Ibu Hanna terkejut, tapi dengan ramahnya ia mempersilahkan pria itu masuk ke rumah. "Ya, saya sendiri Jennie pak, ada yang bisa saya bantu, pak?"
Pria itu tersenyum misterius, "Saya tahu ini akan terdengar aneh, tapi saya adalah tukang masak yang dulu bekerja di rumah Ibu Dinar, ibu Anda. Dulu saya mendapati cincin anda tergeletak di lantai rumah. Saya selalu memasukkan cincin emas itu sebagai simbol keberuntungan. Tapi suatu hari, cincin emas itu tiba-tiba hilang. Saya takut kalau itu bisa membawa kesialan."
Semuanya terdiam mendengar cerita pria itu. "Jadi, Anda yang memasukkan cincin ini ke dalam ayam?" tanya Jennie dengan suara yang masih bergetar.
Pria itu mengangguk. "Saya sudah lama menyesal karena saya menyebabkan cincin itu hilang. Namun, saya percaya ini adalah waktu yang tepat untuk mengembalikannya pada Anda. Cincin ini adalah tanda berkah yang ingin saya berikan pada keluarga Anda di hari yang bahagia ini."
Kejutan itu pun menjadi lebih jelas. Cincin yang hilang bertahun-tahun lalu, ternyata bukan sebuah kebetulan kembali muncul pada hari yang penuh makna. Kejadian ini mengingatkan keluarga besar Jennie bahwa hidup ini penuh dengan misteri dan keajaiban, yang terkadang datang di saat yang tak terduga.
Hanna merasa bersyukur bisa menikmati kebersamaan keluarga di hari yang penuh berkah ini. Meski ada sedikit kejutan di dalamnya. Hanna merasa senang. Tak hanya karena masakannya yang enak dan kembalinya cincin emas yang berharga itu, tetapi juga karena proses memasak ini mengingatkannya saat Nenek Dinar masih di sini memasak untuk mereka.
Ayam lado hijau yang sederhana ternyata membawa lebih dari sekadar rasa pedas dan segar, melainkan juga sebuah pelajaran tentang keberuntungan, memori, dan cinta yang terus hidup dalam setiap hidangan yang mereka nikmati bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H