Mohon tunggu...
RAI Adiatmadja
RAI Adiatmadja Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Saya ibu rumah tangga yang gemar menulis. Memiliki fokus lebih dalam terhadap parenting dan kondisi generasi.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Pusaran Liberalisasi Menjerat Remaja, Mengapa Ini Terus Terjadi?

14 Agustus 2023   14:59 Diperbarui: 14 Agustus 2023   15:20 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: Niksy from Pixabay

Betapa miris melihat kondisi remaja saat ini, yang tak lagi malu melakukan hal-hal yang melanggar. Norma sosial ataupun agama tak lagi menjadi tempat bersandar. Hal yang mereka lakukan adalah bagaimana terpenuhinya kebebasan hidup yang diinginkan.

Fenomena yang teramat mengerikan, kepribadian generasi yang semakin keropos dan perilakunya mengundang orang dewasa terheran-heran.

Perzinaan yang dilakukan remaja dan sangat viral di media sosial, membuat kita tentu tak habis pikir. Mengapa mereka bisa melakukan hal-hal yang tak seharusnya?

Dikutip dari batampos.co.id – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan mayoritas anak remaja di Indonesia sudah berhubungan seksual. Untuk remaja 14–15 tahun jumlahnya 20 persen anak, dan 16–17 tahun jumlahnya mencapai 60 persen. (Minggu, 6 Agustus 2023)

Dugaan perzinaan yang dilakukan oleh remaja putri (13 tahun) dengan pacarnya (15 tahun) bahkan dugaan tersebut datang dari ibunya sang putri, tentu dia tidak menyangka saat membaca riwayat percakapan di ponsel anaknya. Sang ibu yang menyangka anaknya baik-baik saja tentu sangat terpukul.

Mengapa kondisi demikian kerap terjadi dan menjangkiti generasi bahkan di usia dini? Ada beberapa faktor yang tentunya membuat hal menyedihkan ini terus berulang.

Hal pertama tentunya faktor individu. Dengan pertanda pubertas yang semakin dini, tetapi tidak dibarengi dengan kesiapan diri terkait pemahaman agama. Maka, masa balig itu menjadi hal yang timpang karena tidak dibarengi dengan matangnya akil (berakal). Sehingga memenuhi naluri tersebut dengan melakukan pacaran hingga perzinaan.

Hal kedua, tentu tidak bisa dimungkiri, jika keluarga menjadi faktor utama. Banyak anak dan remaja yang dibesarkan dan diberikan pengetahuan oleh gawai, tanpa panduan dari orang tua. Sehingga pengabaian ini menggurita di setiap keluarga. Banyak orang tua yang memberikan kebebasan kepada anak menggunakan ponsel, asalkan raganya tetap terlihat. Padahal bahaya mengintai karena mata dan otaknya berselancar di dunia maya. Konten agresif apa pun tidak bisa dihindari, jika anak sudah berada di depan ponsel. Sehingga fungsi orang tua harus benar-benar "ada" memantau mereka dari berbagai sisi.

Hal ketiga adalah faktor masyarakat. Budaya kebebasan semakin mencerabut mental lingkungan dari kepedulian atas pelanggaran demi pelanggaran norma. Pemahaman sekularisme sudah menjadi ritme. Pacaran tak lagi menyesatkan. Bahkan banyak generasi yang tak lagi dihukum sosial saat hamil dan menghamili di luar nikah.

Hal keempat adalah faktor media. Seharusnya memang pemerintah benar-benar ketat dalam mengatur penayangan konten di era digital ini. Jika tanpa filtrasi, tentu sangat mengerikan untuk kepribadian generasi. Tak sedikit remaja yang kecanduan pornografi.

Hal kelima adalah faktor pendidikan. Kondisi yang semakin sekuler menjauhkan generasi dari wawasan Islam yang terbukti bisa menjaga. Ternyata terjegal oleh sekularisasi di berbagai bidang. Pelajaran Islam hanya cangkangnya saja karena isinya tetap kental dengan memisahkan agama dari kehidupan.

Zina adalah monster yang teramat menakutkan. Kehamilan di luar nikah adalah perbuatan haram. Hal tersebut dibungkus dengan pernikahan yang tanpa persiapan karena keterpaksaan untuk melindungi kehamilan. Kehamilan tersebut pun rentan dengan risiko. Sang calon ibu yang belum terbentuk fitrah keibuannya dengan maksimal tentu kaget dengan kondisi baru yang akan melelahkan fisik dan psikisnya. Minimnya pengetahuan dan kesiapan melahirkan banyak guncangan. Dari ancaman keguguran, infeksi, persalinan prematur, dan preeklamsia. Belum lagi intaian stunting karena kurangnya pemahaman tentang gizi.

Mengapa harus Islam solusinya?
Perlindungan tatanan Islam itu berlapis agar generasi tak memiliki iman yang tipis. Pemahaman akidah yang diberikan, tentu akan membentuk nilai-nilai takwa. Hukum tentang zina sudah jelas konsekuensinya, bahkan sedikit saja mendekati zina, itu sudah dihukumi haram.

Seperangkat aturan dalam sistem Islam mencakup kurikulum pendidikan yang tentunya jauh dari nilai-nilai liberalisme. Konten demi konten di media sosial akan diseleksi secara ketat, untuk hal-hal yang berpotensi merusak generasi dan masyarakat akan langsung ditolak.

Masyarakat dalam tatanan Islam pun tidak dibentuk menjadi orang-orang yang menganut individualisme. Negara mengarahkan masyarakat untuk beramar makruf nahi mungkar. Sehingga akan tumbuh pesat kepekaan memberantas perilaku  warga yang melakukan kemaksiatan semisal perzinaan.

Fungsi keluarga pun benar-benar menjadi rumah yang melindungi dari bahaya pergaulan bebas. Pohon ketakwaan yang menjulang kokoh akan terlihat di setiap rumah karena Islam yang dijadikan sebagai satu-satunya aturan hidup.

Wallahualam bissawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun