FENOMENA PLAYING VICITIM
Salah satu perilaku manusia yang keliru dan berdampak negatif pada orang lain adalah playing victim. Playing victim adalah tindakan mencari pembenaran dengan cara menyudutkan atau menyalahkan pihak yang sebenarnya tidak bersalah. Dalam berbagai kasus sosial, masyarakat sering kali salah mengartikan situasi dengan menyalahkan korban atas sesuatu yang sebenarnya bukan kesalahannya. Ketika bukti yang mendukung korban asli tidak tersedia, korban sejati justru akan terus disalahkan atas tindakan yang tidak pernah dilakukannya. Sebaliknya, pelaku kesalahan justru memposisikan dirinya sebagai korban. Sikap seperti ini jelas keliru, karena korban yang awalnya tidak bersalah menjadi pihak yang dituduh dan disudutkan, yang akhirnya dapat berdampak buruk pada kondisi mentalnya. Dengan demikian, playing victim dapat diartikan sebagai perilaku yang melemparkan kesalahan kepada orang lain yang tidak terlibat dalam masalah tersebut, sambil memposisikan diri sebagai korban.
Fenomena playing victim sering kali berkaitan dengan stigma yang berkembang di masyarakat. Stigma merupakan label negatif atau stereotip yang dilekatkan kepada individu atau kelompok tertentu, sering kali tanpa didasarkan pada fakta yang objektif. Dalam konteks playing victim, stigma menjadi salah satu akar penyebab mengapa seseorang merasa perlu memosisikan diri sebagai korban atau mengarahkan kesalahan kepada pihak lain. Hubungan stigma dengan playing victim seperti:
Â
1. Stigma Sebagai Pembenaran
Seseorang mungkin merasa stigma yang ada di masyarakat akan mempermudah mereka untuk mendapatkan simpati. Misalnya, mereka memanfaatkan stereotip tertentu untuk memperkuat narasi bahwa dirinya adalah pihak yang dirugikan.
Â
2. Mekanisme Pertahanan Diri
Orang yang merasa takut atau terancam oleh stigma sosial mungkin memainkan peran sebagai korban untuk melindungi diri mereka dari penghakiman atau tekanan.
Â
3. Pengalihan Perhatian