Mohon tunggu...
RAI Adiatmadja
RAI Adiatmadja Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Saya ibu rumah tangga yang gemar menulis. Memiliki fokus lebih dalam terhadap parenting dan kondisi generasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gen Z: Fenomena Sosial dan Adiksi Media Sosial

2 November 2024   20:29 Diperbarui: 2 November 2024   21:21 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Skylar Kang from Pexels

Penulis: Rizka Adiatmadja
(Penulis Buku & Praktisi Homeschooling)

Beberapa waktu lalu, media sosial dihebohkan dengan kehadiran boneka labubu yang viral hanya karena dipakai oleh Lisa Blackpink di sebuah konser. Tren memiliki boneka labubu cukup serius. Nyaris semua kreator konten memamerkan boneka monster tersebut.

Harganya pun tidaklah murah. Padahal masyarakat sedang ada di tengah gempuran permasalahan ekonomi yang terpuruk. Deflasi yang sudah memasuki bulan keenam pun kita rasakan tidak mudah. Namun, tidak menghentikan tren tersebut. Boneka labubu dijual mulai dari harga ratusan ribu hingga belasan juta. Sangat mengagetkan!

FOMO adalah fenomena yang absurd. Namun, gaya hidup ini sangat ampuh membius banyak masyarakat, khususnya generasi milenial dan Gen Z. Mengapa gaya hidup FOMO ini terus menggejala?

Pengertian FOMO

Fear of Missing Out (FOMO) sangat berpengaruh terhadap psikologis seseorang. Kehadirannya kian marak di kondisi yang serba modern ini. Kekhawatiran melewatkan momen, pengalaman, atau kegiatan yang sedang berlangsung atau viral di lingkungannya.

FOMO telah menjadi gaya hidup masa kini karena melahirkan dampak besar interaksi berbasis teknologi terhadap psikologi dan perilaku komunikasi individu, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda. Gaya hidup satu ini berkaitan erat dengan pemanfaatan teknologi finansial di kalangan generasi muda, milenial, dan Gen Z yang terus meningkat.

Dikutip dari kompas.com -- Berdasarkan laporan lokadata.id, sekitar 78% generasi milenial dan Gen Z telah menggunakan aplikasi fintech setiap harinya, termasuk dompet digital, layanan pinjaman, dan pembayaran digital. Tingginya adopsi tersebut berpotensi menimbulkan kerugian bagi generasi muda karena tidak dibarengi dengan literasi keuangan yang baik.

Dari data  OJK terungkap bahwa penyumbang utama kemacetan kredit pinjol adalah milenial dan Gen Z. Gaya hidup FOMO menjadi penyebab maraknya pinjaman online pada kedua generasi ini.  

Akar Munculnya Gaya Hidup FOMO

Pada tahun 2004 FOMO mulai diperkenalkan. Pada akhirnya menyebar di tahun 2010 dengan meluasnya jejaring sosial. Istilah FOMO masuk ke dalam kamus Oxford sekitar tahun 2013. Sebenarnya gejala FOMO ini sudah terbaca sebelum kemunculan istilahnya, terlihat pesat dan semakin kompleks karena pengaruh kuat media sosial.

Pemicu dan pemacu lainnya adalah keberadaan media yang mampu menciptakan opini agar konsumen ketakutan kehilangan peluang atau pengalaman yang diinginkan jika tidak bertindak cepat. Sebanyak 60% dari generasi milenial akhirnya membeli, menggunakan, atau menyewa sesuatu disebabkan FOMO.

Salah satu penyedia layanan tiket dan manajemen acara daring yang bernama Eventbrite menegaskan, sebanyak 69% kegiatan anak muda saat ini dipengaruhi oleh perilaku FOMO. Mungkin pertanyaan besar ada di benak kita, mengapa tren FOMO ini semakin menggurita dan dari mana akarnya? Jawabannya, tentu kondisi ini adalah karakteristik dari sistem sekuler kapitalisme yang mengagungkan kebebasan di atas segala-galanya.

Pada dasarnya di sistem ini jaminan kebebasan individu sedemikian dipelihara. Itu menjadi privasi yang tidak harus dipersalahkan dan dipermasalahkan.

Pengagungan terhadap prestise ini menjadi alat yang paling mujarab untuk membuat batas dan kesenjangan sosial semakin curam. Pinjol dan paylater menjamur. Sistem finansial mengalami kondisi yang sangat karut-marut karena fenomena FOMO ini.

Kehidupan kapitalistik telah membuat generasi terlena dan terseret-seret keadaan. Padahal generasi memiliki peran yang teramat penting di dalam kancah kehidupan yang seharusnya berada di garda terdepan.

Teramat disayangkan jika mereka akhirnya tenggelam dalam langkah tidak berfaedah. Hedonisme melanda dan konsumerisme pun meraja. Boros menjadi tujuan, tak peduli berutang. Padahal sesungguhnya kesenangan itu adalah semu dan menipu bahkan makna kebahagiaan yang mereka dapatkan pun palsu.

Potensi Gen Z yang Terabaikan

Potensi generasi akhirnya terabaikan karena sistem rusak hari ini telah membentuk standar sosial yang bertolak belakang dari fitrah manusia yang seharusnya. Pengaruh besar kebebasan yang diciptakan oleh sekularisme dan kapitalisme telah membuat generasi kita menjadi manusia yang rapuh bahkan tak segan melenyapkan diri ketika tidak mampu meraup kemewahan dunia.

Gaya hidup FOMO adalah adiksi sosial yang melahirkan degradasi moral dan krisis identitas bagi generasi. Generasi lupa dengan tugas utama di dunia. Mereka diposisikan hanya sebagai pasar besar para pebisnis. Dengan FOMO ini, generasi muda begitu terbuai untuk memenuhi hasrat dan keinginan yang sebenarnya tidak mereka butuhkan.

Generasi Muda adalah Penopang Kekuatan Umat

Aset peradaban Islam adalah pemuda, tentu kita sepakat dengan kalimat tersebut. Agen perubahan adalah penyematan terbaik untuk generasi karena potensinya. Pemuda menjadi figur penting yang bisa menginisiasi dan bertindak sebagai katalis untuk proses perubahan. Sangat tepat, jika para agen perubahan diyakini bisa memberi andil memperbaiki situasi dan menjadi problem solver dari segala masalah umat hari ini.

Dalam kitab "Muqaddimah" karya Ibnu Khaldun tertulis, "Generasi perintis adalah generasi yang memiliki semangat juang tinggi, pantang menyerah, cerdas, dan berkomitmen besar dalam membangun peradabannya. Generasi pembangun adalah generasi yang masih mewarisi semangat dan ruh perjuangan pendahulu mereka. Biasanya pada masa merekalah sebuah peradaban akan mencapai puncak kemajuannya."

Para pemuda terbaik adalah generasi awal Islam. Mereka sebenar-benarnya sosok pahlawan. Kisah mereka adalah sebuah realitas, bukan romantika sejarah semata, apalagi cerita fantasi. Para pemuda di zaman Rasulullah saw. memang menjadi tonggak peradaban dan generasi berkualitas.

Melejitkan Potensi Gen Z hanya dengan Sistem Islam

Negara memiliki peran utama untuk membangun cita-cita agar generasi siap melanjutkan estafet peradaban dengan mentalitas keimanan. Sebuah kekuatan besar yang tiada bandingnya. Generasi harus dibentuk agar memahami tujuan hidup yakni beribadah kepada Allah semata. Mengajak mereka melakukan aktivitas hanya berlandaskan rida Allah.

Prinsip ini akan membentuk pemuda mampu menancapkan potensi terbaik dan mempersembahkan karya gemilang untuk membentuk kualitas peradaban Islam. Negara harus memperbaiki sistem pendidikan dengan kurikulum yang fokus pada pembentukan kepribadian Islam.

Negara juga menjalankan sistem kurikulum pendidikan yang mengarahkan keterampilan dan kemampuan generasi agar selaras dengan visi politik negara yakni mandiri dan terdepan di kancah internasional. Generasi adalah tulang punggung peradaban. Negara tidak akan membiarkan potensi generasi
dibajak oleh pemikiran selain Islam.

Negara akan menjadi pelindung generasi dari segala marabahaya yang akan mencengkeramnya. Termasuk menata ulang kanal-kanal media yang selama ini bebas memberikan pengaruh buruk. Konten media pun akan diseleksi agar menjadi sarana edukasi pembentukan kepribadian islami bagi para generasi.

Generasi akan terbentuk tangguh dengan versi terbaiknya menurut Islam, alih-alih menjadi pelaku FOMO. Mereka akan memahami makna ucapan Rasulullah saw., "Ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan (Arsy-Nya) pada hari yang tidak ada naungan (sama sekali) kecuali naungan-Nya, ... seorang pemuda yang tumbuh dalam ibadah (ketaatan) kepada Allah." (HR. Bukhari-Muslim)

Wallahualam bissawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun