilematik buat para pekerja untuk melanjutkan pekerjaan untuk makan anak di rumah. Artinya negara telah mencenderai kaum buruh, dzolim terhadap rakyatnya sendiri.

Tentunya harapan kita bersama, negara harus  memprioritaskan anak bangsanya untuk melanjutkan pekerjaan sebagai buruh dimanapun tempat mereka bekerja ketimpang menambah tenaga asing yang justru membuat hati rakyat terluka. Perlu adanya rekonstruksi wajah negara dalam mengatasi problem ekonomi kerakyatan pada tubuh bangsa ini.

Bung hatta pernah berkata. "Indonesia merdeka bukan tujuan akhir kita. Indonesia merdeka hanya syarat untuk bisa mencapai kebahagiaan dan kemakmuran rakyat."

Semoga di tengah pendemi ini, buruh mendapatkan tempat yang layak di negeri sendiri.

MAYDAY!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun