Setelah bertanya jawab yang lumayan lama, mereka kembali menyuap makanan mereka. Semuanya tampak menikmati masakan Hanna.
Hari itu, kebahagiaan bukan hanya datang dari makanan lezat dan pakaian baru, tetapi dari momen kebersamaan yang menghangatkan hati. Mereka semua menyantap hidangan istimewa ini dengan melibatkan kebersamaan.
Namun ditengah kebahagiaan itu, tiba-tiba ada sesuatu yang tak terduga. Saat Hanna menggigit ayam lado hijau, ia merasakan ada sesuatu yang keras di dalam potongan ayam yang ia kunyah. Secara refleks, ia mengeluarkan potongan ayam dari mulutnya dan melihat sesuatu yang aneh.
"Eh, ini apa? Kenapa tiba-tiba ada di dalam ayamku? " Hanna berkata, agak kaget. Di tangannya, terlihat sebuah benda kecil yang berkilau.
Semua mata tertuju pada Hanna. "Apa itu?" tanya Om Anton heran.
Tante Naya juga ikut mendekat, melihat apa yang dipegang Hanna. Hanna mengamati benda tersebut dengan seksama. "Ini cincin emas! Apa ini terselip di dalam ayam?" katanya, kebingungan.
Ibu Hanna terkejut. "Tidak mungkin, kan? Ini ayam biasa. Lagi pula kita yang memasaknya Hanna, tak mungkin tiba-tiba ada cincin di dalam ayamnya!"
Ibu Hanna segera mengambil cincin itu dan memeriksanya dengan hati-hati. Setelah melihat cukup lama, wajahnya berubah serius. "Ini cincin pemberian dari almarhumah Nenek Dinar." Â ia berbicara dengan suara yang bergetar. "Ini cincin yang hilang bertahun-tahun lalu. Nenek memberikannya kepada saya sebelum beliau wafat, lalu cincin ini hilang begitu saja. Saya sudah mencari ini ke mana-mana, tapi tidak pernah menemukannya."
Semua orang terdiam, terkejut. Mereka tidak bisa memahami bagaimana cincin itu bisa muncul di dalam ayam lado hijau. Hanna pun bingung, tak tahu bagaimana bisa benda berharga itu bisa ada di situ.
Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar. Ibu Hanna bangkit dan membuka pintu. Di luar, seorang pria tua berdiri.
"Maaf mengganggu, saya mencari saudari atas nama Jennie (ibu Hanna)" katanya.