Setelah berpuasa selama sebulan penuh, hari yang ditunggu tunggu akhirnya tiba. Pagi yang cerah menyambut Hari Raya Idul Fitri, membawa kebahagiaan dan kegembiraan bagi keluarga besar Jennie.
Pagi itu, di dapur rumahnya yang sederhana, Jennie dan Hanna yang tak lain adalah anaknya sedang mempersiapkan berbagai hidangan untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri. Dapur yang biasanya sepi, kini dipenuhi suara panci yang berkeretak dan aroma rempah yang harum. Ayam Lado Hijau, merupakan hidangan utama yang selalu hadir disaat Hari Raya Idul Fitri.
Dua tahun lalu, saat Nenek Dinar masih tinggal bersama mereka, Ayam Lado Hijau adalah menu yang tak pernah absen di meja makan saat Lebaran. Walaupun Nenek Dinar sudah lanjut usia, beliau tetap memasak dengan ayam pilihan terbaik yang segar, kemudian meracik bumbu hijau yang khas dengan cabai rawit dan rempah pilihan. Tahun ini Hanna dan ibunya tetap memasak menu andalan itu, meski nenek sudah tiada.
"Bu, aku ingin belajar membuat Ayam Lado Hijau seperti yang Nenek dan ibu buat dulu, bolehkah ibu mengajariku bagaimana cara membuatnya?" tanya Hanna pada ibunya.
Ibunya tersenyum. "Tentu, Hanna. Hari ini, ibu akan mengajarimu bagaimana cara membuatnya. Sebelum memasak, kamu harus menyiapkan bahan-bahannya terlebih dulu."
1. 500 gr ayam
2. 100 gr cabai hijau
3. 100 gr bawah merah (50 gr yang sudah diiris)
4. 5 gr bawang putih
5. 2 buah tomat hijau
6. 1 lembar daun kunyit
7. 3 lembar daun salam
8. 4 lembar daun jeruk
9. 2 batang serai
10. 1 ruas kunyit
11. 1 ruas lengkuas
12. 1 ruas jahe
13. 65 ml santan kental
14. garam
Hanna mencatat semua bahan yang disebutkan ibunya dengan teliti. Agar suatu saat ketika ia ingin membuat Ayam Lado Hijau ia mengetahui  bahan-bahan yang harus ia sediakan.
"Nah, setelah semua bahan-bahan tersedia, kita bisa langsung memasak." ibu berkata sembari menyiapkan alat-alat.
Ibunya mengajari Hanna cara memasak Ayam Lado Hijau dari proses mencuci ayam sampai menghidangkannya.
1. Cuci ayam hingga bersih. Setelah bersih beri bumbu ungkep, lalu rebus hingga setengah matang.
2. siapkan dedaunan. Daun salam, daun kunyit, dan daun jeruk.
3. Blender cabai hijau dan bawang merah.
4. Ulek bawang putih, jahe, kunyit, dan lengkuas hingga halus.
5. Goreng irisan bawang merag hingga tercium aroma harum, lalu masukkan tomat yang sudah dipotong.
6. Masukkan bumbu halus yang sudah diulek. Lalu beri daun salam, daun kunyit, dan daun jeruk. Aduk hingga bumbu matang
7. Masukkan cabai hijau yang sudah diblender tadi. Lalu masukkan santan, garam, dan sedikit gula.
8. Masukkan ayam dan tambahkan air hingga ayan terendam.
9. Jika air sudah menyusut dan berminyak, cicipi sedikit dan matikan kompor saat rasanya sudah enak.
10. Ayam lado hijau koto gadang siap untuk disajikan.
Setelah Hanna dan ibunya selesai memasak, mereka menghidangkan Ayam Lado Hijau Koto Gadang  dengan nasi hangat dan masakan lain yang tak kalah nikmat. Mereka menghidangkan dengan senyum bangga. Ayam yang terlihat menggugah selera dengan warga hijau segar dari bumbu lado siap untuk dinikmati. Saat semua keluarga besarnya mencicipi masakan itu, mereka semua terdiam dan menikmati kelezatan dari masakan itu.
"Rasanya sama seperti masakan nenek 2 tahun lalu. Enak banget!" ucap Tante Naya dengan mata yang berbinar.
"Ini kamu yang buat Hanna? Enak sekali! Kapan-kapan kamu bisa mengajari Hani cara memasaknya." kata Om Anton sembari menambah porsi makannya.
"Kamu tau ga sih, masakan ini berasal dari Bukittinggi tepatnya dari Nagari Sianok dan Koto Gadang. Konon resep Ayam Lado Hijau Koto Gadang sudah ada sejak zaman penjajahan Bangsa Belanda loh. Awalnya makanan ini berbahan baku itik atau bebek, namun masyarakat setempat mulai mengembangkan makanan ini dengan menggunakan bahan baku ayam karena ketersediannya yang melimpah di pasar." Tante Naya bercerita sedikit tentang sejarah Ayam Lado Hijau Koto Gadang.
"Oh ya? Aku baru tau ternyata resep Ayam Lado Hijau Koto Gadang sudah ada sejak dulu. Berarti udah lama banget ya masakan ini tan?" tanya Hanna pada Tante Naya.
"Iya, Hanna. Kamu tau keunikan dari Ayam Lado Hijau Koto Gadang ini tidak?" Tante Naya menjawab lalu bertanya balik kepada Hanna.
"Engga tan, emangnya masakan ini ada keunikannya ya?" tanya Hanna
"Jika ayam pada umumnya dilumuri dengan cabai merah, ayam ini dilumuri dengan cabai hijau. Cabai hijau yang digunakan tidak menggunakan cabai hijau biasa. Cabai hijau yang digunakan merupakan jenis cabai merah yang dipetik saat masih muda yang berwarna hijau." jawab Tante Naya.
"Wah, kenapa yang dipakai cabai yang itu sih tan?" Hanna kembali bertanya.
"Cabai hijau memberikan rasa yang lebih segar, pedas, namun tetap ringan di lidah. Cabai ini juga mengeluarkan aroma yang lebih harum." jawab Tante Naya.
"Racikan bumbu yang digunakan juga dari bahan yang alami. Itu sebabnya rasa ayam lado hijau kita tak akan pernah bisa ditiru oleh bangsa lain. tambah Tante Naya.
"Oh, ternyata itu alasannya rasa ayam kita berbeda dengan yang lain ya tan." jawab Hanna.
Setelah bertanya jawab yang lumayan lama, mereka kembali menyuap makanan mereka. Semuanya tampak menikmati masakan Hanna.
Hari itu, kebahagiaan bukan hanya datang dari makanan lezat dan pakaian baru, tetapi dari momen kebersamaan yang menghangatkan hati. Mereka semua menyantap hidangan istimewa ini dengan melibatkan kebersamaan.
Namun ditengah kebahagiaan itu, tiba-tiba ada sesuatu yang tak terduga. Saat Hanna menggigit ayam lado hijau, ia merasakan ada sesuatu yang keras di dalam potongan ayam yang ia kunyah. Secara refleks, ia mengeluarkan potongan ayam dari mulutnya dan melihat sesuatu yang aneh.
"Eh, ini apa? Kenapa tiba-tiba ada di dalam ayamku? " Hanna berkata, agak kaget. Di tangannya, terlihat sebuah benda kecil yang berkilau.
Semua mata tertuju pada Hanna. "Apa itu?" tanya Om Anton heran.
Tante Naya juga ikut mendekat, melihat apa yang dipegang Hanna. Hanna mengamati benda tersebut dengan seksama. "Ini cincin emas! Apa ini terselip di dalam ayam?" katanya, kebingungan.
Ibu Hanna terkejut. "Tidak mungkin, kan? Ini ayam biasa. Lagi pula kita yang memasaknya Hanna, tak mungkin tiba-tiba ada cincin di dalam ayamnya!"
Ibu Hanna segera mengambil cincin itu dan memeriksanya dengan hati-hati. Setelah melihat cukup lama, wajahnya berubah serius. "Ini cincin pemberian dari almarhumah Nenek Dinar." Â ia berbicara dengan suara yang bergetar. "Ini cincin yang hilang bertahun-tahun lalu. Nenek memberikannya kepada saya sebelum beliau wafat, lalu cincin ini hilang begitu saja. Saya sudah mencari ini ke mana-mana, tapi tidak pernah menemukannya."
Semua orang terdiam, terkejut. Mereka tidak bisa memahami bagaimana cincin itu bisa muncul di dalam ayam lado hijau. Hanna pun bingung, tak tahu bagaimana bisa benda berharga itu bisa ada di situ.
Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar. Ibu Hanna bangkit dan membuka pintu. Di luar, seorang pria tua berdiri.
"Maaf mengganggu, saya mencari saudari atas nama Jennie (ibu Hanna)" katanya.
Ibu Hanna terkejut, tapi dengan ramahnya ia mempersilahkan pria itu masuk ke rumah. "Ya, saya sendiri Jennie pak, ada yang bisa saya bantu, pak?"
Pria itu tersenyum misterius, "Saya tahu ini akan terdengar aneh, tapi saya adalah tukang masak yang dulu bekerja di rumah Ibu Dinar, ibu Anda. Dulu saya mendapati cincin anda tergeletak di lantai rumah. Saya selalu memasukkan cincin emas itu sebagai simbol keberuntungan. Tapi suatu hari, cincin emas itu tiba-tiba hilang. Saya takut kalau itu bisa membawa kesialan."
Semuanya terdiam mendengar cerita pria itu. "Jadi, Anda yang memasukkan cincin ini ke dalam ayam?" tanya Jennie dengan suara yang masih bergetar.
Pria itu mengangguk. "Saya sudah lama menyesal karena saya menyebabkan cincin itu hilang. Namun, saya percaya ini adalah waktu yang tepat untuk mengembalikannya pada Anda. Cincin ini adalah tanda berkah yang ingin saya berikan pada keluarga Anda di hari yang bahagia ini."
Kejutan itu pun menjadi lebih jelas. Cincin yang hilang bertahun-tahun lalu, ternyata bukan sebuah kebetulan kembali muncul pada hari yang penuh makna. Kejadian ini mengingatkan keluarga besar Jennie bahwa hidup ini penuh dengan misteri dan keajaiban, yang terkadang datang di saat yang tak terduga.
Hanna merasa bersyukur bisa menikmati kebersamaan keluarga di hari yang penuh berkah ini. Meski ada sedikit kejutan di dalamnya. Hanna merasa senang. Tak hanya karena masakannya yang enak dan kembalinya cincin emas yang berharga itu, tetapi juga karena proses memasak ini mengingatkannya saat Nenek Dinar masih di sini memasak untuk mereka.
Ayam lado hijau yang sederhana ternyata membawa lebih dari sekadar rasa pedas dan segar, melainkan juga sebuah pelajaran tentang keberuntungan, memori, dan cinta yang terus hidup dalam setiap hidangan yang mereka nikmati bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H